Headline

Recent Posts

(SUSANTO SANTAWI) NIM : 20082299 SEMESTER VII (EKSEKUTIF) SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-KHAIRIYAH CILEGON

Selasa, 06 April 2010

SUSANTO SANTAWI

filsafat islam, tantangan dan modernisasi


MAKALAH
FILSAFAT ISLAM,
TANTANGAN DAN MODERNISASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Filsafat Islam
Dosen : H. Suhendra, M.Ag

Disusun Oleh :
1. Santawi
2. Susanto
3. Lis Mardiana

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH (STIT) AL-KHAIRIYAH
CILEGON – BANTEN
2009

BAB I
PENDAHULUAN
Dari ayat pertama dalam Wahyu yang berisi perintah Allah SWT untuk membaca, semua orang Islam tahu bahwa Nabi Muhammad saw adalah seorang ummiyi yang tidak dapat menulis dan membaca, serta saat itu juga belum ada mushaf Al Qur’an Al Karim yang dapat dibaca. Jadi yang paling mungkin untuk dibaca sesuai dengan perintah tersebut adalah alam sebagai wujud dari ayat yang tersurat. Dalam hal ini Allah SWT sejak awal telah memerintahkan manusia untuk berfikir (berfilsafat) dan mengerti filosofi alamiah serta menggunakan nalarnya untuk mengerti ilmu dan pengetahuan.
Dengan dasar keimanan yang dilandasi keikhlasan, pengkajian akan ayat-ayat awal tersebut sedemikian mendalam pada kaum muslim di awal era kenabian Muhammad saw, sehingga tidaklah mengherankan dalam 7 abad pertama sejak era kenabian Muhammad tersebut, Islam mengalami masa keemasan dan kejayaan yang auranya sangat menggetarkan dunia Barat. Islam telah mencapai masa kegemilangan yang luar biasa pada tujuh abad pertama, yang kemudian setelah itu terjadi stagnasi. Banyak orang berpendapat bahwa stagnasi ini adalah akibat penguasaan ilmu muslim yang sangat lemah, namun menurut pandangan kami stagnasi ini lebih banyak disebabkan oleh kebanggaan akan kejayaan masa lampau. Keadaan ini membuat muslim menjadi terlena dalam bayang-bayang kejayaan masa lampau sehingga kemampuan untuk memanfaatkan setiap kesempatan menjadi berkurang. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya lemah karsa. Pada saat karsa muslim melemah seperti inilah, pada saat terjadinya stagnasi kejayaan Islam karena penggalian filsafat ilmu kurang lagi diminati, muncullah kekuatan Barat dengan azas sekularismenya dan berhasil menggeser atau bahkan menenggelamkan kegemilangan Islam. Dunia Barat berkembang dan terus menerus berkembang hingga kini, sementara Islam semakin tenggelam, semakin buram dan kusam. Tujuh abad suram setelah tujuh abad gemilang merupakan masa-masa yang harus dilalui. Tampaknya hal ini merupakan satu nilai yang harus dibayar mahal oleh setiap muslim bila ingin merebut kembali masa kegemilangannya.

BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ISLAM, TANTANGAN DAN MODERNISASI

A. KEMODERNISASIAN ILMU BARAT MENJADI TANTANGAN BAGI FILSAFAT ISLAM
Khusus mengenai kemajuan ilmu Barat yang memanfaatkan keterpurukan Islam akibat melemahnya karsa, makalah ini menyorot banyak hal negatif akibat sekularisme ilmu Barat. Disimpulkan bahwa ilmu Barat yang sekular tidak mampu memecahkan maasalah-masalah fundamental. Mungkin benar bahwa ilmu Barat sekular tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang mendasar dalam kaitan dengan ilmu dan kehidupan, tetapi hal itu tidak selalu akan berarti bahwa semua temuan dan kajiannya selalu salah. Di sisi salah pasti ada bagian yang benar, demikian juga di sisi benar pasti akan ditemukan bagian yang salah. Semua berpulang kepada bagaimana dan dari mana kita memandangnya, artinya kebenaran menjadi relatif karena ukurannya adalah kebenaran manusia. Pada prinsipnya semua ilmu adalah benar karena semua berasal dari Allah SWT, sehingga bila ada yang salah , maka kesalahan ada pada manusia sebagai pengguna ilmu. Manusia diberi kebebasan untuk memilih, menggunakan ilmu untuk kebaikan atau untuk keburukan. Itulah makna dari keadilan Allah SWT. Untuk memilih satu dari dua jalan tersebut itulah diperlukan karsa yang kuat. Lemahnya karsa menyebabkan manusia tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memilih. Manusia stagnan di satu tempat sementara roda tetap berputar dan dunia tetap bergulir. Itulah yang terjadi pada Islam setelah 7 abad era kegemilangannya. Itulah fenomena sosiologis. Apa yang tampak dari fenomena tergantung pada paradigma yang dianut. Paradigma Barat adalah modernisasi akal fikiran. Mereka menganggapkuno paradigma Islam karena dalam Islam selain akal fikiran, tersangkut qolbu yang sering jadi penentu. Akibat modernisasi inilah timbul dikotomi benar dan salah dalam analisis keterpurukan Islam. Tujuh abad yang baik atau benar terjadi karena proses sejarah berlangsung tetap dalam koridor ibadah, sedangkan tujuh abad yang salah terjadi karena adanya pemarginalan Tuhan akibat pendewaan ilmu dan pengetahuan. Bahkan Niestze dengan penjabaran logikanya sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan telah mati. Disinilah perlu ada implikasi tauhid pada kehidupan. Peningkatan sivilisasi manusia terjadi karena adanya pengetahuan, adanya premis yang menelurkan konsepsi. Tujuh abad yang salah yang terjadi sejak abad 14 hingga abad 20, terjadi kemunduran muslim di satu pihak, sementara Barat di pihak lain mengalami kemajuan Penyebabnya adalah karena muslim kehilangan “human motivation” atau kelemahan karsa. Dikhotomi sains Barat sekular dengan sains islami terletak pada pengabdiannya. Sains Barat sekular mengabdi pada self interest, sehingga bersifat ilmu duniawi, sedangkan sains islami bersifat ibadah, mengabdi kepada Allah SWT, artinya ilmu dunia-akhirat. Dalam abad yang salah Islam terjerembab ke dalam kungkungan kejumudan atau kelemahkarsaan yang menyebabkan konservatisme.
Modernisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu dan pengetahuan Barat sekular berimbas pada perilaku muslim. Banyak pandangan yang mengatakan bahwa muslim dunia saat ini tidak kaffah, artinya banyak penganut Islam tapi tidak menjalankan kehidupan Islam secara keseluruhan. Hal ini sering dianggap bahwa penganut Islam meninggalkan Tauhid, dan itu berarti Islam telah kehilangan kekuatannya. Namun, bila direnungkan lebih dalam, ketidak kaffahan tidak selalu berarti meninggalkan tauhid, tapi karena terjebak dalam satu pilihan yang mutlak. Modernisasi tidak harus menanggalkan tauhid, karena tauhid mengandung tuntunan untuk seluruh aspek kehidupan. Justru penyakit yang sangat berbahaya yang melanda umat Islam dewasa ini adalah penyakit skeptis atas kondisi yang ada, karena masih ada anggapan bahwa Islam hanyalah agama yang mengatur kehidupan manusia di alam akhirat. Tragisnya, ketidak kaffahan ini justru banyak terdapat di kalangan intelektual muslim yang mempunyai pandangan Barat, menerapkan pola pikir Barat dalam semua aspek kehidupan. Keadaan ini harus diperbaiki, karena tidak ada alasan bahwa untuk modernisasi Islam, tauhid harus ditanggalkan. Penentu maju mundurnya sivilasi bukanlah sekularisme, tetapi kekuatan atau karsa. Islam pernah mengalami kejayaan, karena pada saat itu Islam mempunyai karsa yang kuat. Segala tindakan penganut Islam saat itu berdasarkan perspektif filsafat Islam yang berakar pada Al Qur’an Al Karim dan Al Hadist. Islam pernah mengalami kemunduran juga karena melemahnya karsa. Mundur atau majunya sivilisasi berakar kepada karsa. Karsa dalam perspektif filsafat Islam berarti pengendalian hawa nafsu. Mana yang akan dipilih, nafsu amarah atau nafsu mutmainah? Jawabannya berpulang kepada kita penganut Islam dunia. Akankah abad 21 ini menjadi tonggak kebangkitan Islam lagi? Hanya Allah Yang Maha tahu, Manusia tidak pernah bisa berhenti, roda tetap berputar, bumi terus bergulir.

B. DINAMIKA FILSAFAT ISLAM
Khazanah pemikiran islam pasca masa kodifikasi hingga masa kini adalah citra sekaligus manifestasi dari sejarah panjang pergulatan para intelektual Muslim, baik pada ranah filsafat, ideology, teologi, hukum serta bidang-bidang lain. Menurut al-jabiri, berdasarkan konteks geografis dapat dibedakan menjadi dua wilayah, yaitu timur(al-masyriq) dan barat (al-maghrib).
Wilayah timur meliputi Persia, Mesir, Irak, Syiria, Khurasan dan beberapa wilayah lain. Pemikiran islam yang lahir dan berkembang disini memiliki corak dan karakteristik khusus, sejalan dengan karakteristik pemikiran para tokoh yang hidup di sana. Dalam bidang filsafat, kita dapat lihat seperti; Ibn Sina yang dianggap sebagai representasi dari tradisi rasionalisme ketimuran serta beberapa tokoh dalam pelbagai bidang keilmuan tertentu serti al Gazali, al Asy”ari, asy-Syafi”i.
Wilayah barat meliputi Maroko dan Andalusia ( Spanyol ), dengan segudang prestasi dalam bidang pemikiran serta ilmu pengetahuan, telah banyak memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan intelektual islam. Di sini juga berkembang pelbagai pemikiran dengan warna serta karakteristik yang berbeda dengan para tokoh wilayah timur, seperti; Ibn Hazm, serta Ibn Rusyd dalam bidang hukum dan filsafat, dan Ibn Khaldun yang dikenal sebagai bapak sosiologi islam, serta beberapa tokoh lain.
Adapun titik tolak kemunduran umat islam baik secara pemikiran atau pun tindakan ( kebudayaan masyarakat islam ) merupakan sebuah refleksi perjalanan sejarah yang cukup panjang yaitu tepatnya ketika renaissance yang justru malah menjadi image untuk pintu gerbang modernisasi yang secara bertahap dilanjutkan kemudian dengan revolusi perancis dan revolusi industri di Inggris. Fenomena ini menjadi suatu pukulan yang sangat berarti dan telah membuat umat islam koma untuk waktu yang cukup lama, bagaimana tidak hampir selama delapan abad menguasai kebudayaan dan peradaban dunia dalam segala hal baik dari segi pemikiran ataupun tindakan umat islam selalu menjadi lokomotif progresifitas modernisasi dunia dimana pada saat itu eropa masih berada di bawah dominasi prerogative kaum gereja dan asia merupakan bangsa yang bar-bar, bahkan Amerikapun belum masuk dalam hitungan konstelasi politik, ini merupakan sebuah ironi dari perjalanan panjang sejarah umat islam.
Menurut Hodgson islam gagal dalam memelopori modernisasi ( mengalami kemunduran ) karena tiga hal yaitu; konsentrasi yang kelewat besar pada penanaman modal harta dan manusia pada bidang-bidang tertentu, sehingga pengalihannya merupakan seatu kesulitan luarbiasa , kerusakan hebat baik material maupun mental-psikologis, akibat serbuan biadab bangsa Mongol, justru kecermelangan peradaban umat islam sebagai suatu bentuk pemuncakan dari abad agrarian yang telah di pelopori oleh kebudayaan sumeria semenjak tiga ribu tahun sebelum masehi dan kemudian dilanjutkan oleh graeco roman civilization, dan disempurnakan oleh ummat islam membuat kaum muslimin tidak pernah secara mendesak merasa perlu kepada suatu peningkatan lebih tinggi, dengan kata lain, dunia islam berhenti berkembang karena kejenuhan dan kemantapan pada dirinya sendiri. Ketika disadari secara amat terlambat bahwa bangsa-bangsa eropa benar-benar lebih unggul dibanding mereka , bangsa-bangsa muslim itu terperanjat luar biasa dalam sikap tak percaya tidak ada gambaran yang lebih dramatis tentang psikologi ummat islam itu seperti keterkejutan mereka ketika napoleon datang ke mesir dan menaklukkan bangsa muslim itu denga amat mudah nya.
Dan ada anasir yang berpendapat bahwa ummat kristian maju karena meninggalkan agamanya ( renaissance ) sementara ummat islam mundur justru karena meninggalkan agamanya (al-quran dan sunnah ) dan memang pendapat tersebut cukup rasional dan empiris, karena banyak sekali saat ini kita jumpai isitilahnya ialah islam KTP dan saya fikir fenomena ini bukanlah sekedar wacana belaka akan tetapi sudah menjadi sebuah bagian yang melekat pada sebagian besar ummat islam dewasa ini, konsentrasi yang terlewat besar terhadap hal-hal keduniawian ( sekularisasi ) dan belenggu tradisi yang begitu dalam mewarnai sebagian basis pemikiran ummat islam, akhirnya mereka menjadi obyek dari modernisasi dan kapitalisme ketidak mampuan mereka untuk mengenali diri mereka sendiri telah membuat mereka menjadi korban dalam settingan besar yang oleh orang-orang barat disebut sebagai globalisasi dunia.
Eropa telah berbicara tentang posmodernisme karena modernitas dalam kebudayaan eropa itu sendiri telah dirasakan dan selesai pada akhir abad 19. Modernitas merupakan tahapan histories, yang muncul sejak abad pencerahan ( abad 18 ), dan terlahir sebagai kelanjutan dari masa renaissance ( abad 16 ), kesadaran orang-orang barat akan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya hal yang mampu menjembatani dan menerangkan antara manusia, alam semesta dan hal-hal yang berada diantaranya telah mengakselerasi sebuah evolusi kebudayaan dengan cara yang amat efektif dan produktif. Implementasinya ialah secara fisik, kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan dan secara meta fisik ialah wacana yang tak terbatas.
Kemunduran filsafat islam sendiri bukanlah hal yang sangat persfektifable atau sederhana, akan tetapi sesuatu yang sangat kompleks, yaitu kombinasi krisis dari pelbagai aspek penting dalam kehidupan baik sebagai individu atupun ummat, hal-hal itu meliputi, sejarah, tradisi, kebudayaan dan mental psikologis seorang manusia. Implikasinya ialah kemunduran ummat islam secara keseluruhan hal ini sebenarnya sangat normal dalam sebuah teori sistem akan tetapi dalam hal ini faktor eksternal memiliki peran yang sangat dominan, dan justru merekalah yang menjadi aktor utama dan sekaligus sutradara untuk suksesnya tragedi tersebut. Dan bila sampai ke tahap tertentu hal tersebut justru berpotensi menjadi blessing in disguise karena semenjak peristiwa 11 september ummat islam merasa ditekan habis-habisan oleh dunia barat yang diwakili oleh presiden Amerika Serikat sebagai juru bicaranya telah menstereotipkan antara islam dan terorisme dampaknya ialah sesuai dengan tori pegas yang akan semakin melawan bila semakin ditekan realisasinya diwujudkan dalam integrasi ummat yang secara perlahan namun pasti akan menjadi kenyataan, indikasinya ialah intervensi OKI dan OPEC yang notabene adalah organisasi berbasis ekonomi, kedalam wilayah-wilayah yang sangat politis karena hal tersebut sangat anomaly dan kontroversial dari perilaku umum kedua organisasi tersebut.
Degradasi wacana merupakan pokok permasalahan kemunduran filsafat islam selain faktor budaya, tradisi dan sedikit hal-hal teknis, wacana atau ide yang menjadi sumber kebudayaan dan peradaban. Telah terkontaminasi oleh hal-hal yang sangat pragmatis dan matrealistis psikologis bangsa-bangsa yang terjajah dan kalah telah menjadikan ummat islam, ummat yang minder dan selalu siap menerima dengan senang hati segala sesuatu yang disajikan kepadanya. Pola pikir yang sangat kontra produktif ini telah mendominasi paradigma sebagian besar ummat islam selama beberapa abad terakhir, sehingga sulitlah ditemui para pemikir besar ummat islam dalam beberapa decade terakhir, seribu berbanding satu. Rencana besar bangsa yahudi telah menyeret ummat islam kedalam suatu masa yang sangat gelap bagi perjalanan sejarah ummat islam dan tanpa mereka sadari sepertinya mereka malah menikmati pola kehidupan polos dan konsumtifnya tersebut. Kesiagaan orang barat terhadap modal, sdm, dan jaringan media dan komunikasi secara tehnis juga menjadi salah satu faktor kemunduran filsafat islam ia merupakan langkah-langkah sistematis dari sebuah settingan besar yang berkaitan dengan klaim.
Filsafat yang merupakan dasar-dasar ilmu pengetahuan secara epistimologis yang bersumber pada dialektika materialisme, mekanismenya ialah tesa, antitesa, dan sintesa yang hanya akan dihasilkan melalui proses skeptikal yang rasional oleh seorang individu terhadap dunia di sekitarnya sehingga ia akan melakukan observasi yang mendalam untuk meyakinkan kecurigaanya tersebut. Pola pikir demikian disebut sebagai pola pikir invention (penemu) yang hanya dimiliki oleh bangsa-bangsa yang memiliki kebudayaan yang cukup tinggi dan menjadi leader (memimpin), dalam hegemoni bangsa-bangsa pada zamannya, sedangkan sebagian besar ummat islam saat ini kebudayaannya masih lebih rendah di bandingkan, kebudayaan bangsa-bangsa barat, sehingga mereka hanya mampu menerima apa-apa yang ada dihadapan mereka tanpa banyak berfikir hasilnya ialah justru mereka telah secara perlahan membangun sebuah pola pikir yang sangat kontra produktif dan melegitimasikan kemenangan bangsa barat terhadap mereka.


BAB III
PENUTUP

Struktur pola fikir merupakan suatu hal yang dibangun melalui mental psikologis ( emotional quation ) apabila ia baik maka akan tercipta pola pikir yang baik pula. Mental sebagai bangsa atau ummat yang besar haruslah disosialisasikan secara tepat agar terbangun pola pikir kritis dan skeptik yang positif sehingga akan berpengaruh pada kemajuan filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan dan ummat islam secara keseluruhan. Sudah seharusnya kita sleptik terhadap segala sesuatu yang datang dari bangsa-bangsa barat, jangan-jangan nilai-nilai (demokrasi, komunisme, kapitalisme, teknikalisme, pendidikan, komputerisasi) yang mereka sosialisasikan sebagai modernisme adalah siasat mereka untuk kontrol kekuasaan agar tercipta unformitas wacana (keseragaman pemikiran), sehingga mereka dapat lebih mudah memprediksi seorang manusia untuk kepentingan bangsa mereka sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir : Darul Qutiah, 1968.
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka Setia, 2007.
Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan fi Ilmi Ushulul Fiqh Muqarrar lishoffi Ar-Rabi’ KMI, Gontor: Darussalam Press, tanpa tahun.
Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan fi Ilmi Ushulul Fiqh Muqarrar lishoffi Al-Khomis KMI, Gontor: Darussalam Press, tanpa tahun.
Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyyah fi Ushul Fiqh wal Qawaidul Fiqhiyyah, Jakarta : Maktabah Sa’diah Putra, tanpa tahun.

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »