Headline

Recent Posts

(SUSANTO SANTAWI) NIM : 20082299 SEMESTER VII (EKSEKUTIF) SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-KHAIRIYAH CILEGON

Selasa, 06 April 2010

SUSANTO SANTAWI

mpi

Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Islam
Kode Mata Kuliah :
Komponen : MKDK
Jurusan : Semua Jurusan
Program Studi : Semua Program Studi
Program : S1
Bobot : 2 SKS

Tujuan :
Setelah mengikuti perkuliahan Manajemen Pendidikan Islam diharapkan :
 Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep Manajemen Pendidikan Islam di dalam masyarakat, dunia kerja masing-masing.
 Mahasiswa memiliki pemahaman secara teoritis dan empiris dalam merencanakan, mengorganisir, melaksanakan program, melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi program Manajemen Pendidikan Islam serta mengembangkannya sesuai kontek perkembangan zaman.
 Juga diharapkan mahasiswa mampu mengelola lembaga pendidikan dan mampu menjadi pemimpin yang dapat memberdayakan lembaga pendidikan dengan responsif terhadap perubahan yang semakin dinamis dan komplek.

Topik :
1. Pengertian manajemen Pendidikan Islam. Urgensi Studi tentang Manajemen Pendidikan Islam bagi mahasiswa STIT
2. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan
3. Hubungan Manajemen Pendidikan dengan ilmu-ilmu lain
4. Persamaan dan perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan Pendidikan Islam
5. Unsur-unsur Manajemen Pokok Islam jalur Sekolah dan luar Jalur Sekolah
6. Manajemen Informasi dan kepemimpinan Pendidikan Islam
7. Kepemimpinan dan pengambilan keputusan
8. Tipe dan perilaku kepemimpinan
9. Kepemimpinan dan organisasi, perencanaan dan pendidikan
10. Tipe-tipe organisasi dan perencanaan dalam pendidikan
11. Pentingnya Organisasi dan perencanaan dalam pendidikan


SILABI MANAJEMEN PENDIDIKAN SLAM
1. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
2. Urgensi tentang Manajemen Pendidikan Islam
a. Problem Internal Kelembagaan
b. Tantangan dan peluang Lembaga Pendidikan Islam

3. Tujuan Studi Manajemen Pendidikan Islam

4. Fungsi-Fungsi Manajemen
a. Perencanaan
1) Pengertian Perencanaan
2) Sumber-sumber Perencanaan
3) Kategori Perencanaan

b. Pengorganisasian
1) Pengertian Pengorganisasian
2) Unsur-unsur Organisasi
3) Prinsip-prinsip Organisasi
4) Proses Organisasi
5) Teori Organisasi

c. Penggerakan
1) Pengertian Penggerakan
2) Motivasi
3) Kepemimpinan
4) Komunikasi

d. Pengendalian
1) Pengertian Pengendalian
2) Prinsip-prinsip Pengendalian
3) Proses Pengendalian

5. Kepemimpinan dan Profil Pendidikan Islam
a. Kepemimpinan Pendidikan Islam
1) Kepemimpinan Manajemen Islam
2) Konsep-konsep Kepemimpinan Pendidikan Islam

b. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1) Pengertian dan Peranan Kepala Sekolah
2) Kwalitas dan Kompetensi
3) Prilaku dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

c. Profil Manajer Pendidikan Islam
1) Kepemimpinan
2) Pengelolaan

6. Fisi dan Misi dan Karakteristik Pendidikan Islam
a. Visi dan Misi Pendidikan Islam
b. Karakteristik Pendidikan Islam



7. Bidang-bidang Manajemen Pendidikan Sekolah/Madrasah
a. Manajemen Finansial
1) Konsep Manajemen Keuangan
2) Anggran
3) Kegiatan Infestasi
4) Pengendalian Kas dan Biaya
b. Manajemen Pengembangan Kurikulum

c.
Referensi :
1. DR. Imadudin, Manajemen Islam
2. Abdurrahman Arifin, Teori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja".
3. Prof.DR. H.Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam
4. Marno,M.Pd.I, Islam by Management and Leadership
5. M.Karebet Widjaya Kusuma, Pengantar Manajemen Syari'ah
6. DR.E.Mulyasa,M.Pd, Menjadi Kepala Sekolah Profesional
7. DR.Nurhamid,M.Se, Manajemen Sekolah
8. DR. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan
9. Drs.H.Malayu S.Phasibuan, Manajemen Sumberdaya Manusia
10. Imam Mujiono, Kepemimpinan dan KeorganisasianMftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep asar dan Aplikasinya


Topik :
I. Pengertian manajemen Pendidikan Islam. Pentingnya Kajian Manajemen Pendidikan bagi mahasiswa STIT
 Pengerian Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen merupakan terjemahan langsung dari kata management bahasa Inggris, yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan. Management berakar dari kata kerja "to manage", yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan atau mengelola (Hasan Sadily:Kamus Inggris-Indonesia)
Stonner (Bukunya Manajemen) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, tindakan dan pengawasan.
Dalam bahasa Arab pengertian dan hakekat manajemen adalah "التدبير " (Pengaturan) yang kalimat fi'ilnya "دبر " (mengatur),seperrti banyak didapati dalam Al-Qur'an, antara lain:

"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu" (As-Sajdah (32) : 5)
Maksud urusan itu naik kepadanya ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat. ayat Ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagunganNya.

"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup[689] dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (Yunus ( 10) : 31)

[689] sebagian Mufassirin memberi misal untuk ayat Ini dengan mengeluarkan anak ayam dari telur, dan telur dari ayam. dan dapat juga diartikan bahwa pergiliran kekuasaan diantara bangsa-bangsa dan timbul tenggelamnya sesuatu umat adalah menurut hukum Allah.

James H.Donelly, mendefinisikan : Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengatur kegiatan-kegiatan melalui orang lain sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang tidak mungkin dilaksanakan satu orang saja.
GR Terry dalam bukunya "Principles of Management", menyebutkan bahwa manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfatan semua sumber daya melalui orang lain dan bekerja sama dengannya. Proses itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama secara efektif, efisien dan produktif. Sedangkan pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, manajeman dalam pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (Umat Islam, Lebaga Pendidikan dan lainnya), baik perangkat keras maupun lunak melalui kerja sama dengan orang lain secara efektif, efisien dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa dalam manajemen terdapat fungsi-fungsi yang berlaku secara universal. Artinya meskipun konsep manajemen di bangun atas dasar nilai dan budaya yang berbeda tetapi memiliki fungsi-fungsi manajerial yang sama. Perbedaan itu hanya terletak pada penerapannya dalam sebuah organisasi, yaitu karena perbedaan manajer, tipe dan sifat organisasi, tipe anggota dll. Dari sini difahami bahwa "Manajemen Pendidikan Islam memiliki fungsi-fungsi manajerial yang sama dengan manajemen pada umumnya, tetapi dalam penerapannya dipengaruhi oleh tipe, sifat dan jenis organisasi tersebut sebagai organisasi pendidikan Islam yang berusaha mengejawantahkan nilai-nilai Islam di dalam sistem pendidikannya.
Zarkowi Soejoeti, menguraikan tentang "Pendidikan Islam" secara rinci, yaitu:
1. Jenis Pendidikan yang didirikan dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat serta semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselengarakan. Dalam hal ini Islam di tempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam seluruh kegiatan pendidikan.
2. Jenis pendidikan yang memberikan perhatian sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan. Dalam hal ini Islam ditempatkan sebagai bidang studi.
Dari uraian tersebut, dijelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah pendidikan yang menempatkan Islam sebagai sumber nilai dan sekaligus sebagai bidang studi yang ditawarkan lewat program-program bidang studi yang diselengarakan suatu organisasi atau lembaga pendidikan.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen pendidikan Islam adalah "bentuk kerja sama untuk melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), penyusunan personalia/kepegawaian (Staffing), pengarahan dan kepemimpinan (Leading), dan pengawasan (controlling) terhadap usaha-usaha para anggota organisasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya manusia, finansial, fisik dan lainya yang menjadikan Islam sebagai landasan dan pemandu dalam praktek operasionalnya untuk mencapai tujuan organisasi (Pendidikan Islam) dalam berbagai jenis dan bentuknya untuk membantu seseorang atau sekelompok siswa dalam menanamkan ajaran dan menumbuhkan nilai-nilai ajaran Islam.

 Urgensi Kajian Manajemen Pendidikan Islam bagi Mahasiswa STIT:
1. Sebagai Muslim, Alasan Faktual – obyektif tentang perlunya mempelajari dan memahami konsep manajemen Islami adalah:
1) Satu dari setiap lima penduduk bumi ini adalah Muslim, sehingga jumlah populasinya mempunyai arti penting bagi perekonomian dunia.
2) Mereka kebanyakan berdiam di berbagai bagian bumi yang sangat kaya dengan sumber daya alam, namun miskin dalam ekonomi dan relatif buruk dalam manajemennya.
Misalkan cadangan minyak mentah dan gas alam:
- Saudi Arabiyah menguasai 35 % cadangan minyak di timur tengah dan menyimpan 25 % cadangan minyak dunia.
- Negara2 Muslim bekas uni sovyet menguasai 25 % cadangan minyak Rusia dan akan menjadi daerah penting bagi investasi Amerika serta Negara-negara barat dan Eropa .
- Sumber daya gas alam, salah satu cadangan raksasa dunia berada di lepas pantai Natuna Indonesia yang penduduknya 85% Muslim
3) Untuk meningkatkan produktifitas masyarakat dunia memerlukan orang yang mampu mengelola sumber daya alam yang kaya tersebut secara optimal
2. Sebagai Mahasiswa STIT, mengkaji manajemen Pendidikan Islam menjadi sangat urgen, ketika melihat realitas lembaga-lembaga pendidikan Islam dihadapkan dengan tantangan yang berkembang di masyarakat, yang menurut beberapa pengamat, bahwa sebagian besar lembaga-lembaga pendidikan Islam masih menghadapi "Problem Internal kelembagaan" sementara tantangan yang dihadapi semakin berat. Keadaan demikian menuntut kajian mendalam tentang proses manajerial dan pengelolaan lembaga agar dapat mengatasi problem internal dan dapat merespon perkembangan yang terjadi.
Yang menyebabkan studi tentang manajemen pendidikan Islam menjadi sangat penting dan urgen, diantaranya karena:

1) Adanya Problem internal kelembagaan;
Malik Fajar mengatakan, bahwa problem internal dimaksud adalah Sistem Kependidikannya; seperti Sistem manajemen, etos kerja, kualitas dan kuantias guru, kurikulum, sarana fisik dan fasilitasnya. Imam Suprayogo: bahwa posisi Madrasah berada dalam lingkaran setan, sebuah problem yang bersifat Causal Relationship(adanya hubungan sebab akibat), yaitu dari problem dana yang kurang memadai, fasilitas, kualitas, semangat, inovasi rendah, peminat kurang demikian seterusnya berputar bagai lingkaran setan.
Pada hal Jika dilihat dari potensi yang ada, lembaga-lembaga pendidikan Islam memiliki kekuatan yang cukup besar, tetapi sumber-sumber kekuatan itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disadari karena fungsi-fungsi manajerial belum dilaksanakan dengan baik, para pengelola belum memahami dan mengaktualisasikan manajemen dengan benar, tidak berusaha melakukan inovasi-inovasi pengembangan. Kekuatan dan potensi tersebut jika diidentifikasi sbb:
a. Pendidikan Islam mempunyai akar budaya yang kuat, karna lahir dan berkembang serta sudah menjadi bagian yang takterpisahkan dari masyarakat.
b. Potensi mayoritas penduduk Indonesia muslim yang mempunyai ikatan emosional dengan simbul-simbul keagamaan.
c. Secara politis pendidikan Islam mempunyai peluang besar, karena birokrat dan elit politik sebagian besar memiliki sense dan kepedulian terhadap pendidikan Islam.
2) Adanya tantangan dan peluang lembaga pendidikan Islam
Tantangan : Menurut Malik Fajar, bahwa dalam masyarakat akhir-akhir ini terjadi pergeseran pandangan/ persepsi terhadap pendidikan seiring dengan tuntutan masyarakat yang berkembang secara makro. Masyarakat melihat pendidikan sebagai bentuk investasi masa depan, (Al-Mujadalah(58):11):

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Infestasi masa depan, baik yang berkaitan dengan modal maupun manusia, (Human and capital investmen), membantu peningkatan keterampilan dan pengetahuan serta kemampuan produktif.
Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat terpelajar dalam memilih lembaga pendidikan bagi anak-anaknya, yaitu : 1) gambaran hidup masa depan, 2) posisi dan status sosial, serta 3) agama. Dalam hal ini jika lembaga pendidikan islam dapat memenuhi tiga kriteria tersebut, maka akan semakin diminati terutama oleh masyarakat terpelajar, tetapi jika tidak dapat memenuhi tiga kriteria tersebut, maka pendidikan Islam akan selalu terpinggirkan (termarjinalkan).
Peluang : Padahal Lembaga Pendidikan Islam memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi alternatif pendidikan masa depan. Kecenderungan tersebut dapat dilihat:
1) Terjadinya mobilitas sosial (munculnya masyarakat menengah baru terutama kaum intlektual yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat.
2) Munculnya kesadaran baru dalam beragama terutama pada masyarakat perkotaan
3) Arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat perlu disikapi secara arif, yaitu dengan cara meningkatkan kemampuan peserta didik terhadap IPTEK dan IMTAQ.


 Tujuan Studi Manajemen Pendidikan Islam :
1) Untuk mempelajari teori Manajemen, kemudian agar diaktualisasikan dalam pendidikan Islam.
2) Mempelajari nilai-nilai Islam yangdijadikan sebagai landasan dan pemandu dalam penyelenggaraan manajemen Pendidikan.
3) Untuk mempelajari kepemimpinan dan manajemen pendidikan Islam dalam berbagai bidangnya.misal: Manajemen finansial, manajemen kesiswaan, manajemen humas, manajemen pengembangan kurikulum, manajemen Administrasi.
4) Untuk mempelajari berbagai permasalaan dan karateristik pendidikan Islam terutama yang terkait dengan manajeen dan pengelolaannya.

II. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan
Dalam aplikasinya, peranan manajeman sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen, yang menjadi inti manajemen itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut merupakan proses yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam sebuah organisasi. Karena fungsi-fungsi inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya kinerja manajemen. Fungsi-fungsi tersebut adalah :
1. Perencanaan (Plenning)
A. Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah penentuan secara matang dan cerdas tentang apa yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan.
Sedangkan menurut Muhammad Fakri perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih lanjut Muhammad Fakri menyatakan bahwa perencanaan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan. Dari kutipan tersebut dapat dianalisis bahwa dalam menyusun perencanaan perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masa depan, adanya kegiatan, proses yang sistematis, hasil dan tujuan tertentu.
Perencanaan merupakan sistem manajemen dalam pendidikan Islam, menjadi langkah pertama yang harus benar-benar diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan Islam karena sistem perencanaan meliputi penentuan tujuan, sasaran dan target pendidikan Islam yang hendak dicapai, tentunya harus didasarkan pada situasi dan kondisi sumber daya yang dimiliki. Sehinga dalam merumuskan perencanaan perlu diadakan penelitian secara seksama dan akurat. Kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam, akan berakibat sangat fatal bagi kelangsungan Pendidikan Islam. Perencanaan tersebut harus tersusun secara rapih, sistematis dan rasional. Demikian dapat diambil makna yang diisyaratkan Allah dengan Firman-Nya: Ttg pentngnyateliti sebelum berbuat. (An-Nisa(4) : 94)

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu[338]: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, Karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah keadaan kamu dahulu[339], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-Nisa (4): 94)
Perencanaan dalam Pendidikan Islam bukan hanya diarahkan untuk mencapai keduniaan saja tetapi juga diarahkan untuk mencapai kebahagiaan ukhrowi secara seimbang.

B. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Menyusun Perencanaan.
Perencanaan membutuhkan pemkiran yang mendalam. Pemikiran yang dilandasi dengan keikhlasan dan keinginan untuk merencanakan suatu perencanaan hendaknya memperhatikan pendapat dan aspirasi bersama, Islam menurut Asnawir dalam bukunya Manajemen Pendidikan, paling tidak dalam menyusun perencanaan pendidikan, termasuk perencanaan pendidikan Islam, perlu memperhatikan empat unsur:
1) Pertama tujuan hendaknya jelas, yang tercakup perumusan sasaran untuk mencari solusi dari problem yang ada.
2) Kedua, menetapkan teknik pengumpulan dan pengolahan data.
3) Ketiga, berorentasi ke masa depan yang bersifat prediksi.
4) Keempat, adanya kegiatan yang tersusun, terangkai untuk mencapai tujuan.
Keempat unsur tersebut hendaknya menjadi perhatian bagi manajer sebelum menyusun perencanaan. Hal ini perlu karena berhubungan dengan kualitas, efektifitas dan efesiensi dalam isi kebijakan yang tersusun dalam perencanaan.
Selanjutnya selain memperhatikan unsur-unsur tersebut pelu diperhatikan syarat-syarat dalam menyusun perencanaan, yaitu:
1) Perencanaan dalam lembaga pendidikan Islam hendaknya memperhatikan dan didasarkan kepada tujuan yang jelas.
2) Dalam perencanaan hendaknya mengutamakan aspek kesederhanaan, realistis dan praktis.
3) Terinci dan memuat segala uraian, klasifikasi kegiatan dan rangkaian kegiatan sehingga memudahkan pelaksanaan serta memedomaninya.
4) Memperhatikan fleksibilitas sehingga mudah beradaptasi dengan keadaan, kebutuhan dan kondisi dan situasi.
5) Menghindari duplikasi dalam pelaksanaannya.
Dari uraian tersebut tergambar bahwa perencanaan dilakukan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan, di sisi lain, perencanaan di susun berdasarkan prioritas, efektif dan efesien.
C. Ciri-Ciri Perencanaan Lembaga Pendidikan Islam
Ada beberapa ciri-ciri perencanaan lembaga pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam mengananlisis, merumuskan dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi internal dan berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain.
2) Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan masalah, kebutuhan, situasi, dan tujuan, keadaan perekonomian, keperluan penyediaan dan pengembangan tenaga kerja bagi pembangunan nasional serta memperhatikan factor sosial politik merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan yang menyeluruh.
3) Tujuan perencanaan pendidikan adalah menyusun kebijaksanaan dan mengggariskan strategi pendidikan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan pada masa yang akan datang.
4) Perencanaan pendidikan sebagai perintis atau pelopor dalam kegiatan pembangunan hendaknya memperhatikan masa depan dan bersifat inovatif, kuantitatif dan kualitatif.
5) perencanaan pendidikan selalu memperhatikan dan menganalisa factor ekologi, baik internal maupun eksternal.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat dipahami dalam kontek pelaksanaannya tidak dapat diukur dan dinilai secara instant dan cepat, tetapi membutuhkan waktu yang lama, terutama yang bersifat kualitatif. Kenapa membutuhkan waktu yang lama? Karena pendidikan adalah sebuah pranata, pranata social yang hasilnya membutuhkan waktu yang lama.
D. Prinsip-Prinsip Perancangan dan Implementasi Perencanaan
Di antara prinsip-prinsip Perencanaan adalah :
1) Perencanaan adalah interdisipliner, karena pendidikan sesungguhnya interdispliner terutama yang terkait dengan pembangunan manusia.
2) Perencanaan bersifat fleksibel, dalam arti tidak kaku tetapi bersifat dinamis serta responsive terhadap tuntutan masyarakat dan pendidikan.
3) Perencanaan itu obyektif rasional, dalam arti untuk kepentingan umum .
4) Perencanaan dunilai dari apa yang sudah dimiliki.
5) Perencanaan adalah wahana untuk menghimpun kekuatan kekuatan secara terkoordinir.
6) Perencanaan disusun sesuai dengan data, perencanaan tanpa adata tidak memiliki kekuatan yang dapat diandalkan.
7) Perencanaan adalah mengendalikan kekuatan sendiri, tidak bersandarkan kepada kekuatan orang lain.
8) Perencanaan bersifat komprehensif dan ilmiah, dalam arti mencakup aspek esensial pendidikan dan disusun secara sistematik dengan menggunakan prinsip dan konsep keilmuan.
Prinsip prinsip tersebut berguna dalam proses perancangan perencanaan lembaga pendidikan Islam.
F. Jenis –Jenis Perencanaan
Menurut Asnawir ada tujuh jenis-jenis perencanaan, yang kesemua itu dilihat dari sudut pandang berbeda, di antara jenis-jenis perencanaan tersebut adalah;
1. Dilihat dari segi waktu, dari segi waktu perencanaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Perencanaan jangka panjang, yang termasuk dalam perencanaan jangka panjang adalah rentang waktu sepuluh sampai tiga puluh tahun. Perencanaan jangka panjang ini bersifat umum, dan belum terperinci.
2) Perencanaan jangka menengah, jangka menengah biasanya mempunyai jangka waktu antara lima sampai sepuluh tahun.
3) Perencanaan jangka pendek, yaitu perencanaan yang mempunyai jangka waktu antar satu tahun sampai lima tahun.
2. Dilihat dari segi sifatnya perencanaan dibagi menjadi dua yaitu :
1) Perencanaan kuantitatif, yang termasuk perencaan kuantitatif adalah semua target dan sasaran dinyatakan dengan angka-angka.
2) Perencanaan kualitatif adalah perencanaaan yang ingin dicapai dinyatakan secara kualitas.
3. Dilihat dari segi luas wilayah, perencanaan pendidikan dipandang dari segi luas wilayah dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1) Perencanaan local, yaitu perencanaan yang disusun dan ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang ada di daerah-daerah dengan sifat yang terbatas. pertama
2) Perencanaan regional adalah perencanaan yang ditetap[kan di tingkat propinsi
3) Perencanaan nasional, adalah perencanaan di suatau Negara dan dijadikan dasar untuk perencanaan local dan regional.
4) Perencanaan internasional yaitu perencanaan oleh bebebrapa Negara yang melewati batas-batas suatu negara yang dilaksanakan melalui dari Negara-negara tersebut.
4. Perencanaan dari segi luas jangkauan terbagi menjadi dua yaitu:
1) perencanaan makro yaitu perencanaan yang bersifat universal, menyeluruh dan meluas.
2) perencanaan mikro adalah perencanaan yang ditetapkan dan di susun berdasarkan kondisi dan situasi tertentu.
5. Dari segi prioritas pembuatnya perencanaan dapat dibagi menjadi tiga,yaitu:
1) perencanaan sentralisasi, yaitu perencanaan yang ditentukan oleh pemerintah pusat pada suatu Negara.pertama
2) perencanaan desentralisasi yaitu perencanaan yang di susun oleh masing-masing wilayah
3) perencanaan dekonsentrasi yaitu perencanaan gabungan antara sentralisasi dengan desentralisasi.
6. Dari segi obyek perencanaan dibagi menjadi dua:
1) perencanaan rutin yaitu perencanaan yang di susun untuk jangka waktu tertentu yang dilakukan setiap tahun.
2) perencanaan eksendental, yaitu perencanaan yang di susun sesuai dengan kebutuhan yang mendesak pada saat tertentu.

7. Dari segi proses, perencanaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
1) Perencanaan filosofikal, yaitu perencanaan yang bersifat umum, hanya berupa konsep-konsep dari nilai yang bersifat ideal dan masih memerlukan penafsiran-penafsiran dalam bentuk program.
2) Perencanaan programial adalah perencanaan berupa penjabaran dari perencanaan filosofikal.
3) Perencanaan operasional yaitu perencanaan yang jelas dan dapat dilakukan.

2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interaksi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan.
Pengorganisasian merupakan implementasi dari perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip organisasi Islam, yaitu: Kebebasan, Keadilan, Musyawarah.
a. Kebebasan; kebebasan yang ada dalam pendidikan Islam bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan dalam mengekpresikan pemikiran atau ide-ide dan langkah-langkah inovasi untuk kebaikan organisasi.
b. Keadilan; keadilan dalam pendidikan Islam lebih mengacu pada keadilan non materi (kepuasan batin), artinya meski kebutuhan materi terpenuhi namun jika kepuasan batin belum terpenuhi, maka keadilan itu tidak ada artinya.
c. Musyawarah; musyawarah merupakan cerminan demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam, (Ali Imron (3): 159):

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Dengan musyawarah berbagai persoalan yang muncul akan dapat diselesaikan dengan baik dan semua pihak merasa ikut memiliki dan bertanggungjawab terhadap segala keputusan yang telah ditetapkan, pada akhirnya lembaga pendidikan Islam akan berjalan sebagaimana mestinya.
3. Penggerakan (Actuiting)
Penggerakan dalam pendidikan Islam merupakan upaya untuk memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada seluruh SDM dari personil yang ada dalam suatu organisasi agar dapat menjalankan tugasnya dengan kesadaran yang paling tinggi. Artinya dengan memberi motifasi yang diarahkan untuk mencapai ridlo Allah, sesuai hadis Rasul dari Umar bin Khattab tentang hijrah:
انماالاعمال بالنيةوانمالكل امرء ما نوى. من هجرالى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله........................
Dan barang siapa hijrahnya karena harta dan wanita, maka hijrahnya kapada apa yang dihijrahinya".

4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah peroses pemantauanyang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaaan secara konsekwen baik yang bersifat materi maupun spiritual. Pengawasan dalam pendidikan Islam adalah pengawasan yang komplek, artinya bahwa hakekat kehidupan ini bukanlah dimonitor oleh manajer dan atasannya saja, akan tetapi yang lebih penting adalah pengawasan Allah (Ali Imron (3): 29):

Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Hubungan di antara fungsi-fungsi manajerial di atas merupakan satu kesatuan sebagai proses yang berkesinambungan. Hubungan fungsi-fungsi manajerial dapat digambarkan sebagai berikut:

III. Hubungan Manajemen Pendidikan dengan ilmu-ilmu lain
Dr.Nur Hamid,M.Sc menjelaskan, bahwa Suatu pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu, apabila telah memenuhi persyaratan ilmu, yaitu (1). Telah memiliki Obyek, (2). Memiliki Metode Penyelidikan, (3). Sistematis, (4). Punya tujuan (5) mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya.
Dari sini jelas bahwa pengetahuan tentang Manajemen Pendidikan dipandang sudah memenuhi syarat sebagai ilmu, karena keempat persyaratan tersebut telah dimiliki ilmu pendidikan, yaitu telah :
4) Memiliki Obyek ;
Obyek pendidikan ada dua macam, yaitu obyek materi dan obyek formal.
Obyek materi adalah sesuatu yang dikenai pendidikan, yaitu para peserta didik dan warga sekolah. Sedang yang dimaksud obyek formal adalah apa yang dibentuk oleh pendidikan. Obyek formal pendidikan adalah gejala yang tampak, dapat dirasakan, dihayati dan diekspresikan dalam kehidupan manusia sehari-hari (kemampuan Peserta didik setelah menerima Pendidikan).
5) Memiliki metode Penyelidikan;
Metode penyelidikanya secara deduktif, dengan memahami ayat-ayat dan hadis tentang pendidikan:
        ••              ( التحريم: 6)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة. أطلب العلم من المهد الى للهد
Metode Induktif; jika berangkat dari kajian tentang kehidupan umat yang mengalami proses pendidikan pra lahir (تربية قبل الولادة ), ketika dilahirkan, pasca lahir (تربية بعد الولادة), bahkan ada yang sampai pasca kematian.
6) Sistematis;
Seperangkat komponen atau usur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Manajemen Pendidikan Islam sebagai ilmu, terdiri dari: Kurikulum, Insan Sekolah, Proses KBM Media belajar, Komunikasi, BP, Evaluali, Kepemimpinan, Organisasi, Perencanaan, keuangan, dst.
7) Memiliki tujuan; manajemen pendidikan.
Tujuan Manajemen Pendidikan sebagaimana dijelaskan di atas.
Cabang-cabang ilmu yang terkait dengan ilmu pendidikan adalah:
1) Pendidikan teoritis;
2) Sejarah pendidikan dan perbandingan pendidikan;
3) Pengembangan kurikulum;
4) Didaktik metodik, atau proses belajar mengajar;
5) Media dan alat belajar;
6) Komunikasi dan informasi pendidikan;
7) Bimbingan dan konseling;
8) Evaluasi pendidikan;
9) Profesi dan etka pendidikan ;
10) Kepemimpinan dan supervisi pendidikan;
11) Perencanaan pendidikan;
12) Organisasi dan manajemen pendidikan;
13) Statistik dan penelitian pendidikan;

Menurut sejumlah ahli yang lain mengatakan bahwa persyaratan suatu ilmu harus jelas ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi adalah masalah apa, yaitu apa yang akan ditangani oleh pendidikan. Hal ini bertalian dengan obyek materi dan obyek formal ilmu pendidikan yang telah diuraian di atas. Oleh karena itu ilmu pendidikan telah memiliki obyek secara jelas.
Epistimologi adalah masalah kebenaran, yaitu bagaimana cara mewujudkan kebenaran, cara mewujudkan kemampuan peserta didik setelah menerima pendidikan, demikian pula cara mewujudkan kemampuan pengelola pendidikan. Sedang aksioklogi membahas masalah tindakan yang benar atau kegunaan pendidikan itu untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia. Firman Allah SWT. (Al-Mujadalah: 11):

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
العلم كالنور
من ازداد علما لم يزدد هدى ولم يزدد الى الله الا بعدا
IV. Persamaan dan perbedaan manajemen dan kepemimpinan pendidikan Islam
Marno,M.Pd.I dalam bukunya menjelaskan bahwa kepemimpinan dan manajemen memiliki kaitan yang sangat erat, manajemen selalu diasosiasikan dengan rasionalitas pencapaian tujuan. Sedangkan kepemimpinan sebaliknya, yaitu tidak hanya mementingkan ketercapaian tujuan tetapi juga peduli pada sisi penerimaan social. Oleh karena itu peranan sebagai pemimpin lebih luas dibandingkan dengan peranan sebagai manajer.
Ada perbedaan yang mendasar antara manajemen dengan kepemimpinan, yang secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN
1) Para manajer adalah orang-orang yang melakukan hal-hal dengan benar
2) Manajemen berurusan dengan upaya untuk menghadapi kompleksitas
3) Manajer mendorong.
4) Para manajer peduli pada bagaimana hal-hal dikerjakan.
5) Fokus pada system dan struktur
6) Lebih mengacu pada hasil akhir
7) Efisiensi
8) Manajer memberi perintah
9) Jadi focus manajemen pada masalah operasional dan pelaksanaan suatu tugas di masa mendatang. Dengan demikian manajemen lebih terfokus pada standar tertentu, problem solving, profesionalisme, degan berpatokan pada undang-undang serta disiplin yang berlaku, serta penggunaan otoritas 1) Para pemimpi adalah orang-orang yang melakukan hal-hal yang benar.
2) Kepemimpinan berurusan dengan upaya untuk menghadapi perubahan.
3) Pemimpin menarik
4) Para pemimpin peduli terhadap apa makna berbagai hal bagi orang-orangnya.
5) Fokus pada manusia
6) Mengacu pada keluasan wawasan
7) Efektifitas.
8) Pemimpin berkomunikasi
9) Kepemimpinan terkonsentrasi dan terfakus pada masalah hubungan dengan manusia dan memerhatikan masalah-masalah masa depan. Oleh karenan itu kepemimpinan tidak banyak memperhatikan hal lain kecuali masalah-masalah besar dan penting saja. Kepemimpinan banyak memperhatikan masalah visi, strategi dan selalu menekankan keteladanan dan pelatihan. Menghabiskan banyak waktu bersama dengan para pengikut serta memerhatikan mereka sebagai manusiam

Persamaan keduanya adalah sama-sama pentingnya. Sebab jika hanya kepemimpinan yang berjalan maka dia hanya mengajari kita hidup di masa depan serta hubungan-hubungan dengan manusia, sementara kita tidak menghiraukan kebutuhan saat ini. Padahal tanpa itu, tidak mungkin kita bisa melanjutkan hidup hingga ke masa depan. الدنيا مزرعة الاخرة
Sementara jika manajemen saja, maka akan membuat kita jauh dari tujuan-tujuan jangka panjang, terikat oleh disiplin dan peraturan yang ada. Akibatnya, lupa hubungan-hubungan dengan sesama manusia.jadi kepekaan sosialnya kurang.

V. Unsurunsur Manajemen Pokok Islam Jalur Sekolah dan luar jalur Sekolah
Secara garis besar unsur-unsur manajemen pendidikan Islam adalah manajemen yang mengacu pada aspek institusi (lembaga), struktur, personalia, informasi teknik dan lingkungan.
Sedangkan instansi pendidikan Islam secara garis besar dapat dikelompokan ke dalam dua bagian, yaitu:
1) Institusi pendidikan Sekolah
2) Institusi pendidika luar sekolah

1. Pendidikan Jalur Sekolah/Madrasah
1) Pendidikan Formal (Pendidikan Sekolah)
a. Raudatul Atfal
b. MI/MD
c. MTs./Wudtho
d. MA/MAK
e. PT
Diantara unsurunsur manajemennya adalah:
a. manajemen kepala sekolah
b. manajemen ketenagaan
c. manajemen personalia
d. manajemen kurikulum
e. kesiswaan , sarpras, humas, komite
f. kelas
g. pustaka
h. laboratorium
i. ketata usahaan
j. keuangan, bendahara .... dll

2. Luar Jalur Sekolah /Madrasah
1) Pendidikan In Formal/Pendidikan Rumah Tangga/ keluarga; yaitu merupakan pendidikan awal bagi anak-anak dalam suatu keluarga, yang mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa-masa berikutnya.

Dalam pendidikan informal, yang memegang peranan penting adalah orang Tua, terutama ibu sebagai leader dan tauladan utama dalam pendidikan, sebagaimana hadis menegaskan bahwa orang pertama yang harus dihormati adalah ibumu sampai tiga kali, kemudian Bapakmu. Juga kerabat, famili dan lain-lain. Oleh karena itu pula yang utama harus diminij adalah orang tua dan keluarga itu sendiri, terutama ibu, yang perlu mendapat pendidikan, baik melalui kegiatan pendidikan formal maupun non forma seperti Pengajian Majlis Ta'lim, koran, majalah, TV, radio, internet dan lain-lain, karena dengan demikian diharapkan ibu-ibu mampuh melaksanakan perannya sebagai guru pertama dan yang paling utama bagi anak-anaknya dalam keluarga, sabda Rasulullah: الجنة تحت اقدام الامهات
Pentingnya keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam diisayratkan dalam Al-Qur'an Surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Firman Allah (QS. An-Nisa: 9)

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Berdasarkan hadis dan ayat-ayat tersebut di atas jelas bahwa pendidikan informal mempunyai peranan yang sangat penting sebagai langkah awal dalam membina watak dan kepribadian anak yang dapat dipertanggung jawabkan. Sabda Rasulullah
كل مولود يولد على الفطرة. فأبواه يهودانه او ينصرانه
2) Pendidikan Non Formal; yaitu lembaga pendidikan yang teratur namun tidak mengikuti peraturan-peraturan sebagaimana aturan sekolah. Demikian pula Abu Ahmadi mengatakan bahwa pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan terencana diluar kegiatan lembaga pendidikan sekolah (Formal).
Pendidikan non formal berarti pendidikan dalam lingkungan Masyarakat, yang pemegang utamanya adalah tokoh-tokoh masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab tentang maju mundurnya pendidikan non formal tersebut karena mereka sebagai top leadernya. Pendidikan non formal yang dimaksud seperti:
a. Pendidikan di Masjid, mushola, langgar atau syuro
b. Diniyah yg tidak mengikuti ketetapan resmi
c. Majlis ta'lim, TKA-TPA, wirid remaja dll
d. Kajian dan kursus-kursus keislaman
e. Badan Pembinaan rohani
f. Badan Konsultasi keagamaan
g. Kursus tilawatil qur'an

VI. Manajemen Informasi dan kepemimpinan pendidikan Islam
A. Manajemen Informasi
1. Pengertian Manajemen Informasi Pendidikan
Manajemen informasi Pendidikan ialah suatu proses meminij atau mengelolah data-data untuk menghasilkan informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan.
2. Perbedaan dan persamaan Informasi manajemen Pendidikan dengan Informasi Manajemen bisnis (Umum) adalah :
PERSAMAANNYA PERBEDAANNYA
Sama-sama memberikan informasi bagi pengguna (User). SIM Umum (Bisnis) berorientasi kepada keuntungan sedangkan dalam SIM Pendidikan beorientasi kepada jasa dan pelayanan.
Laporan yang dihasilkan dapat disajikan dalam bentuk grafik, gambar, tabel, dan matematika. Penekanan dalam kegunaannya disesuaikan dengan obyek dan lingkungan kerja masing-masing.
Dapat memenuhi kebutuhan dalam memberi informasi sampai level pengambil keputusan Perancangan SIM Pendidikan ini dibuat secara sederhana, sedang dalam SIM Bisninis cukup rumit
Keputusan dapat diperoleh dengan cepat, tepat dan akurat.

Gambar SIM Umum :
Lingkungan


Sedangkan SIM Pendidikan dapat digambarkan secara matris sebagai berikut :

P
p

Dalam Sistem Informasi Manajemen Pendidikan yang perlu mendapat perhatian lebih adalah Sistem Informasi Keuangan atau Akuntansi, dan akademis atau kurikulum serta kesiswaan seperti masalah nilai dan penjadwalan.
Adapun Informasi yang dihasilkan dan diperlukan dalam manajeman pendidikan adalah informasi-informasi yang berkaitan dengan Pendidikan misalnya tentang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan, out put, dan program-progran pendidikan, yang kesemuanya itu dapat di akses dengan cepat, efektif dan efisien, dan dapat menyumbangkan serta membantu menangani kompleksitas kegiatan Manajemen pengelolaan lembaga pendidikan, seperti perencanaan, pengorganisasian, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan serta membentuk sistem jaringan Informasi Manajemen Pendidikan yang cepat dan akurat dengan out put atau hasil yang lebih baik.
Sistem Informasi Manajemen Jika diterapkan dalam dunia pendidikan, maka tentu saja dapat membantu bagi pengelola lembaga pendidikan terutama dalam pengambilan keputusan dan pemecahan terhadap masalah-masalah pendidikan dengan cepat, tepat dan akurat.

3. Pentingnya mempelajari sistem Informasi Manajemen Pendidikan
Mempelajari Sistem Informasi Manajemen Pendidikan sangat penting, karena Sistem Informasi Manajemen Pendidikan sudah menjadi kebuutuhan masyarakat luas, dan sebagai alat komunikasi yang efektif, efisien serta sebagai rekomendasi dalam pengambilan keputusan. Juga banyak informasi yang berkaitan dengan Pendidikan didapati dan diperoleh dari SIM dengan cepat dan akurat, bahkan banyak jenis data dan informasi administrasi kependidikan yang dapat di akses dengan efektif dan efisien.
Dalam menunjang kegiatana atau tugas manajemen, SIM pendidikan dapat menyumbangkan serta membantu menangani kompleksitas kegiatan dari pengelolaan lembaga pendidikan, misalnya dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan serta membentuk sistem jaringan Informasi Manajemen Pendidikan yang cepat dan akurat dengan out put atau hasil yang lebih baik.
Dalam Perancangan atau pembuatan SIM Pendidikan bermula dari masalah-masalah yang muncul alami lembaga pendidikan itu sendiri. Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan yang kemudian sangat membutuhkan SIM. Diantaranya masalah honor guru dll.
Sistem Manajemen Informasi secara umum, mencakup teori, organisasi, dan motodologi, secara operasioanl dan manajerial dapat digunakan sebagai alat penunjang Sistem Informasi Manajemen Pendidikan yang berkaitan dengan pengambilan keputusandan pemilihan alternatif keputusan terhadap masalah-masalah yang sering muncul di lembaga pendidikan, diantaranya : Masalah honor guru yang sering terlambat. Hal ini terkait dengan pengelolaan keuangan yang tidak sistematis. Permasalahan ini juga terkait dengan SIM Pendidian, baik secara operasional maupun manajerial dalam lembaga pendidikan, diperlukan pengolahan data yang cepat dan akurat untuk meminij informasi secara efektif dan efisien.
Alternatif Pemecahan Masalah :Jika permasalahan tersebut diurai dengan menggunakan kerangka pemecahan masalah (Problem Solving), yang terdiri dari : masalah, standar, yang telah terjadi, alternatif pemecahan masalah, dan solusi, adalah sebagai berikut :


B. Kepemimpinan pendidikan Islam

Kepemimpinan pendidikan Islam. Sebelum mengetahui apa yang dimaksud kepemimpinan pendidikan Islam, disini akan dibahas terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan Kepemimpinan Pendidikan, dan pendidikan Islam.

Marno (2006:53), mengikuti pendapat Fachrudi yang mengatakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah sebagai suatu kemampuan dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir orang-orang lain yang ada hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran. Sedangkan Nawawi mengatakan kepemimpinan pendidikan adalah proses menggerakan, mempengaruhi, memberikan motivasi dan mengarahkan orang-orang di dalam organisasi atau lembaga pendidikan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Dan untuk mewujudkan tugas tersebut, setiap pemimpin pendidikan harus mampu bekerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya untuk memberikan motivasi agar melakukan pekerjaannya secara ikhlas.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan Pendidikan adalah proses mempengaruhi, mengkoordinir, memotivasi dan mengarahkan orang-orang dalam suatu lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.

Marno hal. 48, 52, 78, 224,

Adapun Pendidikan Islam didefinisikan antara lain oleh Ramayulis (2008: 260), bahwa Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Zarkowi Soejoeti (1986: 6), mendefinisikan pendidikan Islam dalam tiga pengertian: (1). Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. (2). Jenis pendidikan yang memberikan perhatian dan sekaligus menjadikan ajran Islam sebagai pengetahuan untuk perogram studi yang diselenggarakannya. (3). Jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian tersebut di atas.
Muhaimin (2001: 103), menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Islanm adalah (1). Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam menanamkan ajaran dan/atau menunmbuh- kembangkan nilai-nilai Islam; (2). Segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang berdampak pada tertanamnya ajaran dan/atau tumbuh kembangnya nilai-nilai Islam pada salah satu atau beberapa pihak; (3). Keseluruhan lembaga pendidikan yang mendasarkan segenap program dan kegiatan pendidikannya atas pandangan serta nilai-nilai Islam.
Dari beberapa definisi tentang pendidikan Islam tersebut di atas dapat difahami bahwa pendidikan Islam adalah sebuah organisasi yang terbagi dalam bebagai jenis pendidikan dengan sifat, karakter dan tujuan yang berbeda. Inti dari pendidikan Islam adalah suatu lembaga yang berusaha untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam ke dalam sistem pendidikannya.

Berdasar uraian tentang Kepemimpinan Pendidikan dan Ppendidikan Islam tersebut di atas dapat simpulkan bahwa Kepemimpinan pendidikan Islam adalah proses mempengaruhi, mengkoordinir, memotivasi dan mengarahkan orang-orang dalam suatu organisasi atau lembaga pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dirumuskan sebelumnya dengan upaya mengejawantahkan nilai-nilai Islam ke dalam sebuah sistem manajemen pendidkian .

VII. Kepemimpinan dan pengambilan keputusan

Keputusan dalam sebuah organisasi didasarkan pada :
1) Dilakukan secara cermat dengan terlebih dahulu mengidentifikasi masalah. Pada tataran ini ada kejelasan masalah;
2) Dilakukan identifikasi kriteria keputusan, disini pilihan diketahui mengenai kriteria yang relefan atau tidak ;
3) Preferensinya jelas, masing-masing kriteria dan alternatif dapat di rangking dengan klasifikasi terpenting;
4) Preferensinya yang konstan, kriteri dari keputusan sangat konstan dan bobotnya stabil;
5) Hasil maksimal, keputusan rasional dapat memilih alternatif dan menghasilkan nilai yang optimal.

Sistem Informasi Manajemen pendidikan, dapat membantu mengelola lembaga pendidikan terutama dalam pengambilan keputusan dan pemecahan terhadap masalah-masalah pendidikan dengan cepat, tepat dan akurat.

Sedangkan macam-maca keputusan dalam lembaga pendidikan dapat digolongkan dalam tiga bagian:
1). Keputusan terstruktur; di lembaga pendidikan dilakukan oleh Kepala Sekolah.
2). Keputusan yang Semi Terstruktur ; dalam lembaga pendidikan keputusan yang semi terstruktur biasanya diambil oleh wakil-wakil Kepala Sekolah.
3). Keputusan yang tidak terstruktur; dalam lembaga pendidikan keputusan yang tidak terstruktur ini diberikan kepada tenaga operasional seperti Guru, bidang kurikulum, bidang keuangan atau bidang sarana dan prasarana, terutama mereka yang mempunyai bakat sebagai pengambil kepustusan secara khusus.
Jika digambarkan dalam bentuk matrik DSS, menurut Gorry Antoni dan Scott Morton adalah sebagai berikut :


VIII. Tipe dan prilaku kepemimpinan (marno hal. 65)
A. Tipe kepemimpinan
Dr. Kartini Kartono dalam bukunya membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut:
1. Tipe karismatik; yaitu tipe pemimpin yang mewmiliki kekuatan energi, daya tarik dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Dia dianggap mempunyai kekuatan gaib (supernatural Power) sebagai karunia Allah
2. Tipe paternalistik; yaitu kepemimpinan yang kebapaan dengan sifat-sifat antara lain:
a. mengenggap bawahannya belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan
b. bersikap terlalu menlindungi (Overly Protective)
c. jarang memberi kesempatan kepada bawaan untuk mengambil kepusan dan mengambil inisiatif, dan untuk mengembangkan imajinasi serta daya kreatifitas mereka sendiri.
d. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar
3. Tipe militeristik; yaitu tipe pemimpin yang bersifat sok kemiliteran. Gaya luarnya saja mencontoh militer, tetapi sesungguhnya mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter.
Adapun sifat-sifatnya antara lain:
a. banyak menggunakan perintah/komando yang sangat otoriter dan kurang bijaksana.
b. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
c. Sangat menyenangi formalitas, upacara ritual yang berlebihan
d. Meneuntut adanya disiplin keras dan kaku terhadap bawahan
e. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti dan keritikan dari bawahan
f. Komunikasi hanya berlangsung searah saja.

4. Tipe otokratis
Kata Otokrat dari outos (sendiri), dan kratos (kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrasi berarti "penguasa Absolut".
Kepemimpinan otokrasi ialah kepemimpinan yang mendasarkan kepemimpinannya pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak dan harus dipatuhi
Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada a one man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.
5. Tipe Laissez Faire (pemimpin simbol); yaitu pemimpin yang peraktis tidak memimpin, ia tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan, semua pekerjaan dan tangggung jawabnya dilakukan oleh bawahannya sendiri. Sedangkan dia sendiri tidak mempunyai keterampilan teknis.
6. Tipe kepemimpinan populistis; yaitu kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat, dengan berpegang pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional, lebih berhati-hati akan adanya masukan dari luar.
7. Tipe kepemimpinan adminstrastif; yaitu kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administasi secara efektif. Sedangkan pemimpinnya adalah para tehnokrat dan administrator-administrator yang mampu menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan.
8. Tipe kepemimpinan demokratis; yaitu kepemimpinan yang berorientasi kepada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya, mengadakan koordinasi kerja dengan semua bawahan dan menekankan rasa tanggung jawab internal (diri sendiri) serta penerapan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpina demokratis ada pada partisipasi aktif dari semua warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menitik beratkan masalah aktivitas pada setiap anggota kelompok, yang semuanya terlibat aktif dalam penentuan sikap, pembuatan rencana-rencana, pembuatan keputusan penerapan disiplin kerja, dengan menanamkan semangat sukarela oleh kelompok-kelompok dalam suasana demokratis.
B. Perilaku Kepemimpinan(marno hal. 65)
Dalam menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan, pemimpin biasanya menampakan prilaku kepemimpinannya bermacam-macam


IX. Kepemimpinan dan organisasi, perencanaan dan pendidikan




X. Tipe-tipe Organisasi dan perencanaan dalam pendidikan
Secara garis besar organisasi terbagi dua, yaitu organisasi profit (yang bersifat mencari keuntungan), seperti organisasi bisnis, dan organisasi nonprofit ( yang bersifat tidak mencari keuntungan), seperti organisasi keagamaan. Dalam hal ini kami tidak akan membahas organisasi profit lebih detail, melainkan hanya akan membahas sekitar organisasi nonprofit, karena materi ini berkaitan dengan organisasi manajemen pendidikan, artinya bahwa obyek pembicaraannya bukan pada manajemen finansial, tetapi lebih pada masalah organisasi pendidikan yang fokusnya lebih pada pelayanan jasa terhadap peserta didik.
Tentang tipe-tipe organisasi, Salomon dalam bukunya membedakan organisasi ke dalam empat tipe, yaitu:
1. Organisasi kemasyarakatan yang bersifat profesi seperti organisasi guru, dokter dll.
2. Organisasi-organisasi keagamaan
3. Organisasi atau yayasan yang melayani masyarakat dalam hal bantuan materi
4. Organisasi yang melayani kebutuhan masyarakat dengan menjual jasa-jasa seperti Sekolah, Perguruan Tinggi, Rumah sakit, Rumah Panti dll.
Oranisasi nonprofit mempunyai andil besar yang ternilai bagi pembangunan bangsa dan pengembangan serta kesejahteraan masyarkat. Sehingga organisasi ini dipandang sebagai mitra yang amat berharga dan tidak dapat dikesampingkan dalam mengambil alih tugas pemerintah.
Organisasi pendidikan sebagai bagian dari organisasi nonprofit mempunyai kekuatan dan kelemahan serta peluang untuk bisa berkembang lebih baik, namun juga menghadapai tantangan yang dapat menghambat kemajuan dan prestasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk memberikan pelayanan terhadap kesejahteraan umum dan memncerdaskan kehidupan bangsa, maka sudah saatnya Organisasi nonprofit meningkatkan kemampuannya dalam perencanaan setratejik. Demikian pula dengan organisasi pendidkan dapat dibangkitkan semangatnya dengan jalan mengimplementasikan langkah-langkah stratejik antara lain "perencanaan stratejik".
Dalam mengaplikasikan konsep-konsep stratejik, organisasi pendidikan harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) mengembangkan visi - misi organisasi secara jelas;
2) mengidentifikasi publik yang penting;
3) menciptakan gambaran organisasi yang dapat mengkomunikasikan visi-misi organisasi kepada masyarakat; dan
4) berfokus pada menciptakan kepuasan klien.


XI. Pentingnya Organisasi dan perencanaan dalam Pendidikan
1. Pentingnya Organisasi dalam Pendidikan
Organisasi sebagai alat, sarana, dan wadah untuk mencapai cita-cita yang mulia agar dapat berjalan secara efektif dan efisien (Yaitu dengan menggunakan sumber dan alat yang sedikit, dengan cara dan pemilihan pekerjaan yang tepat dapat mencapai hasil dan tujuan organisasi secara maksimal). Karena tanpa menggunakan alat, sarana, dan wadah organisasi, sudah barang pasti usaha kearah tersebut tidak mudah jika dilakukan sendirian. Jadi, harus dilakukan dengan cara berorganisasi, membuka kerjasama dengan banyak orang. Pengorganisasian dalam pendidikan sangat penting adanya, karena pengorganisasian merupakan implementasi dari perencanaan, yang tidak mungkin bisa di wujudkan dengan baik tanpa pengorganisasian yang baik.
Mengapa organisasi jadi sangat penting? Karena dalam organisasi ada sekelompok orang yang bekerjasama, ada yang memimpin dan ada pula yang dipimpin, satu dengan yang lain saling berhubungan, juga ada pembagian kerja, ada keterikatan terhadap aturan dan tata tertib yang harus ditaati, kemudian berusaha bersama-sama dengan kesadaran dan bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Tidak demikian halnya jika tanpa organisasi. Tentu masing-masing jalan sendiri, tidak ada kerapihan, ketertiban, dan keteraturan. Karena itu tidak ada yang tidak memerlukan organisasi. Organisasi diperlukan untuk mencapai suatu tujuan secara maksimal, bagi kelompok orang yang berkehendak baik, juga bagi mereka yang berkehendak buruk. Sebagaimana Ali Bin Abi Thalib menegaskan:
الحق بلا نظام يغلب الباطل بالنظام
"Kebenaran yang tak terorganisir dapat dikalahkan dengan kebatilan yang terorganisir"
Artinya dengan organisasi kehendak yang baik atau yang buruk akan mudah tercapai. Kata mutiara atau mutiara hikmah ini pantas kita renungkan.dan dari sini jelas betapa pentingnya organisasi dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik.
Dari sisni jelas bahwa pengorganisasian dalam pendidikan sangat penting adanya. demikian sebagaimana kita fahami dari penegasan Allah, bahwa kunci manajemen adalah bersatu dan adanya kesatuan sistem, karena dengan demikian terbulah peluang untuk mencapai tujuan bersama (3: 103):

                         •          
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

2. Pentingnya Perencanaan dalam pendidikan
Perencanaan mempunyai posisi yang penting dalam sebuah organisasi, tanpa adanya perencanaan maka jalannya organisi tidak jelas arah dan tujuannya. Oleh Karena itu perencanaan penting karena:
pertama, : dengan adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan.
Kedua, : dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa
pelaksanaan yang akan dilalui.
Ketiga, : perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternative tentang cara
terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik.
Keempat, : dengan perencanaan dapat dilakukan skala prioritas.
Kelima, : dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan
pengawasan.
Dengan demikian perencanaan mempunyai peranan penting dalam organisasi publik maupun dalam organisasi yang bersifat pribadi. Dengan perencanaan dapat dimungkinkan untuk memprediksi kerja dimasa yang akan datang, bahkan akan mampu memprediksi kemungkinan hasil yang akan dicapai.

Perencanaan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menentukan tujuan dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan menurut Ramayulis perencanaan adalah langkah pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan Islam. perencanaan merupakan hal penting yang hendaknya ada dalam manajemen pendidikan islam. perencanaan sangat perlu dan harus ada dalam pendidikan islam. jika tanpa ada perencanaan maka keberlangsungan pendidikan Islam akan terkendala. Allah memberikan arahan bahwa setiap orang beriman dan bertakwa hendaknya memperhatikan dan merencanakan yang akan dilakukan untuk hari esok. Perencanaan merupakan sistem manajemen dalam pendidikan Islam, bahkan inti manajemen pada hakekatnya adalah perencanaan, tanpa perencanaan atau salah dalam merencanakan pendidikan Islam akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan pendidikan Islam. Oleh karenanya perencanaan menjadi langkah pertama yang harus benar-benar diperhatikan oleh manajer dan oleh para pengelola pendidikan Islam. Kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam, akan berakibat sangat fatal bagi kelangsungan Pendidikan Islam. Perencanaan tersebut harus tersusun secara rapih, sistematis dan rasional. Demikian dapat diambil makna yang diisyaratkan Allah dengan Firman-Nya: Tentang pentingnya perencanaan untuk mencapai hari esok yang lebih baik. (Al-Hasyr (59): 18)
       •    •   •    
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat tersebut tersirat bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan apa yang telah di rencanakan untuk merencanakan hari esok. Seorang manajer hendaknya memperhatikan perencanaan yang telah dibuatnya. Artinya, dalam manajemen pendidikan Islam perlu perencanaan dan kemudian perlu memperhatikan apa yang telah direncanakannya. Hal ini dapat dipahami bahwa pendidikan islam membutuhkan manajemen. Dan inti dari manajemen pada hakekatnya adalah perencanaan, tanpa perencanaan atau salah dalam merencanakan pendidikan Islam akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan pendidikan Islam. makna ini dapat dipahami dari firman Allah.(QS.An-Nisa (4):94)

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu[338]: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, Karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah keadaan kamu dahulu[339], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-Nisa (4): 94)
Perencanaan dalam Pendidikan Islam bukan hanya diarahkan untuk mencapai keduniaan saja tetapi juga diarahkan untuk mencapai kebahagiaan ukhrowi secara seimbang. Demikian senada dengan pendapat Ramayulis bahwa perencanaan pendidikan Islam tidak sekedar diarahkan untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan akhirat, artinya dalam perencanaan pendidikan Islam perlu mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan hidup bahagia di dunia dan akhirat ( Al-Qoshash (28): 77)

Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Di antara fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam adalah sebagai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Fungsi manajemen pendidikan islam secara detail akan dibahas sebagai berikut.
1. Fungsi perencanaan, perencanaan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menentukan tujuan dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan menurut Ramayulis perencanaan adalah langkah pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan Islam. perencanaan merupakan hal penting yang hendaknya ada dalam manajemen pendidikan islam. perencanaan sangat perlu dan harus ada dalam pendidikan islam. jika tanpa ada perencanaan maka keberlangsungan pendidikan Islam akan terkendala. Allah memberikan arahan bahwa setiap orang beriman dan bertakwa hendaknya memperhatikan dan merencanakan yang akan dilakukan untuk hari esok. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah. (Al-Hasr (59): 18) :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari ayat tersebut tersirat bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan apa yang telah di rencanakan untuk merencanakan hari esok. Seorang manajer hendaknya memperhatikan perencanaan yang telah dibuatnya. Artinya, dalam manajemen pendidikan Islam perlu perencanaan dan kemudian perlu memperhatikan apa yang telah direncanakannya. Hal ini dapat dipahami bahwa pendidikan islam membutuhkan manajemen. Dan inti dari manajemen pada hakekatnya adalah perencanaan, tanpa perencanaan atau salah dalam merencanakan pendidikan Islam akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan pendidikan Islam. makna ini dapat dipahami dari firman Allah.(QS.An-Nisa (4):94)

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah Keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.".

Perencanaan dalam lembaga pendidikan Islam tidak hanya untuk memenuhi target tujuan pendidikan Islam dalam jangak tertentu, tetapi perencanaan pendidikan Islam melampaui batas duniawi. Maksudnya adalah perencanaan pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ramayulis, bahwa perencanaan pendidikan Islam tidak sekedar diarahkan untuk mencapai kesempurnaan kebahagiaan dunia saja ,tetapi juga kebahagiaan akherat, artinya dalam perencanaan pendidikan Islam perlu mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akherat. Hal ini berdasarkan firman Allah,
"Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa tujuan orang mukmin adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Permintaan ini adalah permintaan setiap mukmin, kalau ia sebagai manajer tentu ia akan mencari jalan bagaimana tugas sebagai menejer adapat dimanfaatkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Hal ini memberi kesan bahwa dalam Islam segala perbuatan selalu diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan tersebut didapatkan dengan cara membuat perencanaan yang matang dan terukur.
Ramayulis menyatakan bahwa dalam manajemen pendidikan Islam perencanaan meliputi, penentuan prioritas, penetapan tujuan, merumuskan prosedur, dan pembagian tugas kepaada individu maupun kelompok. Dari kutipan tersebut dapat dicermati bahwa manajemen perencanaan dalam pendidikan Islam menjadi penentu prioritas, memperjelas prosedur, pendelegasian yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam manajemen pendidikan Islam perencanaan mempunyai karakteristik, karakteristik tersebut adalah suatu proses rasional, berhubungan dengan tujuan social, cara, tujuan, proses-proses dan kontrol, perencanaan dalam manajemen pendidikan Islam merupakan rancangan konseptual, dan konsep yang dibuat hendaknya bersifat dinamis dan lentur. Perencanaan dalam manajemen pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pada suatu lembaga. Untuk itu perencanaan dalam pendidikan Islam hendaknya meliputi pengetahuan khusus seperti metode ilmiah yang menyeluruh, mengetahui nilai-nilai, dalam hal tentunya nilai-nilai keislaman, dan adanya pemahaman yang bersifat kontinuitas. Dengan demikian dalam mananjemen pendidikan islam hendaknya memperhatikan perencanaan, karena perencanaan merupakan awal dari segala aspek yang akan dilakukan dalam manajemen pendidikan Islam, selain langkah awal perencanaan merupakan aktifitas untuk memilih berbagai alternative tindakan yang kesemua itu bermuara kepada suatu target yang harus dicapai. Asnawir menyatakan bahwa langkah-langkah dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai.
2. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan.
3. Masalah-masalah atau informasi-informasi yang diperlukan.
4. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.
5. Merumuskan bagaimana masalah-masalah tersebut akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaan pekerjaan itu harus diselesaikan.
6. Menentukan siapa yang akan melakukan dan apa yang mempengaruhi pelaksanaan tindakan tersebut.
7. Menentukan cara bagaimana mengadakan perubahan dalam penyusunan rencana.
Dapat dipahami bahwa perencanaan dalam manajemen pendidikan merupakan kunci utama dalam aktivitas berikutnya, aktivitas lain tidak akan berjalan dengan baik, bahkan mungkin gagal jika tidak didahului oleh perencanaan, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perencanaan merupakan “ruh” manajemen. Jika tidak perencanaan, maka semua aktivitas dalam pendidikan Islam tidak akan jalan dengan baik. Sedangkan lainnya hanya bersifat menjalankan saja, meskipun demikian bagian yang lain pun mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tujuan dari pendidikan Islam.
Dengan demikian manajemen pendidikan Islam hendaknya diawali dengan perencanaan yang jelas dan matang, dengan adanya perencanaan yang matang diharapkan manajemen pendidikan Islam akan berjalan dengan baik. Perencanaan dalam manajemen pendidikan Islam akan berjalan dengan baik jika memperhatikan langkah-langkah perencanaan, seperti menentukan tujuan, meneliti masalah, menentukan tahapan-tahapan, merumuskan bagaimana cara menyelesaikan masalah,menentukan siapa yang akan bertanggungjawab melaksanakan , dan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan dihadapi, mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan terakhir berusaha melakukan perubahan setelah dilakukan evaluasi.
2. Pengorganisasian
Asnawir menyatakan bahwa pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Akitivitas mengumpulkan segala tenaga untuk membentuk suatu kekuatan baru dalam rangka mencapai tujuan merupakan kegiatan dalam manajemen, karena pada dasarnya mengatur segala sesuatu yang ada dalam sebuah organisasi maupun suatu lembaga adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan menyusun berbagai elemen dalam sebuah lembaga pendidikan maupun instansi merupakan kegiatan manajemen yang secara khusus disebut sebagai pengorganisasian, hal ini makin memperjelas bahwa di antara fungsi manajemen adalah menyusun dan membentuk berbagai hubungan kerja dari berbagai unit untuk menjadi sebuah tim yang solid, dari tim yang solid akan memberi kekuatan. Apabila terjadi kesatuan kekuatan dari berbagai elemen sistem untuk mencapai tujuan dalam lembaga maupun organisasi maka manajemen dianggap berhasil. Karena telah mampu menyatukan semua elemen dalam sistem untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam Al-Quran Allah telah memberikan kunci dalam manajemen yaitu untuk bersatu. Adanya kesatuan sistem akan memberi peluang besar untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah berikut ini:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk".

Ramayulis menyatakan pengorganisasian dalam manajemen sebagai upaya penetapan struktur peran-peran dengan cara membuat konsep-konsep kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan. Hal ini makin memperjelas posisi pengorganisasin dalam manajemen, konsep pengorganisasian tersebut secara jelas memberikan gambaran bahwa dalam manajemen ada upaya untuk melakukan peran-peran yang berbeda dalam rangka mewujudkan tujuan bersama, meskipun berbeda-beda dalam peran tetapi kesemua peran dan aktivitas tersebut bermuara kepada satu tujuan yaitu pencapaian target-target yang telah disepakati sebelumnya. Pencapaian target-target tersebut merupakan aktualisasi darai konsep-konsep yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini memberi pemahaman bahwa ada semacam gerakan aktif dan berkesinambungan berbagai unsur di dalam lembaga, organisasi maupun institusi untuk melakukan berbagai kegiatan yang terstruktur dan tertata rapi, sehingga terjalin keterkaitan yang saling mendukung untuk mewujudkan hasil akhir, hasil akhir tersebut adalah tujuan.
Ramayulis menyatakan bahwa dalam penetapan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan bersama, dengan rincian-rinciannya, baik berupa tugas-tugas tertentu, pendelegasian wewenang, informasi-informasi horizontal maupun vertikal merupakan kegiatan pengorganisasian. Kegiatan-kegiatan tersebut mengindikasikan kebersamaan yang saling menentukan satu dengan lainnya. Kegiatan yang dilakukan membentuk lingkaran kebersatuan dan membentuk jejaring kerja berkesimbungan. Kebersatuan kerja membentuk sebuah tim kerja yang berdedikasi tinggi terhadap kerja masing-masing. Adanya jejaring kerja tim yang baik akan memberi peluang besar tercapainya tujuan bersama. Adanya kerja sama dengan bermacam jenis kegiatan menuju satu arah tujuan merupakan proses pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam.
Pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam adalah penentuan struktur, aktifitas,interaksi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas dalam lemabaga pendidikan baik bersifat individual, kelompok maupun kelembagaan. Dengan demikian pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam merupakan penetapan berbagai hal untuk mempermudah dalam aktivitas perwujudan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Penetapan tersebut bukan hanya sekedar pembagian tugas, tetapi penetapan menyeluruh tentang segala sesuatu yang membangun sistem tersebut, sehingga membentuk tim kerja yang akan mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
Dari paparan sebelumnya dapat dicermati bahwa pengorganisasian merupakan tindak lanjut dari perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Tindak lanjut dalam bentuk konsep-konsep aplikatif yang nyata dan dapat langsung dikerjakan. Konsep nyata tersebut akan berjalan dengan baik jika memenuhi prinsip-prinsip pengorganisasian. Ramayulis menyatakan prinsip-prinsip tersebut adalah kebebasan, keadilan dan musyawarah. Prinsip tersebut dapat dipahami dari firman Allah:
:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. "
Berdasarkan ayat tersebut pengorganisasian hendaknya dijiwai dengan manajemen yang penuh rasa kasih sayang, pendekatan kasih sayang, kelembutan, tegas, bijaksana, kelembutan hati, kebeningan hati, kejernihan hati, kesabaran, lapang dada, pendekatan religi, konsisten dengan keputusan yang telah dibuat, serta dengan memohon kepada Allah ampunan untuk semua komponen yang berada dalam manajerialnya. Di samping itu prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah prinsip amanah, kejujuran, amar ma’ruf nahi mungkar. Allah Berfirman:
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dalam ayat lain Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.
Dengan prinsip-prinsip pengorganisasian tersebut diharapkan manajemen dalam pendidikan Islam akan terwujud dalam bingkai ridho Allah. Lebih dari itu manajemen tersebut diarahkan dan dikendalikan dalam nuansa nilai-nilai keislaman yang kental dengan ruh Al-Quran dan Al-Hadis Nabi Muhammad Saw.

3. Penggerakan
Manajemen mempunyai fungsi pengerakan, adanya pengerakan yang dilakukan oleh manajer memungkinkan organisasi berjalan dan perencanaan dilaksanakan. Dengan demikian pengerakan yang dilakukan oleh manajer penting dalam manajemen. Manajer yang mampu menggerakan bawahannya tentu mempunyai kiat-kiat tertentu, seperti memberi motivasi, memberi motivasi adalah usaha untuk membangkitkan, usaha membangkitkan merupakan satu di antara asma Allah yaitu Al-Ba’ist yang berarti membangkitkan. Berdasarkan Asma Allah tersebut hendaknya manajer mempunyai sifat tersebut sehingga diharapkan dalam manajerialnya mampu membangkitkan semangat kerja bawahannya. Berkenaan dengan sifat Al-Ba’ist Allah berfirman:
"Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan[481], kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. :
Manajerial yang dibingkai dengan Al-ba’ist akan mampu memberikan energi motivasi kepada bawahan secara alamiah religius, dikatakan sebagai alamiah religius karena pada dasarnya manusia mempunyai sifat tersebut, meskipun tidak dalam tataran sempurna seperti Allah, karena manusia tidak akan pernah menyamai Allah, tetapi paling tidak dalam kontek manajerial manusia dapat mencontoh bagaimana Allah memberi motivasi kepada makhluk ciptaan-Nya.
4. Pengawasan
Pengawasan merupakan usaha mengawasi atau pengamatan agar pelaksanaan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Menurut Ramayulis pengawasan adalah upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional dalam rangka menjamin kegiatan berjalan sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan. Berdasarkan pendapat Ramayulis tersebut pengawasan merupakan usaha mengendalikan agar pelaksanaan tidak menyimpang dari ketentuan yang telah disepakati.
Asnawir menyatakan bahwa pengawasan sangat penting dalam suatu organisasi, karena pengawasan akan membantu kelangsungan administrasi berjalan sesuai dengan harapan. Jalannya administrasi berjalan dengan baik, jika ada pengawasan yang baik, dengan demikian antara pengawasan dengan pelaksanaan administrasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena saling menunjang keterlaksanaan keduanya. Adanya pengawasan dalam pelaksanaan perencanaan maupun adminsitrasi dalam pendidikan Islam memungkinkan mengetahui kelemahan dalam peleksanaan rencana yang telah dibuat sebelumnya.
Pengawasan dalam pendidikan Islam merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka menjamin terlaksananya kegiatan dengan konsisten, baik material maupun spiritual. Pengawasan dalam pendidikan Islam tidak hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat materil saja,tetapi juga mementingkan hal-hal yang bersifat spiritual. Hal ini yang secara signifikan membedakan antara pengawasan dalam konsep Islam dengan konsep sekuler yang hanya melakukan pengawasan bersifat materil dan tanpa melibat Allah Swt sebagai pengawas utama.
Menurut Ramayulis pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Penutup
Dari pembahasan makalah ini dapat dipahami bahwa Secara bahasa manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengurus,mengatur, melaksanakan, mengelola. Kemudian secara istilah manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses kerjasama aktif dalam sebuah lembaga pendidikan dalam rangka mencapai tujuan lembaga pendidikan. Kerjasama tersebut berdasarkan keimanan kepada Allah, serta kerjasama untuk mencapai ridho Allah.
Prinsip-prinsip dalam manajemen pendidikan Islam adalah didasari rasa ikhlas kepada Allah, kejujuran, Amanah, adil, tanggung jawab, dinamis, fleksibel. Sedangkan aspek manajemen dalam pendidikan Islam adalah aspek institusi, struktural, personalia, informasi, teknik dan lingkungan. Kemudian fungsi manajemen pendidikan Islam adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, dan pengawasan. Perbedaan paling menonjol manajemen pendidikan Islam dengan manajemen sekuler atau manjemen lainnya adalah terletak dari prinsip dasarnya, yaitu Al-Quran dan Hadis. di sisi lain pengawasan bersifat menyeluruh, tidak saja melibatkan manajer dalam pengawasan.


PERENCANAAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Pendahuluan
Perencanaan adalah sesuatu yang penting sebelum melakukan sesuatu yang lain. Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu dan sekaligus memberi arah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian suatu kerja akan berantakan dan tidak terarah jika tidak ada perencaan yang matang, perencaan yang matang dan disusun dengan baik akan memberi pengaruh terhadap ketercapaian tujuan. Penjelasan ini makin menguatkan alasan akan posisi stragetis perencanaan dalam sebuah lembaga dalam perencanaan merupakan proses yang dikerjakan oleh seseorang manajer dalam usahanya untuk mengarahkan segala kegiatan untuk meraih tujuan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami perencanaan menentukan berhasil tidaknya suatu program, program yang tidak melalui perencanaan yang baik cenderung gagal. Dalam arti kegiatan sekecil dan sebesar apapun jika tanpa ada perencanaan kemungkinan besar berpeluang untuk gagal.
Hal tersebut juga berlaku dalam sebuah lembaga, seperti lembaga pendidikan, lebih khusus lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan yang tidak mempunyai perencanaan yang baik akan mengalami kegagalan. Hal ini tentunya makin memperjelas posisi perencanaan dalam sebuah lembaga.
Untuk memperlancar jalannya sebuah lembaga diperlukan perencanaan, dengan perencanaan akan mengarahkan lembaga tersebut menuju tujuan yang tepat dan benar menurut tujuan lembaga itu sendiri. Artinya perencanaan memberi arah bagi ketercapaian tujuan sebuah system, karena pada dasarnya system akan berjalan dengan baik jika ada perencanaan yang matang. Perencanaan dianggap matang dan baik jika memenuhi persyaratan dan unsur-unsur dalam perencanaan itu sendiri.
Pengertian perencanaan
Pengertian perencanaan mempunyai beberapa definisi rumusan yang berbeda satu dengan lainnya. Cuningham menyatakan bahwa perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan dalam pengertian ini menitikberatkan kepada usaha untuk menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.
Definisi lain menyatakan bahwa perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang dengan bagaimana seharusnya yang berkaitan dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program,dan alokasi sumber. Perencanaan mempunyai makna yang komplek, perencanaan didefinisikan dalam berbagai bentuk tergantung dari sudut pandang, latar belakang yang mempengaruhinya dalam mendefinisikan pengertian perencanaan. Di antara definisi tersebut adalah sebagai berikut: Menurut prajudi Atmusudirjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana. Bintoro Tjokroamidjojo menyatakan bahwa perencanaan dalam arti luas adalah proses memprsiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Muhammad Fakri perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih lanjut Muhammad Fakri menyatakan bahwa perencanaan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan. Dari kutipan tersebut dapat dianalisis bahwa dalam menyusun perencanaan perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masa depan, adanya kegiatan, proses yang sistematis, hasil dan tujuan tertentu.
Kaufman mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan secara sah dan berdaya guna. Dari pendapat Kaufman tersebut dapat dipahami bahwa perencanaan merupakan sesuatu yang menjadi keperluan dalam sebuah system untuk mendukung tercapainya tujuan. Tidak itu saja selain mendukung tercapainya tujuan suatu system maupun lembaga perencanaan yang dipersiapkan hendaknya bermanfaat secara aplikasi, dan lebih penting adalah dikerjakan dan disusun berdasarkan kepatutan serta tidak melanggar norma yang berlaku. Menurut Kaufman dalam perencanaan mengandung elemen-elemen sebagai berikut, pertama mengindentifikasi dan mendokumentasikan kebutuhan. Kedua, menentukan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat prioritas. Ketiga, memperinci spesifikasi hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang dipioritaskan. Keempat, mengidentifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap alternatif. Kelima, mengidentifikasi strategi alternative yang memungkinkan, termasuk di dalamnya peralatan untuk melengkapi tiap persyaratan untuk mencapai kebutuhan, untung rugi berbagai latar dan strategi yang digunakan.
Uraian tersebut, memperjelas bahwa perencanaan berkaitan dengan pemilihan dan penentuan kebijakan tertentu. Harjanto memberi komentar terhadap pendapat Kaufman bahwa perencanaan merupakan proses untuk menentukan kemana harus melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan dengan cara efektif dan efesien. Harjanto menyatakan bahwa perencanaan mengandung enam pokok pikiran yaitu, pertama perencaaan melibatkan proses penentapan keadaan masa depan yang diinginkan. Kedua, keadaan masa depan yang diinginkan dibandingkan dengan kenyataan sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya. Ketiga, untuk menutup kesenjangan perlu dilakukan usaha-usaha. Keempat, uasaha untuk menutup kesenjangan tersebut dapat dilakukan derngan berbagai usaha dan alternative. Kelima, perlu pemilihan alternative yang baik, dalam hal ini mencakup efektifitas dan efesiensi. Keenam, alternative yang sudah dipilih hendaknya diperinci sehingga dapat menajdi petunjuk dan pedoman dalam pengambilan kebijakan.
Beeby C.E sebagaimanan dikutip oleh Asnawir menyatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah penerapan ramalan dalam menentukan kebijaksanaan, prioritas, ekonomi dan politik, potensi system untuk berkembang, kepentingan Negara dan pelayanan masyarakat yang mencakup dalam system tersebut.
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa perencanaan merupakan aplikasi dari pemikiran yang tersusun untuk mencapai keinginan bersama. Dengan demikian perencanaan yang di susun merupakan konsep yang aplikatif dan oprasional. Dapat juga merupakan aktifitas untuk mengambil keputusan. Hal senada juga dikatakan oleh George R. Terry bahwa perencanaan merupakan aktifitas pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan, di mana, kapan dilakukan, bagaimana melakukan dan siapa yang akan melakukan, sehingga tercapainya tujuan yang diinginkan. Dengan demikian perencanaan adalah usaha untuk menggali siapa yang bertangungjawab terhadap berbagai aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Aktifitas tersebutkan tergambar dalam sebuah perencanaan yang matang dan komprehensif. Hal ini dapat dipahami dari pendapat George R. Terry tersebut. Di sisi lain, perencanaan dapat dikatrakan sebagai usaha mencari penangggungjawab terhadap berbagai rumusan kebijakan untuk dilaksanakan bersama sesuai dengan bidang masing-masing.
Asnawir menyatakan perencanaan adalah kegiatan yang harus dilakukan padatingkat permulaan, dan merupakan aktifitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan yang tertuju pada tercapainya maksud dan tujuan yang ingin dicapaiIslam mengajarkan kepada umatnya untuk merencanakan segala kegiatannya.” Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Qs.Al-Hasyr:18). Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa perlunya perlunya perencanaan untuk masa depan, apakah untuk diri sendiri, pemimpin keluarga, lembaga, masyarakat maupun sebagai pemimpin Negara.
Allah sebagai pencipta, Allah sebagai Perencana semua makhluk ciptaannya, Allah adalah Maha Merencanakan, Al-Bari, sifat tersebut menjadi inspirasi bagi umat islam terutama para manajer. Karena pada dasarnya manajer yang harus mempunyai banyak konsep tetang manajemen termasuk di dalamnnya perencanaan pemimpin yanb adalah yang mempunyai visi dan misi, dan membangun kedua hal tersebut agar berjalan sesuai dengan tujuan bersama. Visi dan misi merupakan hasil dari perencanaan yang baik dan matang. Menurut Soejitno Irmin dalam buku Kepmimpinan Melalui Asmaul Husna menyatakan bahwa perencanaan merupakan proses kegiatan yang tertata rapi yang bertahap dan bekelanjutan. Dari kutipan tersebut dapat dicermati bahwa perencanaan adalah proses yang berkelanjutan, bertahap dan tertata rapi. Artinya perencanaan tidak bersifat mutlak, kaku tetapi ada peluang untuk perbaikan dan sisipan kebijakan baru. Dengan demikian perencanaan adalah proses yang berkelanjutan dalam rangka menyempurnakan aktifitas untuk mewujudkan tujuan bersama.
Menurut Coom dalam definisi perencanaan pendidikan dibahas paling tidak tempat hal sebagai berikut: pertama tujuan, apakah yang akan dicapai dengan perencanaan itu? Kedua, status posisi system pendidikan yang ada, bagaimanakah keadaan yang ada sekarang? Ketiga, kemungkinan pilihan alternative kebijakan dan prioritas untuk mencapai tujuan. Keempat, strategi.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa ada beberapa unsure penting yang terkandung dalam perencanaan pendidikan, yaitu Pertama penggunaan analisis yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan, termasuk di dalamnya metodologi dalam perencanaan. Kedua, proses pembangunan dan pengembangan pendidikan. Artinya adalah perencanaan pendidikan dilakukan dalam rangka perbaikan pendidikan atau reformasi pendidikan. Ketiga prinsip efektifitas dan efesien, artinya dalam perencanaan pendidikan perlu dipikirkan aspek ekonomis. Keempat kebutuhan dan tujuan peserta didik dan masyarakat, regional, nasional dan internasional, artinya perencanaan lembaga pendidikan hendaknya mencakup aspek internal dan eksternal dari organisasi sistem lembaga pendidikan. Dengan demikian perencanaan pendidikan sekedar untuk internal lembaga pendidikan, anak didik, lebih dari itu pertimbangan lingkungan masyarakat sebagai pengguna sekaligus penerima hsil perlu dipertimbangkan, termasuki juga kebutuhan regional, nasional dan internasional, ini artinya adalah menyusun perencanaan hendaknya bersifat universal untuk jangka pendek dan jangka panjang yang kesemuanya bermuara kepada kebutuhan dan tujuan universal.

C. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Menyusun Perencanaan.
Perencanaan membutuhkan pemkiran yang mendalam dengan pemikiran yang mendalam akan membantu proses perencanaan yang akan buat. Pemikiran tersebut dilandasi dengan keikhlasan dan keinginan untuk merencanakan suatu sebuah perencanaan bersama. Lebih dari dalam proses perencanaan hendaknya memperhatikan pendapat dan aspirasi bersama, Islam menurut Asnawir dalam bukunya Manajemen Pendidikan, paling tidak dalam menyusun perencanaan pendidikan, termasuk perencanaan pendidikan Islam, perlu memperhatikan empat unsur, pertama tujuan hendaknya jelas, yang tercakup perumusan sasaran untuk mencari solusi dari problem yang ada. Kedua, menetapkan teknik pengumpulan dan pengolahan data. Ketiga, berorentasi ke masa depan yang bersifat prediksi. Keempat, adanya kegiatan yang tersusun, terangkai untuk mencapai tujuan. Keempat unsur tersebut hendaknya menjadi perhatian bagi manajer sebelum menyusun perencanaan. Hal ini perlu karena berhubungan dengan kualitas, efektifitas dan efesiensi dalam isi kebijakan yang tersusun dalam perencanaan.
Selanjutnya selain memperhatikan unsur-unsur tersebut pelu diperhatikan syarat-syarat dalam menyusun perencanaan, yaitu pertama, perencanaan dalam lembaga pendidikan Islam hendaknya memperhatikan dan didasarkan kepada tujuan yang jelas. Kedua, dalam perencanaan hendaknya mengutamakan aspek kesederhanaan, realistis dan praktis. Ketiga, terinci dan memuat segala uraian, klasifikasi kegiatan dan rangkaian kegiatan sehingga memudahkan pelaksanaan serta memedomaninya. Keempat, memperhatikan fleksibilitas sehingga mudah beradaptasi dengan keadaan, kebutuhan dan kondisi dan situasi. Kelima, menghindari duplikasi dalam pelaksanaannya. Dari uraian tersebut tergambar bahwa perencanaan dilakukan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan, di sisi lain, perencanaan di susun berdasarkan prioritas, efektif dan efesien.
Perencanaan menurut Asnawir adalah kegiatan yang harus dilakukan pada tingkat permulaan, lebih dari itu perencanaan merupakan aktifitas pemikiran, pemilihan rangkaian tindakan yang mengarah kepada tercapainya tujuan yang ingin diraih. Menurut Asnawir langkah –langkah perencanaan hendaknya meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Kedua, meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan. Ketiga, mengumpulan data atau informasi-informasi yang diperlukan. Keempat menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan. Kelima, merumuskan bagaimana masalah-masalah tersebut akan dipecahkan, dan bagaimana pekerjaan-pekerjaan tersebut di selesaikan. Keenam, menentukan siapa yang akan melakukan dan apa yang mempengaruhi pelaksanaan dari tindakan tersebut. Ketujuh, menentukan cara bagaiman mengadakan perubahan dalam penyusunan rencana.
Ketujuh hal perlu mendapat perhatian dari para menejer yang akan menyusun perencanaan. Jika tidak diperhatian, maka rencana yang disusun dianggap gagal. Kegagalan tersebut kemungkinan lebih besar jika dibandingkan dengan perencanaan yang memperhatikan ketujuh hal tersebut. Dengan demikian ketujuh hal tersebut hendaknya menjadi perhatian para penyusun perencanaan agar tercapai tujuan. bersama. Hal lain yang perlu juga mendapat perhatian dalam menyusun perencanaan adalah jelasnya tujuan yang ingin dicapai, jelasnya tujuan yang kan dicapai, jelasnya potensi yang ada dan yang diharapakan, perlu keseimbangan, kesinambungan, koordinasi, keutuhan, data yang tepat dan menyeluruh serta adanya fleksibilitas. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut; pertama perencanaan pendidikan hendaknya mengutamakan nilai- nilai manusiawi, karena pada dasarnya pendidikan membangun manusia. Kedua perencanaan pendidikan hendaknya memberikan kesempatan untuk mengembangkan segala potensi peserta didik seoptimal mungkin. Ketiga perencanaan pendidikan hendaknya memberikan kesempatan yang kepada peserta didik. Keempat, perencanaan pendidikan hendaknya menyeluruh dan sistematis terpadu serta tersusun logis dan rasional. Kelima, perencanaan pendidikan hendaknya bereorientasi kepada pembangunan sumber daya manusia. Keenam, perencanaan pendidikan hendaknya dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai komponen pendidikan secara sistematis. Ketujuh, perencanaan pendidikan hendaknya menggunakan sumber daya secermat mungkin karena sumber daya yang tersedia langka. Kedelapan, perencanaan pendidikan hendaknya beroreintasi kepada masa datang, karena pendidikan adalah proses jangka panjang yang kesemua itu untuk menghadapi masa depan. Kesembilan, perencanaan lembaga pendidikan hendaknya responsif terhadap kebutuhan yang berkembang di tengah masyarakat. Kesepuluh, perencanaan lembaga pendidikan hendaknya sarana untuk mengembangkan inovasi pendidikan hingga pembaharuan terus menerus.
Dari kutipan tersebut tergambar dengan jelas bahwa perencanaanm lembaga pendidikan Islam sangat rumit. Dengan demikian perencanaan tidak dapat dilakukan tanpa adanya pemikiran yang matang komprehensif dan rasional. Untuk itu perhatian terhadap langkah-langkah perencanaan dan segala yang berkaitan dengan perencanaan penting bagi para manajer.
Paling tidak dalam penyusunan perencanaan hendaknya memenuhi hal tersebut, jika hal tersebut tidak dilalui maka ada kemungkinan renaca yang telah dibuat akan sulit untuk di realisasikan. Dengan demikian untuk menghindarkan dari kegagalan dalam menyusun perencanaan, langkah terbaik adalah menggunakan langkah-langkah yang telah teruji kebenarannya dalam menyusun perencanaan.
D. Ciri-Ciri Perencanaan Lembaga Pendidikan Islam
Ada beberapa ciri-ciri perencanaan lembaga pendidikan Islam adalah sebagai berikut: pertama, perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam mengananlisis, merumuskan dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi internal dan berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain. Kedua perencanaan pendidikan selalu memperhatikan masalah, kebutuhan, situasi, dan tujuan, keadaan perekonomian, keperluan penyediaan dan pengembangan tenaga kerja bagi pembangunan nasional serta memperhatikan factor sosial politik merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan yang menyeluruh. Ketiga, tujuan perencanaan pendidikan adalah menyusun kebijaksanaan dan mengggariskan strategi pendidikan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan pada masa yang akan datang. Keempat perencanaan pendidikan sebagai perintis atau pelopor dalam kegiatan pembangunan hendaknya memperhatikan masa depan dan bersifat inovatif, kuantitatif dan kualitatif. Kelima, perencanaan pendidikan selalu memperhatikan dan menganalisa factor ekologi, baik internal maupun eksternal. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat dipahami dalam kontek pelaksanaannya tidak dapat diukur dan dinilai secara instant dan cepat, tetapi membutuhkan waktu yang lama, terutama yang bersifat kualitatif. Kenapa membutuhkan waktu yang lama? Karena pendidikan adalah sebuah pranata, pranata social yang hasilnya membutuhkan waktu yang lama.

E. Prinsip-Prinsip Perancangan dan Implementasi Perencanaan
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, perencanaan lembaga pendidikan sangat komplek dan rumit, untuk itu perlu mengetahui prinsip-prinsip dalam proses implementasi dan penyusunan rancangannya. Di antara prinsip-prinsip tersebut adalah; pertama, perencanaan adalah interdisipliner, karena pendidikan sesungguhnya interdispliner terutama yang terkait dengan pembangunan manusia. Kedua, perencanaan bersifat fleksibel, dalam arti tidak kaku tetapi bersifat dinamis serta responsive terhadap tuntutan masyarakat terhadap pendidikan. Ketiga, perencanaan itu obyektif rasional, dalam arti untuk kepentingan umum . keempat, perencanaan dunilai dari apa yang sudah dimiliki. Kelima, perencanaan adalah wahana untuk menghimpun kekuatan kekuatan secara terkoordinir. Keenam, perencanaan disusun sesuai dengan data, perencanaan tanpa adata tidak memiliki kekuatan yang dapat diandalkan. Ketujuh, perencanaan adalah mengendalikan kekuatan sendiri, tidak bersandarkan kepada kekuatan orang lain. Kedelapan, perencanaan bersifat komprehensif dan ilmiah, dalam arti mencakup aspek esensial pendidikan dan disusun secara sistematik dengan menggunakan prinsip dan konsep keilmuan. Prinsip prinsip tersebut berguna dalam proses perancangan perencanaan lembaga pendidikan Islam.
F. Jenis –Jenis Perencanaan
Menurut Asnawir ada tujuh jenis-jenis perencanaan, yang kesemua itu dilihat dari sudut pandang berbeda, di antara jenis-jenis perencanaan tersebut adalah;
Dilihat dari segi waktu, dari segi waktu perencanaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu pertama perencanaan jangka panjang, yang termasuk dalam perencanaan jangka panjang adalah rentang waktu sepuluh sampai tiga puluh tahun. Perencanaan jangka panjang ini bersifat umum, dan belum terperinci. Kedua, perencanaan jangka menengah, jangka menengah biasanya mempunyai jangka waktu antara lima sampai sepuluh tahun. Ketiga, perencanaan jangka pendek, yaitu perencanaan yang mempunyai jangka waktu antar satu tahun sampai lima tahun. Dilihat dari segi sifatnya perencanaan dibagi menjadi dua yaitu pertama, perencanaan kuantitatif, yang termasuk perencaan kuantitatif adalah semua target dan sasaran dinyatakan dengan angka-angka. Kedua, perencanaan kualitatif adalah perencanaaan yang ingin dicapai dinyatakan secara kualitas.
Perencanaan dari segi luas wilayah, perencanaan pendidikan dipandang dari segi luas wilayah dapat dibagi menjadi empat, yaitu pertama perencanaan local, yaitu perencanaan yang disusun dan ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang ada di daerah-daerah dengan sifat yang terbatas. Kedua, perencanaan regional adalah perencanaan yang ditetap[kan di tingkat propinsi.ketiga, perencanaan nasional, adalah perencanaan di suatau Negara dan dijadikan dasar untuk perencanaan local dan regional. Keempat, perencanaan internasional yaitu perencanaan oleh bebebrapa Negara yang melewati batas-batas suatu negara yang dilaksanakan melalui dari Negara-negara tersebut.
Perencanaan dari segi luas jangkauan terbagi menjadi dua yaitu pertama, perencanaan makro yaitu perencanaan yang bersifat universal, menyeluruh dan meluas. Kedua perencanaan mikro adalah perencanaan yang ditetapkan dan di susun berdasarkan kondisi dan situasi tertentu. Dari segi prioritas pembuatnya perencanaan dapat dibagi menjadi tiga, pertama perencanaan sentralisasi, yaitu perencanaan yang ditentukan oleh pemerintah pusat pada suatu Negara. Kedua perencanaan desentralisasi yaitu perencanaan yang di susun oleh masing-masing wilayah. Ketiga perencanaan dekonsentrasi yaitu perencanaan gabungan antara sentralisasi dengan desentralisasi.
Dari segi obyek perencanaan dibagi menjadi dua: pertama perencanaan rutin yaitu perencanaan yang di susun untuk jangka waktu tertentu yang dilakukan setiap tahun. Kedua perencanaan eksendental, yaitu perencanaan yang di susun sesuai dengan kebutuhan yang mendesak pada saat tertentu. Dari segi proses, perencanaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, pertama perencanaan filosofikal, yaitu perencanaan yang bersifat umum, hanya berupa konsep-konsep dari nilai yang bersifat ideal dan masih memerlukan penafsiran-penafsiran dalam bentuk program. Kedua, perencanaan programial adalah perencanaan berupa penjabaran dari perencanaan filosofikal. Ketiga perencanaan operasional yaitu perencanaan yang jelas dan dapat dilakukan.
G. Rencana Startegi Dalam Lembaga Pendidikan Islam
Perencanaan strategi adalah usaha sistematis formal dari suatu perusahaan untuk memperjelas sasaran utama, kebijakan-kebijakan dan strategi. Menurut Asnawir perencanaan startegik adalah proses pemikiran tujuan perusahaan atau organisasi, penentuan kbijakan, dan program yang perlu untuk mencapai tujua tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu di susun perencanaan, di antara metode perencanaan strategic adalah sebagai berikut: pertama pendekatan dari atas ke bawah, biasanya dibuat oleh prusahaan yang bersifat sentralisasi. Kedua pendekatan dari bawah, yaitu metode rancangan perencanaan darai bawah ke atas. Ketiga pendekatan interkatif adalah pendekatan manajer dari pusat bersama direksi-direksi berdialog secara terus menrus selama penyusunan rencana, termasuk juga berdialog dengan para staf pusat dan divisi-divisi. Keempat pendekatan perencanaan secara tim adalah pendekatan yang lebih banyak dilakukan pada perusahaan kecil dan bersifat sentralisasi. Kelima pendekatan tingkat ganda adalah pendekatan strategi dirumuskan secara independen pada tingkat korporasi dan pada tingkat unit bisnis.
Dalam perencanaan strategic dalam diambil contoh adalah perencanaan strategic di perguruan tinggi agama Islam. Di antara kondisi obyektifnya adalah, pertama profil Pergururn Tinggi Agam Islam,meliputi bidang kelembagaan, bidang ketenagaan, kurikulum, perpustakaan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaaan, sarana dan prasarana pendidikan. Kedua kekuatan yang tersedia, meliputi kelembagaan letak geografis, factor hsitoris ketenagaan, kurikulum, perpustakaan, penelitian, penerbitan danpengabdian masyarakat. Ketiga kelemahan-kelemahan yang masoih dipunyai, meliputi persepsi masyarakat, tradisi akademis dan etos kerja, pendanaan, pengembangan sumber daya manusia,otonomi lembaga, ketenagaan, perpustakaan, penelitian, penerbitan, dan pengabdian masyarakat, sarana dan prasarana. Keempat beberapa peluang yang meliputi kelembagaan, ketenagaan, kurikulum, perpustakaan, penelitian, penerbitan, dan pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan, saran dan parsarana. Kelima, tantangan meliputi kelembagaan, ketenagaan, kurikulum, perpustakaan, penelitian, penerbitan dan pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan, sarana dan prasarana. Di samping itu perlu diuraikan tahap-tahap strategi seperti arah pengembangan, strategi pengembangan, tahap-tahap pengembangan, selanjutnya bahan-bahan seperti informasi, data yang berkaitan dengan perencanaan masih perlu diuraikan lebih lanjut.
H. Proses dan Tahapan Perencanaan
Untuk lebih menyederhanakan pentahapan perencanaan akan dijelaskan sebagai berikut, pertama need assessment, yaitu kajian terhadap kebutuhan yang mencakup berbagai aspek pembanguan pendidikan lembaga Islam yang telah dilaksanakan, keberhasilan, kesulitan, kekuatan, kelemahan, sumber-sumber yang tersedia, sumber-sumber yang perlu disediakan, aspirasi masyarakat yang berkembang terhadap pendidikan, harapan, cita-cita yang merupakan dambaan masyarakat. Kajian ini menjadi penting karena membandingkan antara antara yang telah terjadi dengan yang akan terjadi. Kedua Formula of Goals and obyektive, artinya perumusan dan sasaran perencanaan merupakan arah perencanaan serta merupakan penjabaran operasional dari aspirasi filosofis masyarakat. Ketiga, Priolicy and priority setting adalah penentuan kebijakan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan sebagai muara need assessment. Keempat Program and project formulasion adalah rumusan program dan proyek kegiatan yang merupakan komponen opressional perencanaan pendidikan. Kelima Feasiblitay testing adalah dengan alokasi sumber-sumber yang tersedia seperti sumber dana. Biaya suatu rencana yang disusun secaralogis dan kurat serta cermat merupakan petunjuk tingkat kelayakan rencana. Keenam plan implementation adalah pelaksanaan rencana untuk mewujudkan rencana yang tertulis kedalam perbuatan penjabaran rencana kedalam perbuatan ilmiah yang menetukan apakah suatu rencana baik dan efektif. Ketujuh, evaluation and revisionfor future plan adalah kegiatan untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana yang merupakan umpan balik untuk merivisi dan mengadakan penyesuaian rencana untuk periode rencana berikutnya.
I. Pentingnya Perencanaan
Perencanaan mempunyai posisi yang penting dalam sebuah organisasi, tanpa adanya perencanaan maka jalannya organisi tidak jelas arah dan tujuannya. Oleh Karena itu perencanaan penting karena pertama dengan adanya perencanaan diharapan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan. kedua dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Ketiga perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternative tentang cara terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik. Keempat dengan perencanaan dapat dilakukan skala prioritas. Kelima, dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan.
Dengan demikian perencanaan mempunyai peranan penting dalam organisasi publik maupun dalam organisasi yang bersifat pribadi. Dengan adanya perencanaan akan dimungkinkan untuk memprediksi kerja dimasa yang akan datang, bahkan akan mampu memprediksi kemungkinan hasil yang akan dicapai.
J. Kesimpulan
Dengan demikian perencanaan adalah usaha untuk menggali siapa yang bertangungjawab terhadap berbagai aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Aktifitas tersebutkan tergambar dalam sebuah perencanaan yang matang dan komprehensif. Yang mempunyai tahapan sederhana sebagai berikut kajian kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, penentuan kebijakan dan prioritas, perumusan program dan proyek kegiatan, pembeiayaan yang rasional dan sesuai dengan sumber alokasi dana yang ada, pelaksanaan rencana, evaluasidan revisi.
Bibliografi
Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006
B. Uno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran,Jakarta: Bumi Aksara, 2006
Cuningham, William G, Systematic Planing for Education Change, first Edition, California: Mayfield Publisihing, 1982
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Irmin, Soejitno, Kepemimpinan Melalui Asmaul Husna, Jakarta: Batavia Press, 2005









































KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Metode dalam pendidikan islam merupakan suatu metode yang khas dan tersendiri, baik dari segi alat-alat maupun segi tujuan-tujuannya, dengan suatu bentuk yang nyata dan menarik perhatian serta membangkitkan minat untuk memiliki sumber ideologinya yang khas dalam perjalanan sejarah. Ruang lingkup dan keleluasaan system pendidikan islam tidak boleh keluar dari keterpaduan tujuan dan cara. Didalam sistem pendidikan islam terdapat satu cara dan satu tujuan untuk dapat menyatukan kepribadian yang pecah untuk dapat mencapai satu tujuan yang lurus dan bulat. Inilah keistimewaan dari system pendidikan islam yang berbeda dengan system pendidikan buatan manusia yang pada umumnya memiliki tujuan yang relative sama meskipun alat-alat yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kondisi sejarah, social, politik dan sebagainya.
System pendidikan buatan manusia pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “ nasionalisme sejati “. Sedangkan islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “ nasionalis sejati “ akan tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “ manusia sejati”.
Islam dalam membentuk manusia yang baik itu tidak membiarkan manusia berada dalam kebimbangan dan terus menerus berjalan didalam kegelpan, dimana masing-masing membentuk dirinya menurut kemauannya sendiri. Akan tetapi islam menetapkan cirri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu.

CIRI – CIRI KHAS SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Metodologi islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendidikannya menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Islam mengakui wujud manusia secara utuh, tanpa mengurangi nilainya dan merusk kemampuannya sedikit pun. Islam mengakui kebutuhan-kebutuhan spiritual wujud manusia beserta segala daya yang terkandung didalamnya. Islam memberikan segala yang diperlukannya seperti akidah, nilai-nilai dan harga diri, dan menyokong daya-daya yang ada padanya untuk memperbaiki eksistensi mental dan kejelekan-kejelekan yang terdapat dalam masyarakat.
Islam tidak hanya menonjol dalam memperhatikan semua segi eksistensi manusia dan tidak mengabaikan sedikit pun berbagai macam daya yang terdapat didalamnya. Tetapi yang paling menonjol adalah bahwa islam sejalan dengan fitrah dalam hal-hal yang lebih jauh dari itu.
Islam disamping yakin akan adanya banyak segi manusia yaitu jasmani, akal dan rohaninya dengan berbagi kebutuhan daya setiap segi itu, meyakini pula kesatuan dan keterpaduan wujud manusia tersebut dan tidak mungkin dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Fitrah manusia berjalan menurut garis yang telah diciptkan Allah SWT. Dengan demikian jasmani, akal dan roh yang ada dalam diri manusia tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Roh, akal dan tubuh, ketiganya membentuk satu wujud yang utuh, yang disebut manusia, semuanya berinteraksi secara utuh. Islam mengikuti aliran fitrah yang ada dan meyakini bahwa ada saling keterikatan antra unsur-unsur tersebut. Dengan demikian maka islam tidak setuju adanya pemisahan salah satu unsur dari unsur yang lain atau menonjolkan satu unsur dengan menekan sama sekali unsur-unsur yang lain.

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik. Bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik sangat dipengaruhi oleh pandangan pendidik itu sendiri terhadap peserta didik. Dalam hal ini anak ( peserta didik ) merupakan sarana dalam proses pendidikan.
Pertumbuhan dan perkembangannya yang dialami oleh peserta didik sangat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor pembawaan ( warisan ), faktor lingkungan dan faktor kematangan ( internal ). Dalam proses perkembangan seseorang, ada beberapa aliran yang menjelaskan tentang teori perkembangan, antara lain :
1. Aliran Nativisme.
Dalam aliran ini dijelaskan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa ( Arthur Sckonenhauer : 1788 – 1860 ). Faktor pembawaan ini bersifat kodrati dari lahir dan tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar. Faktor inilah yang akan membentuk kepribadian manusia.
2. Aliran Empirisme
Pada aliran ini dijelaskan bahwa perkembangan manusia itu semata-mata tergantung pada lingkngan dengan pengalaman pendidikannya ( John Locke ).
3. Aliran Konvergensi
Aliran ini adalah gabungan antara aliran empirisme dengan aliran nativisme. Didalamnya menggabungkan arti penting hereditas ( pembawaan ) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan pribadi seeorang adalah hasil proses kerjasama dua factor : warisan dan lingkungan. Aliran ini dikembangkan oleh Louis William Stern ( 0031871 – 1938 ).
Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki konsep-konsep yang menjelaskan proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep tersebut antara lain :
a. Konsep fitrah dalam diri manusia.
Fitrah merupkan suatu ketetapan Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup manusia ditentukn oleh Allah SWT, hal ini disebut “ Hidayah Amah Ilahiyah “. Petunjuk yang ditentukan oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun makhluknya untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Qur”an, secara fitrah manusia dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit, sedangkan akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Qur’an disebut al-a”ql dalah potensi dan substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung beberapa proses olah pikir, seperti berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan sebagainya.
b. Konsep warisan dan Bi’ah ( lingkungan )
Konsep ini menerangkan bahwa keadan manusia saat ini merupakan pembwaan sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan.
Spirit Hijrah dan Visi Transformatif Pendidikan Islam

Selamat datang tahun baru Hijriyah (1 Muharam 1429 H). Perubahan demi perubahan tidak terasa kita jalani. Kita baru sadar telah mengalami perubahan suatu saat kita menoleh ke belakang bahwa sungguh berbeda kondisi masa lalu dengan kondisi sekarang ini. Dinamika perubahan tersebut salah satunya tercermin pada sistem pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan Islam.

Sejak masjid dijadikan sebagai tempat berprosesnya pendidikan Islam pertama pada zaman Rosulullah hingga pesantren dan sekolah modern saat ini, Al-Qur?an dan As-Sunnah tetap menjadi sumber ide sosial yang aktual. Perubahan wajah sistem pendidikan Islam terus mengalami pembaruan sesuai dengan tuntutan zaman. Terutama dukungan dari kalangan ?modernisasi Islam? yang mencari arah baru pembaruan pendidikan Islam dalam mempersiapkan generasi masa depan.

Lalu kita bertanya di zaman yang tengah berubah ini, sudah siapkah pendidikan Islam untuk hijrah menghadapi perubahan sosial yang ada di depan mata? Bagaimana sistem pendidikan Islam mentransformasikan dirinya menjadi visi baru yang mampu menjawab tantangan-tantangan zaman yang tidak mengenal batas tempat dan waktu.




Tantangan Pendidikan Islam

Jika ditelusuri globalisasi tidak akan pernah terjadi tanpa ada perjumpaan antara Islam dan Barat. Kolonialisme adalah cikal bakal mengglobalnya kapitalisme ke penjuru dunia. Relasi Islam dan Barat merupakan anugerah sehingga tumbuh simbiosis mutualisme ilmu pengetahuan dan teknologi dalam sejarah peradaban. Meskipun ideologi kapitalisitik yang menjadi corak Barat berlawanan dengan ciri khas Islam yang rahmatan lil ?alamin.

Dengan segala konsekuensinya di abad ini Islam tidak boleh naif bahwa peradaban Barat jelas lebih maju dibandingkan Islam. Kemajuan Barat dengan IPTEK-nya justru bukan menjadi pemicu kekhawatiran melainkan sebagai tempat belajar kembali akan masa keemasan yang pernah diraih Islam. Di samping itu dalam globalisme budaya dewasa ini ekspansi industri Barat pada kenyataanya berubah menjadi tantangan yang tidak bisa dihindari.
Pendidikan Islam sebagai bagian yang ikut andil dalam peradaban tidak mungkin mengisolasikan dirinya. Bahkan pendidkan Islam harus membantu masyarakat bagaimana supaya bertahan dan mencari solusi di tengah kesulitan hidup. Merosotnya moral dan nilai-nilai agama mengisyarakatkan bahwa pendidikan agama harus berbenah diri dalam mengantarkan anak menuju kecerdasan emosional dan spiritual. Di tambah lagi, kemiskinan yang dirasakan sebagian masyarakat turut menambahkan angka putus sekolah anak di usia wajib belajar.

Dalam wilayah teologis kesadaran keberagamaan umat Islam tidak berada pada kesadaran yang naif. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya kegiatan umat Islam lewat berbagai media dakwah seperti dzikir akbar, tabligh akbar, pengajian majleis ta?lim, sinetron religi, forum-forum silaturrahim yang diadakan dari tingkat RT/RW sampai kajian rohani di kantor-kantor. Kegiatan spiritual tersebut gencar dilakukan sebagai kesadaran kolektif.

Itu sekadar contoh, tapi mengapa berhenti pada laku simbolik. Kenikmatan spiritual ?terpuaskan? setelah sukses mengadakan kegiatan rohani. Sementara substansi dari nilai-nilai teologis yang diperoleh berakhir dengan memetik buah ritus agama. Kesadaran teologis tidak sepenuhnya dapat dicerna menjadi kesadaran kemanusiaan

Dalam menghadapi tantangan itu, pemahaman agama terkait erat dengan perilaku pemeluknya. Tindakan-tindakan sosial para pemeluknya menjadi tolok ukur sejauh mana doktrin agama dianut secara formal atau tidak. Sedangkan pemahaman agama bersifat empiris karena dipengaruhi oleh faktor dan latar belakang pelakunya. Inilah beban yang harus dipikul oleh pendidikan Islam.

Terutama pada generasi muda yang sangat mudah dipengaruhi bujuk rayu kenikmatan dunia. Kehidupan keluarga yang merupakan sekolah pertama sangat bertumpu pada pola asuih orangtua dalam mendidik anak-anak. Sekolah hanyalah membantu peran orangtua yang waktunya terbatas.

Selebihnya di luar dua lembaga ini lingkungan sosial juga turut berperan mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Karena pengetahuan agama yang diperoleh dari sekolah sangat berbeda jauh dengan apa yang terjadi dalam realitas sosial masyarakat. Maka betapa pun kita dihinggapi oleh pesimisme, pendidikan Islam sejatinya dapat menghidupkan kembali peran kritisnya sehingga tugas pokoknya menanamkan motivasi kesadaran keagamaan kepada generasi muda segera terwujud.

Menghidupkan Visi Transformatif

Dalam sejarah peradaban Islam dikisahkan bahwa hijrahnya Rosulullah dari Mekkah ke Madinah dalam rangka membangun komunitas migran. Komunitas migran inilah yang kemudian membangun pondasi peradaban muslim. Nabi terus melakukan pengkajian pemikiran dan pendidikan Islam dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

Konsep hijrah Nabi Muhammad di atas pada dasarnya adalah falsafah dasar yang dapat dijadikan oleh sistem pendidikan Islam untuk menghidupkan kembali visi transformatifnya sehingga pendidikan dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia secara lebih baik. Falsafah yang sudah ada dikemas dengan sederhana dan terintegrasi sehingga metodologinya dapat diimplementasikan di rumah, sekolah dan aktivitas keagaman lainnya.

Dalam konteks Indonesia, pendidikan termasuk pendidikan agama dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi masih mengalami anomali karena pendidikan telah dipersempit maknanya sebagai schooling. Pakar pendidikan HAR Tilaar (1999) mengidentifikasikan berbagai anomali dalam empat indikator sistem pendidikan nasional, yaitu popularisasi pendidikan, sistematisasi pendidikan, proliferasi pendidikan dan politisasi pendidikan.

Misalnya metode menghafal dengan mendefinisikan istilah dan ada sebagian peserta didik yang lemah dalam menghafal padahal sesungguhnya cerdas akhirnya terbebani. Lalu mengabaikan pengteahuan agama yang pada hakikinya adalah pandangan hidup sehari-hari. Persoalan ini seharusnya dipecahkan bersama antara guru dan siswa dengan pendekatan belajar yang menyenangkan.

Oleh karena itu, agar pengetahun agama dapat hidup menurut Moeslim Abdurrahman (2005) untuk perkembangan jiwa anak penting mengembangkan bentuk-bentuk permainan psikologis yang dapat merangsang pertumbuhan religiusitas anak dalam proses belajar mengajar agama. Yang mungkin tidak kalah pentingnya adalah cara-cara memperoleh ?suasana religiusitas?.

Dengan demikian, visi transformatif pendidikan Islam perlu direfleksi ulang mengingat permasalahan pendidikan agama termasuk dikalangan umat Islam, bukan hanya dari sisi teknologi, metodologi dan manajemen pendidikan, tetapi lebih penting lagi dari aspek filosofis dan substansi. Untuk itu pada momentum tahun baru hijriyah ini diperlukan gerakan ?ijtihad? yang bermuara pada pembaruan pendidikan Islam yang disadari sebegai prasyarat strategis.

Rekonstruksi pendidikan Islam adalah revolusi cara belajar yang menekankan pembaruan pendidikan dan pembelajaran. Karena tujuan pendidikan Islam masih berkutat pada tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Banyak pihak yang memandang bahwa proses belajar menjagar di sekolah lebih menitikberatkan aspek kognitif, minim afektif dan lebih minim aspek psikomotoriknya. Ini yang mengakibatkan peserta didik mengerti syarat dan rukun ibadah tetapi tidak menghayati praktiknya. Wallohu ?alam.

















PENDIDIKAN ISLAM ALTERNATIF
UPAYA MENGEMBANGKAN MADRASAH
Di Indonesia kita kenal, berbagai bentuk dan jenis pendidikan Islam, seperti Pondok Pesantren, Madrasah, Sekolah Umum bercirikan Islam, Perguruan Tinggi Islam dan jenis-jenis pendidikan Islam luar sekolah, seperti Taman Pendidikan al-Qur’an [TPA], Pesantrenisasi dan sebagainya. Kesemuanya itu, sesungguhnya merupakan aset dan salah satu dari konfigurasi sistem pendidikan nasional Indonesia. Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan tersebut, sebagai khasanah pendidikan dan diharapkan dapat membangun dan memberdayakan umat Islam di Indonesia secara optimal, tetapi pada kenyataan pendidikan Islam di Indonesia tidak memiliki kesempatan yang luas untuk bersaiang dalam membangun umat yang besar ini.
Memang terasa janggal dan mungkin juga lucu, karena dalam suatu komunitas masyarakat muslim yang besar pendidikan Islam [Madrasah] kurang mendapatkan kesempatan untuk berkembang secara optimal. Mungkin ada benarnya, pepatah yang mengakatakan bahwa “ayam mati kelaparan di lumbung padi”, artinya, pada kenyataannya pendidikan Islam tidak mendapat kesempatan yang luas dan seimbang dengan umatnya yang besar di bumi Indonesia ini.
Akhir-akhir ini terlihat pendidikan Islam mulai mengalami kemajuan, hal ini terbukti dengan semakin bertambah jumlah [kuantitatif] dan kokohnya keberadaan lembaga pendidikan Islam, artinya masuknya pendidikan agama/madrasah ke dalam mainstream pendidikan nasional, misalnya pada pendidikan tingkat madrasah sekarang ini, sejak ibtidaiyah sampai aliyah sudah mengikuti kurikulum nasional. Dengan demikian aliyah tidak lagi khusus mengaji atau mendalami masalah-masalah keagamaan sebagaimana dulunya. Namun sudah ada madrasah yang membuka jurusan IPA, sosial, keterampilan dan lain-lain [Azyumardi Azra, serta munculnya beberapa jenis serta model pendidikan yang ditawarkan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Namun pada kenyataannya tantangan yang dihadapi pendidikan Islam tetap saja kompleks dan berat, karena dunia pendidikan Islam juga dituntut untuk memberikan konstribusi bagi kemoderenan dan tendensi globalisasi, sehingga mau tidak mau pendidikan Islam dituntut menyusun langkah-langkah perubahan yang mendasar, menuntut terjadinya diversifikasi dan diferensiasi keilmuan dan atau mencari pendidikan alternatif yang inovatif.
Kondisi ini menuntut lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk bekerja serius dalam mengembangkan pendidikannya, karena A.Mukti Ali, menyatakan bahwa kelemahan-kelemahan pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini lebih disebabkan oleh faktor-faktor penguasaan sistem dan metode, bahasa sebagai alat, ketajaman interpretasi [insinght], kelembagaan [oraganisasi], manajemen, serta penguasaan ilmu dan teknologi. Berkaitan dengan hal ini, M.Arifin, juga menyatakan bahwa pendidikan Islam harus didesak untuk melakukan inovasi yang tidak hanya berkaitan dengan perangkat kurikulum dan manajemen, tetapi juga menyangkut dengan startegi dan taktik operasionalnya. Strtaegi dan taktik
1. Dosen Tetap Jurusan Tarbiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia.itu, menuntut perombakan model-model pendidikan sampai dengan institusi-institusinya, sehingga lebih efektif dan efisien, dalam arti pedagogis, sosiologis dan kultural dalam menunjukkan perannya (M.Arifin, 1991:3). A. Syafii Maarif, menggambarkan situasi pendidikan Islam di Indonesia sampai awal abad ini tidak banyak berbeda dengan perhitungan kasar yang dikemukakan di atas. Sistem madrasah dan pesantren yang berkembang di nusantara ini dengan segala kelebihannya, juga tidak disiapkan untuk membangun peradaban (A. Syafii Maarif, 1996: 5).
Mencermati kondisi tersebut di atas, penataan sistem dan model-model pendidikan Islam di Indonesia adalah sesuatu yang tidak terelakkan lagi. Sistem pengembangan pendidikan Islam hendaknya dipilih dari kegiatan pendidikan yang paling mendesak dan senteral yang akan menjadi model dasar untuk usaha pengembangan model-model pendidikan Islam selanjutnya, dengan tidak meninggalkan lembaga-lembaga pendidikan seperti keluarga, sekolah dan madrasah, masjid, pondok pesantren, dan pendidikan luar sekolah lainnya tetap dipertahankan keberadaannya. Yahya Muhaimin [mantan Menteri pendidikan Nasional], juga “menawarkan sebuah mindmp tentang basis-basis pendidikan, yaitu pendidikan berbasis keluarga [family-based education], pendidikan berbasis komunitas [community-based education], pendidikan berbasis sekolah [school-based education], dan pendidikan berbasis tempat kerja [workplace-based education]” (Yahya Muhaimin,2000:1).
Dari pandangan Yahya Muhaimin tersebut, apabila dicermati model-model pendidikan Islam sekarang ini sekurang-kurangnya berbasis pada empat jenis lembaga pendidikan Islam yang dapat mengambil peran dalam memberdayakan umat, yaitu pendidikan Islam berbais pondok pesantren, pendidikan Islam berbasis pada Mesjid, pendidikan Islam berbasis pada sekolah atau madrasah, dan pendidikan Islam berbasis pada pendidikan umum yang bernafaskan Islam. Lembaga pendidikan yang berbasis pada pondok pesantren, sebagai model pendidikan Islam yang dapat mengembangkan atau memperluas sistem pendidikan nonformalnya pada pelayanan pendidikan yang meliputi berbagai jenis bidang misalnya, seperti pertanian, peternakan, kesehatan, kesenian, kepramukaan, iptek, dan pelbagain keterampilan, kemahiran dan sebagainya. Pondok pesantren, seharusnya memperluas pelayanan pendidikan kepada masyarakat secara wajar dan sistematis, sehingga apa yang disajikan kepada masyarakat akan tetap terasa bermuara pada pandangan dan sikap Islami, dan terasa bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Begitu juga mengenai aktivitas mesjid harus dijadikan basis pembinaan umat. Materi-materi kajian pendidikan Islam yang disampaikan lewat khotbah jum’ah dan ceramah-cemah harus dapat di sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi realitas umat yang dihadapi dan mengantisipasi kondisi perubahan masa depan. Pondok pesantren dan mesjid perlu menggalang kerjasama dengan para ulama dan para cendekiawan muslim yang di luar atau yang tergabung dalam perguruan tinggi yang ada di sekitarnya.
Adapun peran jenis pendidikan yang berbasis pada madrasah dan pendidikan umum yang bernafaskan Islam, adalah dalam upaya menemukan pembaruan dalam sistem pendidikan formal yang meliputi metode pengajaran baik agama maupun umum yang efektif. inovasi dibidang kurikulum, alat-alat pelajaran, lingkungan yang mendidik, guru yang kreatif dan penuh dedikasi dan sebagainya sangat diperlukan (Suroyo, 1991: 77-78). Karel Steenbrink, menyatakan bahwa keberadaan pendidikan Islam di Indonesia cukup variatif. Tetapi Steenbrink, mengkategori pendidikan tersebut dalam tiga jenis, yaitu pendidikan Islam yang berbasis pada pondok pesentrean, madrasah dan sekolah. Ketiga jenis pendidikan ini diharapkan menjadi “modal” dalam upaya mengintegrasikan ilmu pengetahuan sebagai suatu paradigma didaktik-metodologis. Sebab, pengembangan keilmuan yang integral [interdisipliner] akan mampu manjawab kesan dikotimis dalam lembaga pendidikan Islam selama ini berkembang.

Pada sisi lain, muncul pula jenis pendidikan luar sekolah bagi anak-anak muslim dengan model pesantrenisasi dan TPA [Taman Pendidikan al-Qur’an]. Pendidikan pesantrenisasi sebagai jenis pendidikan Islam yang muncul sebagai kekuatan pendidikan Islam, walaupun dilaksanakan secara insidental pada setiap bulan Ramadlan, tetapi terencana dan terprogram oleh sekolah-sekolah. Artinya, pada liburan bulan Ramadlan peserta didik dikonsentasikan atau “dikemkan” pada suatu tempat untuk mendapatkan ceramah-ceramah agama Islam dan paraktek-praktek ibadah selama satu minggu atau lebih. Tetapi sayangnya pendidikan model ini belum ditintak lanjuti dan dievaluasi efiktitas dan efisiensi prosesnya baik dari kurikulum dan materi, metode, pengajar, waktu pelaksanaan dan organisasi. Kemudian, terdapat pula “Taman Pendidikan al-Qur’an” [TPA], sebagai kekuatan pendidikan Islam yang muncul dengan metode dan teknik baru yang dapat menghasilkan output yang mampu membaca al-Qur’an dalam waktu yang relatif singkat. Dapat kita saksikan produk TPA dengan bangga di wisuda oleh seorang Menteri bahkan tidak tanggung-tanggung oleh Presiden [zaman Presiden Soeharto]. Tetapi sampai saat ini belum terpikirkan tindak lanjut dari usaha pendidikan ini, karena selesai wisuda selesailah usaha pendidikan tersebut. Tetapi, harus diakui bahwa jenis pendidikan Qur’an ini, merupakan hasil inovasi dari model pengajaran al-Qur’an model lama. “Model pendidikan TPA yang ada sekarang merupakan hasil inovasi pendidikan dan perbaikan model pengajaran al-Qur’an tempo dulu itu. Maka dalam model TPA, seorang peserta didik tidak perlu berlama-lama belajar membaca al-Qur’an. Dalam waktu singkat ia telah dapat menguasainya, maka apabila dilihat dari segi didaktik metodik, TPA lebih efektif dan efisien dari pada model pengajaran al-Qur’an model lama1 (Hajar Dewantoro,1997:90).
Perkembangan yang mencolok pada tahun 90-an adalah munculnya sekolah-sekolah elite Muslim yang dikenal sbagai “sekolah Islam”. Sekolah-sekolah itu mulai menyatakan dirinya secara formal dan diakui oleh banyak kaum Muslim sebagai “sekolah unggulan” atau “sekolah Islam unggulan”. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut sekolah-sekolah tersebut adalah “SMU Model” atau “Sekolah Menengah Umum [Islam] Model”. Dapat saja disebut, sekolah Islam al-Azhar yang berlokasi di komplek Masjid Agung al-Azhar di Kebayoran Baru Jakarta, dengan beberapa cabang seperti Cirebon, Surabaya, Sukabumi, Serang, Semarang dan sebagainya. Sekolah al-Izhar2 di Pondok
2. Sekolah al-Izhar, milik yayasan Anakku, awalnya merupakan sebuah cabang dari sekolah al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta. Karena konflik-konflik yang terjadi antara para pengurusLabu, Jakarta, SMU Insan Cendekia3 di Serpong dan SMU Madinah di Parung. Selain itu, masih muncul pula madrasah elite lain yang juga menjadi madrasah favorit, sebagai contoh adalah Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) I Malang, Jawa Timur (Azyumardi Azra,1999:75-79). Sekokolah Dasar (SD) Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta yang menjadi Sekolah Dasar bercirikan Islam yang menjadi faforit dan menjadi sekolah percontohan dan mungkin masih banykah sekolah-sekolah Islam dan Madrasah di daerah lain yang belum disebutkan dalam pembahasan ini.

Sekolah-sekolah tersebut dapat dikatakan sebagai “sekolah elite” Islam, karena sejumlah alasan yang mendasarinya. Alasan pertama bahwa sekolah-sekolah tersebut bersifat elite dari sudut akademis, dalam beberapa kasus hanya siswa-siswa terbaik yang dapat diterima sekolah-sekolah tersebut melalui seleksi yang kompetitif. Guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut hanyalah mereka yang memenuhi persyaratan yang dapat diterima dan melalui seleksi secara kompetetif. Sekolah-sekolah tersebut dikelolah dengan manajemen yang baik dengan memiliki berbagai sarana pendidikan yang jauh lebih baik dan lebih lengkap, seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, ruang komputer, masjid dan sarana olahraga. Semua itu membuat peserta didik di sekolah-sekolah tersebut jauh lebih baik secara akademis bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah Islam lainnya dan bahkan dengan sekolah umum yang disekolah oleh pemerintah.
Dari perkembangan sekolah-sekolah ini, pemerintah dalam hal ini Departemen Agama dan para ahli pendidikan Islam mulai percaya bahwa kualitas pendidikan madrasah dapat ditingkatkan, artinya bahwa pendidikan berkualitas yang ditawarkan madrasah akan dapat “dibeli” oleh kalangan orang tua Muslim. Maka tanpaknya, kita harus berusaha melakukan koreksi secara cepat dan cermat tentang program-program pendidikan pendidikan Islam yang sedang dijalankan, sehingga perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum dalam konfigurasi pendidikan nasional dapat dipersempit, artinya, secara kualitas pendidikan Islam harus mendapat kesempatan yang luas dan seimbang dengan umatnya yang besar di bumi Indonesia ini. Apabila kita menginkan pendidikan Islam dapat bersaing dengan pendidikan lain, tentu saja persoalan visi, misi, tujuan, fungsi, metode, materi dan kurikulum, orientasi, manajemen dan organisasi pendidikan Islam, harus dikoreksi, direvisi dan bahkan direformasi secara berani, sehingga pendidikan Islam akan menjadi pendidikan yang menarik minat peserta didik tanpa mengurangi prinsip-prinsip ajaran dari sumber pokok Islam yaitu Qur’an dan Hadis. Apabila persoalan tersebut dilakukan secara baik, terencana dan terprogram, pendidikan Islam akan menjadi lebih solid dalam kedua sekolah tersebut dan berakhir di pengadilan, dan “al-Azhar Pondok Labu” diperintahkan hakim untuk tidak menggunakan nama al-Azhar, dan pada tahun 1992, sekolah tersebut menggunakan nama baru yaitu “al-Izhar”[Azyumardi Azra, Pendidikan Islam,… hlm. 74].
3. SMU Insan Cendekia didirikan oleh kelompok ilmuwan dan intelektual Muslim yang kebanyakan bekerja pada Badan Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dahulunya dipimpin oleh B.J. Habibie. Karena itu sekolah ini memiliki ikatan emosional dengan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) dan bahkan sekolah ini juga dikenal sebagai “sekolah Habibie” [Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernitas…, hlm. 77].

Memberdayakan umat Islam di Indonesia dan siap menghadapi tantangan globalisasi serta tantangan reformasi diberbagai bidang kehidupan berupa demokrasi pendidikan, membangun etos kerja, profesionalisme, memiliki kemampuan emosional dan moralitas agar dapat membangun masa depan yang lebih baik, lebih maju, damai, adil dan lebih sejahtera, sehingga terwujud masyarakat baru Indonesia yang rahmatan lil’alamin.
Dalam upaya mencari pola atau model alternatif pendidikan Islam di Indonesia, hendaknya pengembangan pendidikan Islam menitikberatkan atau berorientasi kepada visi dan misi, fleksibilitas, relevansi pendidikan di sekolah [formal] dan pendidikan di luar sekolah [non formal]. Artinya keluwesan sistem dan kerjasama antara bentuk lembaga pendidikan Islam itu, akan melahirkan model alternatif baru dewasa ini dan masa mendatang. Dalam upaya mencari “model alternatif pendidikan Islam” yang akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat madani Indonesia, paling tidak ada tiga pendekatan yang ditawarkan sebagai pola alternatif pendidikan Islam, yaitu pendekatan sistemik, suplemen dan pendekatan komplementer. [1]
Pendekatan sistemik, yaitu perubahan harus dilakukan terhadap keseluruhan sistem pada lembaga pendidikan Islam formal yang ada, dalam arti terjadi perubahan total. [2] Pendekatan suplementer, yaitu dengan menambah sejumlah paket pendidikan yang bertujuan memperluas pemahaman dan penghayatan ajaran Islam secara lebih memadai. Langkah ini yang sering dilakukan dengan istilah yang populer adalah “tambal sulam”. [3] Pendekatan komplementer, yaitu dengan upaya mengubah kurikulum dengan sedikit radikal untuk disesuaikan secara terpadu (Suroyo,1992:64). Artinya, untuk kondisi sekarang ini, perubahan kurikulum pendidikan Islam harus diorientasikan pada kompetensi yaitu kompetensi knowledge [pengetahuan], skill [keterampilan atau kemahiran], kompoetensi ability [memiliki kemampuan tertentu], komptensi sosial-kultural, dan kompetensi spritual ilahiyah.
Dalam menghadapi perubahan dan tantangan masyarakat global, ada beberapa persoalan mendasar internal pendidikan Islam yang harus diselesaikan terlebih dahulu secara tuntas, yaitu :
Pertama, harus mengikis habis wawasan sejarah pendidikan Islam yang tidak sesuai dengan gagasan yang dibawa al-Qur’an, berupa persolan dikotomik pendidikan Islam yang merupakan persoalan mendasar dari perkembangan pendidikan Islam selama ini. Pendidikan Islam harus dijauhkan dari dikotomik, menuju pada integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, sehingga tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Integrasi tersebut dengan sekaligus menciptakan perangkat lunah yaitu kerangka filosofis yang jelas dan baku. Ahmad Syafii Maarif, menyatakan bahwa pendidikan Islam harus dijauhkan dari buaian hellenisme yang diberi jubah Islam dan kita harus berada pada sumbu Islam, al-Qur’an, Hadis dan karir yang pernah diraih nabi Muhammad Saw. Maka kita tidak perlu berteriak, mari kita Islamkan ilmu modern”, yang hanya akan mengulangi hal serupa, yaitu pendidikan Barat yang dijustifikasikan dengan ayat-ayat Qur’an. Berkaitan dengan hal tersebut, yang pertama kali harus dimiliki adalah kemandirian dalam segala aspek. Dengan kemandirian tersebut, akan melindungi proses pengembangan pendidikan Islam dari berbagai intervensi yang akan memperkosa proses pengembangan pendidikan Islam untuk tetap bersiteguh berdiri pada konsep yang murni dari al-Qur’an dan al-Hadis untuk memberdayakan bangsa yang mayoritas muslim ini, (Ahmad Syafii Maarif, 1997: 67).
Memang diakui, bahwa untuk mengikis habis persoalan dikotomik bukan hal yang mudah, karena akan berhadap dengan kontraversi pemikiran antar pemikiran kovensional [tradisional] dengan pemikiran kontemporer modern. Tetapi pada sisi lain, diakui bahwa secara malu-malu pendidikan Islam telah melakukan perubahan dengan mengintegrasikan pendidikan agama dengan pendidikan umum. Misalnya saja, kebijakan konvergensi yang diambil Departemen Agama [Depag] dengan memperkecil perbedaan antara pola pendidikan di lembaga umum dan lembaga agama awalnya direspons pendidikan Islam secara malu-malu, istilah Azyumardi “malu-malu kucing” dan istilah Karel Steembrink, “menolak sambil mengikuti”. Artinya, pada akhirnya pendidikan Islam juga melakukan proses adaptasi dengan mengembangkan sistem mengikuti pendidikan umum. Maka kita harus mengikis habis wawasan sejarah pendidikan Islam yang tidak sesuai dengan gagasan yang dibawa al-Qur’an. Azyumardi, menekankan bahwa perubahan bentuk dan isi pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan perubahan zaman. Menurutnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memiliki visi keislaman, kemoderenan, keknian, masa depan dan kemanusian agar compatible dengan perkembangan zaman [Azyumardi Azra,)
Kedua, perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Artinya lembaga-lembaga pendidikan tidak hanya berorientasi atau memenuhi keinginan kepentingan akhirat saja dengan mengajarkan keterampilan beribadah saja. Hal itupun, masih dirasakan apabila pendidikan Islam “dipandang dari dimensi ritual masih jauh dalam memberikan pengayaan spritual, etika dan moral” (A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam,:52). ilahiyah. Memang diakui, bahwa peserta didik secara verbal kognitif dapat memahami ajaran Islam dan terampil dalam melaksanakannya [psikomotorik], tetapi kurang menghayati [afektif] kedalaman maknanya. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam harus menjadikan pendidikannya tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama [spritual ilahiyah], ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan atau kemahiran, seni dan budaya serta etika dan moral ilahiyah.
Selain persoalan tersebut, pendidikan Islam sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni persoalan reformasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia baru. Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana upaya untuk membangun paradigma baru pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang didukung dengan sistem kurikulum atau materi pendidikan, manajemen dan organisasi, metode pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat global yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompetetif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern, global dan informasi. Perubahan yang perlu dilakukan pendidikan Islam, yaitu: [1] Membangun sistem pendidikan Islam yang mampu mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu mengantisipasi kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global menuju masyarakat Indonesia baru yang dilandasi dengan nilai-nilai ilahiyah, kemanusia [insaniyah], dan masyarakat, serta budaya. [2] Menata manajemen pendidikan Islam dengan berorientasi pada manajemen berbasis sekolah agar mampu menyerap aspirasi masyarakat, dapat mendayagunakan potensi masyarakat, dan daerah [otonomi daerah] dalam rangka penyelenggaraan pendidikan Islam yang berkualitas. [3] Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan pendidikan Islam secara berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat.
Dari uraian di atas, menegaskan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam harus mendisain model-model pendidikan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan sekarang ini. Muncul pertanyaan model-model pendidikan Islam yang bagaimana? Yang diharapkan dapat menghadapi dan menjawan tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural menuju masyarakat Indonesia baru. Untuk menjawab pertanyaan ini, meminjam prinsip hakekat pendidikan Islam yang digunakan Hasim Amir, yang mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang idealistik, yakni pendidikan yang integralistik, humanistik, pragmatik dan berakar pada budaya kuat (A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam,:37). Tawaran Hasim Amir ini, yang dikutip A. Malik Fadjar, dapat digunakan sebagai konsep pendidikan Islam dalam menghadapi perubahan masyarakat Indonesia, yaitu :
Pertama, pendidikan integralistik, merupakan model pendidikan yang diorientasikan pada komponen-komponen kehidupan yang meliputi: Pendidikan yang berorientasi pada Rabbaniyah [Ketuhanan], insaniyah [kemanusiaan] dan alamiyah [alam pada umumnya], sebagai suatu yang integralistik bagi perwujudan kehidupan yang baik dan untuk mewujudkan rahmatan lil ‘alamin, serta pendidikan yang menggap manusia sebagai sebuah pribadi jasmani-rohani, intelektual, perasaan dan individual-sosial. Pendidikan integralistik diharapkan dapat menghasilkan manusia [peserta didik] yang memiliki integritas tinggi, yang dapat bersyukur dan menyatu dengan kehendak Tuhannya, menyatu dengan dirinya sendiri sehingga tidak memiliki kepribadian belah atau kepribadian mendua, menyatu dengan masyarakat sehingga dapat menghilangkan disintegrasi sosial, dan dapat menyatu dengan alam sehingga tidak membuat kerusakan, tetapi menjaga, memlihara dan memberdayakan serta mengoptimalkan potensi alam sesuai kebutuhan manusia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersumber dari konsep Ketuhanan [Teosentris], artinya pendidikan Islam harus berkembang dan dikembangkan berdasarkan teologi tersebut. Konsep kemanusiaan, artinya dengan konsep ini dapat dikembangnya antropologi dan sosiologi pendidikan Islam, dan konsep alam dapat dikembangkannya konsep pendidikan kosmologi dan ketiga konsep ini harus dikembangkan seimbang dan integratif.
Kedua, pendidikan yang humanistik, merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia [humanisasi], yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya.
Pendidikan humanistik, diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi manusia yaitu mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai sebaik-baik makhluk [khairu ummah]. Maka, manusia “yang manusiawi” yang dihasilkan oleh pendidikan yang humanistik diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia berpikir, berasa dan berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapat mengganti sifat individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang kepada sesama manusia, sifat menghormati dan dihormati, sifat ingin memberi dan menerima, sifat saling menolong, sifat ingin mencari kesamaan, sifat menghargai hak-hak asasi manusia, sifat menghargai perbedaan dan sebagainya.
Ketiga, penddidikan pragmatik adalah pendidikan yang memandang manusia sebagai makhluk hidup yang selalu membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya baik bersifat jasmani maupun rohani, seperti berpikir, merasa, aktualisasi diri, keadilan, dan kebutuhan spritual ilahiyah. Dengan demikian, model pendidikan dengan pendekatan pragmatik diharapkan dapat mencetak manusia pragmatik yang sadar akan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, peka terhadap masalah-masalah sosial kemanausiaan dan dapat membedakan manusia dari kondisi dan siatuasi yang tidak manusiawi.
Keempat, pendidikan yang berakar pada budaya, yaitu pendidikan yang tidak meninggalkan akar-akar sejarah, baik sejarah kemanusiaan pada umumnya maupun sejarah kebudayaan suatu bangsa, kelompok etnis, atau suatu masyarakat tertentu. Maka dengan model pendidikan yang berakar pada budaya, diharapkan dapat membentuk manusia yang mempunyai kepribadian, harga diri, percaya pada diri sendiri, dan membangun peradaban berdasarkan budaya sendiri yang akan menjadi warisan monumental dari nenek moyangnya dan bukan budaya bangsa lain (A. Malik Fadjar,1999:37-39). Tetapi dalam hal ini bukan berarti kita menjadi orang yang anti kemodernan, perubahan, reformasi dan menolak begitu saja arus transformasi budaya dari luar tanpa melakukan seleksi dan alasan yang kuat.
Selanjutnya, dari keempat model yang dikemukakan di atas, dapat ditarik lagi pada disain model pendidikan Islam yang lebih operasional, yaitu:
Pertama, mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Dengan demikian, visi, misi dan tujuan pendidikan, kurikulum dan materi pembelajaran, metode pembelajaran, manajmen pendidikan, organisasi dan sumber daya pendidikan [guru dan tenaga administrasi] harus disesukan dengan kebutuhan serta sesuai misi, visi dan tujuan pendidikan tersebut. Model pendidikan umum Islami, kurikulumnya bersifat integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, sehingga mampu mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif. Atau meminjam istilah Fazlur Rahman, yaitu model pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam, untuk melahirkan intelektualisme muslim yang tangguh, walaupun Ahmad Syafii Maarif, menolah hal ini yaitu kita tidak perlu berteriak untuk mengislamkan ilmu modern.
Kedua, model pendidikan Islam yang tetap mengkhususkan pada disain “pendidikan keagamaan” seperti sekarang ini. Artinya, harus mendisain ulang model “pendidikan Islam” yang berkualitas dan bermutu, yaitu : [1] dengan merumuskan visi dan misi serta tujuan yang jelas, [2] kurikulum dan materi pembelajaran diorientasikan pada kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat untuk dapat menjawab tantangan perubahan, [3] metode pembelajaran diorientasikan pada upaya pemecahan kasus [promlem solving] dan bukan dominasi ceramah, [4] manajemen pendidikan diorientasi pada manajemen berbasis sekolah, [5] organisasi dan sumber daya guru yang memiliki kompetensi dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Maka pendidikan Islam akan mampu bersaing dengan mampu mempersiapkan dan melahirkan mujtahid-mujtahid yang tangguh, berkualitas dan berkaliber dunia dalam bidangnya sehingga mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan kebutuhan perubahan zaman. Disain model pendidikan seperti ini, harus secara “selektif menerima” pendidikan produk barat, berarti harus mendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia. Kata Fazlur Rahman, apabila kita ingin membangun pendidikan Islam yang berkualitas, harus kembali kepada al-Qur’an dan Qur’an harus ditempatkan sebagai pusat intelektualisme Islam (Fazlur Rahman, 1985:1).
Ketiga, model pendidikan agama Islam tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah formal tetapi dilaksanakan di luar sekolah. Artinya pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga, mesjid dan lingkungan masyarakat [tempat-tempat pengajian dan Masjid] dalam bentuk kursur-kursus, kajian-kajian keagamaan, keterampilan beribadah dan sebagainya. Pendidikan agama akan menjadi tanggungjawab orang tua dan masyarakat atau meminjam konsep Yahya Muhaimin yang dikemukakan terdahulu bahwa pendidikan berbasis keluarga [family-based education] dan pendidikan berbasis pada masyarakat [community-based education]. Pendidikan Islam, dapat ditanamkan dan disosialisasikan secara intensif melalui basis-basis tersebut, sehingga pendidikan agama sudah menjadi kebutuhan [need] dan based dalam pribadi peserta didik. Maka dalam proses belajar mengajar di sekolah pendidikan agama telah menjadi kebutuhan dan prilaku [afektif dan psikomotorik] yang aktual, bukan lagi berupa pengetahuan [knwoledge] yang dihafal [kognitif] dan diujikan secara kognitif pula.
Keempat, disain model pendidikan diarahkan pada dua dimensi, yakni: [1] dimensi dialektika [horisontal], pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan [2] dimensi ketunduhan vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan misteri
kehidupan yang abadi dengan Maha Pencipta (M. Irsyad Sudiro, 1995:2). Berati pendidikan harus disertai dengan pendekatan hati, artinya pendidikan harus membangun hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia, dan lingkungan.
Keempat model pendidikan Islam yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain dan model pendidikan Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki masyarakat madani Indonesia. Kecenderungan perkembangan semacam, dalam upaya mengantisipasi perubahan zaman dan merupakan hal yang wajar-wajar saja. Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktis-pragmatis dalam hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan, sehingga pendidikan tidak statis atau hanya berjalan di tempat dalam menatap persoalan-persoalan yang dihadapi pada era masyarakat modern, post masyarakat modern dan masyarakat global.
Dengan demikian, apapun model pendidikan Islam yang ditawarkan dalam masyarakat Indonesia, pada dasarnya harus berfungsi untuk memberikan kaitan antara peserta didik dengan nilai-nilai ilahiyah, pengetahuan dan keterampilan, nilai-nilai demokrasi, masyarakat dan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, sebab pada saat yang sama pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk perubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M, 1991, Kapita Selekta Pendidikan, Bina Aksara, Jakarta.
Azra, Azyumardi.,1999, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, Logo Macana Ilmu, Jakarta.
-------,Pendidikan Agama Harus Rasional dan Toleran,
Dewantoro, Hajar., 1997, “Urgensi Inovasi Pendidikan dalam Pemberdayaan Umat”, dalam : Muslih Usa dan Aden Wijdan SZ [Penyunting], Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrialisasi, Aditiya Media, Yogyakarta.
Fadjar, A. Malik., 1999, Reformasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia.
Maarif, A.Syafii., 1996, “Keutuhan dan Kebersamaan dalam Pengelolaan Pendidikan Sebagai Wahana Pendidikan Muhammadiyah”, makalah disampaikan pada Rakernas Pendidikan Muhammadiyah, di Pondok Gede, Jakarta.
Muhaimin, Yahya [Menteri Pendidikan Nasional], 2000, “Reformasi Pendidikan Nasional Munuju Indonesia”, Majalah Dwiwutan BPK Penabur Jakarta, Midyawarta, No. 69/Thn.XII, From: http://www.bpk. Penabur. or.id/ KPS. Jkt/ widya/69/69.pdt.
Suroyo, 1991, Perbagai Persoalan Pendidikan; Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Pendidikan Islam, Kajian tentang Konsepo Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Volem 1 Tahun 1991, Fakultas Tarbiyah IAIN, Yogyakarta.
--------,1992, ”Pendidikan Islam di Indonesia Merancang Masa Depan”, UNISIA,No.12 Th. XIII,1992,UII,Yogyakarta.
Sudiro, M. Irsyad., Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern, Cirebon, Tanggal, 30 Agustus – 1 September 1995.
Steenbrink, Karel A., 1994, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, Cet. Kedua, Jakarta: LP3ES,
Syafii Maarif, Ahmad., 1997, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Bangsa, dalam: Muslih Usa [Penyun.], Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrialisasi, Aditya Media bekerja sama dengan Fakultas Tarbiyah UII, Yogyakarta.
Rahman, Fazlur., 1985, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual, Terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka.








MANAJEMEN PENDIDIKAN
Manajemen pada dasarnya adalah upaya mengatur segala sesuatu ( sumber daya) untuk mencapai suatu tujuan, jadi manajemen adalah proses pengintegrasian sumber- sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem totalitas untuk menyelesaikan tujuannya.
Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang juga meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan dengan menggunakan fasilitas yang tersedia, baik personel, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.
Dengan memperhatikan pendapat- pendapat tersebut diatas maka agak sukar untuk memisahkan anara manajemen dengan administrasi. Namun secara sederhana dapat ditarik suatu batasan bahwa manajemen adalah mengelola orang- orangnya sebagai pelaksana secara efektif dan administrasi adalah sebagai pengarah efektif.
Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk membuat pendidikan menjadi unggul dan diminati masyarakat adalah:
1. Fokus pada pengguna jasa pendidikan ( pelanggan); Kepuasan pengguna jasa pendidikan adalah faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh lembaga pendidikan, karenanya identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial dan tidak boleh diabaikan.
2. Kepemimpinan; Pimpinan lembaga pendidikan perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga pendidikan dan karyawannya. Penciptaan visi yang jelas akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kualitas, memfokuskan semua upaya lembaga pendidikan pada pemuasan kebutuhan pengguna atau pelanggan, menumbuhkan sense of teamwork, standard of excellence dan menjembatani keadaan lembaga pendidikan sekarang dan masa yang akan datang.
3. Perbaikan yang berkesinambungan; Perbaikan yang berkesinambungan tentunya berkaitan erat dengan komitmen ( continous quality improvement) dan proses ( continous process improvement). Komitment terhadap kualitas dimulai dengan peryataan dedikasi pada misi dan visi, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi tersebut. Perbaikan yang berkesinambungan tersebut tergantung pada dua unsur yaitu; Pertama, mempelajari proses, alat keterampilan yang tepat. Kedua, Menerapkan keterampilan baru pada small achieveable project.
4. Manajemen SDM; Selain merupakan aset organisasi yang sangat vital, sumber manusia ( SDM) merupakan pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir sebuah lembaga. Oleh karenanya sukses dan tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan dan kompetensi sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk merealisasikannya secara sungguh- sungguh.
Prinsip- prinsip yang digunakan dalam TQM ( Total Quality Mangement) dikenal dengan istilah Lima Pilar TQM, yang terdiri atas produk, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen.
Kualitas sebuah produk atau jasa tidak mungkin ada tanpa kualitas di dalam proses. Kualitas dalam proses tidak mungkin ada tanpa adanya organisasi yang tepat. Organisasi akan menetukan kesehatan dan vitalitas keseluruhan sistem manajemen karena itu ditempatkan di tengah- tengah kelima pilar TQM. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi pilar yang lain, dan apabila ada salah satu pilar yang lemah maka semuanya akan turut lemah.
Dalam kerangka layanan ini cara untuk menumbuhkan kepemimpinan yang efektif, yaitu
Langkah pertama, mendorong kelancaran proses pembelajaran dikalangan pimpinan lembaga pendidikan, mepromosikan orang yang tepat untk mendukung pimpinan lembaga pendidikan, menekankan peran serta individu, dan mengembangkan iklim saling percaya.
Langkah kedua, keberadaan sistem informasi layanan yang mampu menyediakan data dan informasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan mutu layanan, karena sistem informasi layanan yang efektif akan mampu menyampaikan keinginan dan harapan para pelanggan.
Langkah ketiga, merumuskan strategi layanan yang merupakan perekat sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan sehingga mereka dapat bergerak secara bersama- sama menuju tujuan yang sama, yaitu memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggannya.
Menurut anda apa kendala manajemen pendidikan Indonesia lagi belum menunjukkan kemajuan sampai saat ini !
Beberapa kendala manajemen pendidikan Indonesia sehingga belum menunjukkan kemajuan sampai saaat ini antra lain:
1. Dampak Manajemen yang Sentralistik; Meskipun banyak keberhasilan yang telah dicapai dunia pendidikan Indonesia namun upaya untuk mengembangkan satu sistem pendidikan telah menimbulkan akibat- akibat yang negatif. Kecenderungan tentang terjadinya sentralisasi yang berlebihan ( over centralization) pada perintah pusat telah dirasakan hampir pada semua aspek manajemen pendidikan. Dalam banyak kasus adanya ketidakpercayaan timbal balik antara otoritas pusat di satu pihak daerah menjadi kendala.
2. Mekanisme Pendanaan oleh Pemerintah; Komersialisasi pendidikan sekarang sangat dirasakan oleh masyarakat mulai dari prasekolah, Sekolah Dasar ( SD), Sekolah Lanjutan Pertama ( SLTP), maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA). Dalam hal ini dapat dirasakan bahwa pemerintah sama sekali belum optimal membuat aturan penetapan biaya penyelenggaraan pendidikan. Sepertinya pemerintah membebaskan pendidikan sehingga dijadikan lahan bisnis tanpa mempertimbangkan unsur keterjangkauan masyarakat dan pemerataan pendidikan.
3. Manajemen dan Organisasi; Lembaga pendidikan di bawah naungan Depdiknas harus tunduk pada peraturan- peraturan yang berlaku secara seragam untuk semua lembaga pendidikan. Padahal kebijakan seperti ini telah menimbulkan banyak pengaruh negatif terhadap kehidupan lembaga pendidikan. Bayak tenaga pengajar/ guru- guru ramai- ramai mencari penghasilan tambahan di luar kegiatan utamanya karena kurangnya insentif yang diterima, walaupun sekarang ini dengan adanya sertifikasi guru yang nota bene nya dapat menambah penghasilan seorang guru namun tidak setiap guru dapat menikmatinya. Ketidakmampuan lembaga pendidikan dalam memberikan insentif tambahan yang berprestasi akibat kurangnya akuntabilitas dan sustainbilitas serta kecenderungan penetapan tujuan yang tidak realistis.
4. Sumber Daya Manusia; Meskipun usaha untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan terus dilakukan, secara umum kualifikasi pendidikan para guru/ dosen di Indonesia masih belum memadai. Di samping suasana akademik belum memuaskan dan mutu staf administrasi pendidikan masih jauh dari memadai untuk mendukung tuntutan tugas administrasi pendidikan di setiap lembaga pendidikan yang ada. (tbc/esa/thx)


PENTINGNYA ADMINISTRASI PADA
MANAJEMEN PENDIDIKAN
Manajemen Pendidikan, Problematika dan Tantangannya
Pendahuluan
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) masyarakat bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen dalam pendidikan diterapkan.
Manajemen pendidikan untuk saat ini merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan. Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu, oleh karena itu, tulisan ini akan sedikit mengulas tentang problematika, tantangan serta isu-isu yang berkaitan dengan manajemen pendidikan.
Definisi Manajemen
Sebagaimana dicatat dalam Encyclopedia Americana manajemen merupakan " the art of coordinating the ele-ments of factors of production towards the achievement of the purposes of an organization", yaitu suatu seni untuk mengkoordinir sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi manusia(men), bahan baku(ma-terials) dan mesin(machines).Koordinasi dimaksudkan agar tujuan organisasi bisa dicapai dengan efisien sehingga dapat memenuhi harapan berbagai pihak (stake-holders) yang mempunyai kepentingan terhadap organisasi.
Pendidikan
Pendidikan merupakan setiap proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan (knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/keterampilan (skills developments) sikap atau mengubah sikap (attitute change). Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal _hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya Sebagai bagian dari masyarakat, pendidikan memiliki fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi individual. Fungsi sosialnya untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lalu dan sekarang, sedangkan fungsi individualnya untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Fungsi tersebut dapat dilakukan secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan, maupun informal melalui berbagai kontak dengan media informasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya.
Manajemen Pendidikan
Dari pengertian diatas, manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan.
Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang pada UU Nomor 2 tahun 1989 pasal 4, antara lain dirumuskan : "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan".
Sasaran pendidikan secara makro sebagaimana yang terdapat dalam lembagalembaga pendidikan dapat diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain akuisisi pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan keterampilan/kemampuan (sasaran motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif). Sasaran sasaran makro ini kemudian diterjemahkan dalam berbagai bentuk sasaran mikro yang dapat diukur secara rinci dan spesifik berupa apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar. Salah satu sasaran yang dapat diukur untuk sasaran kognitif adalah nilai hasil akhir belajar (NEM) dan perankingan sebagai implikasi dari NEM.
Untuk sasaran motorik, terkait dengan apa yang telah dihasilkan oleh siswa, sedangkan untuk sasaran afektif, terkait dengan perubahan sikap/perilaku siswa setelah proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pendidikan pun memerlukan adanya manajemen pendidikan yang berupaya mengkoordinasikan semua elemen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana pada manajemen secara umum, manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan.
Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instrusi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi & alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan. Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Penggiatan pendidikan merupakan pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Sedangkan pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Semua hal pokok tersebut ditujukan untuk menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan. Oleh karena itu, manajemen pendidikan dalam perkembangannya memerlukan apa yang dikenal dengan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, Good management practice dalam pendidikan masih merupakan suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa manajemen pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi yang menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keberhasilan Good Management Practice dalam pendidikan, beberapa hal tersebut teringkas dalam item-item sebagai berikut :
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik. Apakah anak didik akan menjadi lebih saleh, lebih berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal itulah yang seharusnya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan.
Fenomena yang ada berupa maraknya tawuran, konsumsi narkoba dan jual beli ujian di sekolah membuktikan bahwa sasaran afektif masih terabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Baik dalam pendidikan yang berbasis agama maupun tidak. Perilaku dan sikap anak di berbagai lembaga pendidikan berbasis agama tidaklah berbeda signifikan dengan mereka yang bersekolah di sekolah non agama. Padahal aspek afektifitas inilah yang seharusnya menjadi nilai jual lebih lembaga pendidikan
berbasis agama dibandingkan lembaga pendidikan berbasis non agama. Fenomena tersebut muncul karena sekolah hanya menanamkan nilai-nilai skolastik secara teoritis saja, tanpa disertai dengan raktek langsung terhadap nilai-nilai tersebut. Dalam hal ini sasaran afektif yang ingin dicapai tidak dijabarkan secara nyata dalam kehidupan para anak didik. Sehingga Banyak institusi pendidikan berbasis agama
berhasil menempatkan anak didiknya dalam posisi terhomat dari segi skolastik, namun, di balik sukses ini justru terjadi kegagalan besar dalam membentuk anak sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kepedulian besar terhadap orang lain, masyarakat sekitar dan isu-isu sosial yang berkembang dalam masyarakat.
2. Manajemen Guru
Guru sebagai salah satu sumber daya terpenting pendidikan, sampai saat ini masih merupakan sumber daya yang undermanaged atau bahkan mismanaged. Pimpinan pendidikan pada umumnya masih melihat guru sebagai faktor produksi saja. Padahal manajemen guru, adalah suatu hal yang bisa dikatakan sangat penting untuk keberhasilan suatu pendidikan. Manajemen guru harus diatur mulai dari proses seleksi dan rekrutmen guru, proses pengembangan kemampuan guru sebagai tenaga pengajar sampai pada proses motivasi guru agar dapat mempunyai komitmen tinggi. Parahnya guru diperlakukan dapat kita ketahui di berbagai media masa. Mulai dari gaji yang tidak cukup untuk hidup layak sampai tidak adanya jaminan kesehatan apalagi jaminan hari tua. Tidak sedikit guru yang kemudian bekerja sambilan sebagai tukang ojek. Tidaklah juga mengherankan kalau ada di antara mereka yang melakukan tindakan tidak terpuji seperti menjual soal ujian dan sebagainya. Pihak penyelenggara pendidikan lebih mementingkan surplus sekolah ketimbang meningkatkan kesejahteraan guru. Padahal pendidikan dan keberhasilan pendidikan mencapai sasaran amat ditentukan oleh guru.

3. Peningkatan Pengawasan
Dalam manajemen pendidikan, fungsi pengawasan sepertinya menempati posisi terlemah. Hal ini bisa kita lihat pada misalnya hampir tidak adanya upaya untuk menganalisis mengapa NEM terus merosot dari tahun ke tahun atau mengapa jumlah siswa merosot padahal biaya pendidikan sudah relatif murah. Selama ini, kegiatan pengawasan hanya difokuskan kepada presensi guru dan murid. Walaupun hal itu
penting, namun lebih banyak aspek pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang masih luput dari pengawasan.

4. Manajer Pendidikan
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola endidikan. Selama ini yang kita lihat adalah peranan ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan. Guru merangkap sebagai karyawan, dan bahkan guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan itu sendiri. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan penerapan sistem tersebut. Padahal urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar. Seharusnya manajer pendidikan dipegang oleh orang yang benar-benar ahli dalam manajemen dan tidak berperan sebagai guru pengajar. Hal ini selain karena faktor professionalisme juga agar masing-masing komponen lebih fokus pada bidang yang mereka garap.
Fenomena yang terjadi selama ini adalah promosi seorang guru yang baik menjadi manajer pendidikan tanpa melewati persiapan memadai seperti penyelenggaraan pelatihan dan penyiapan manajer sekolah. Tidaklah heran, banyak guru baik yang lalu menjadi manajer pendidikan yang gagal, karena ia menempati tingkatan inkompetensinya dalam bidang manajerial. Hal ini dibiarkan berlarut-larut, tanpa adanya tindakan dari institusi pendidikan untuk secara serius mencari dan memposisikan seorang manajer sebagai manajer pendidikan di institusi tersebut. Kerberhasilan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh tersedianya manajer pendidikan yang handal. Isu ini menjadi lebih relevan mengingat persaingan dalam setiap jenjang dunia pendidikan kita makin intens. Tanpa manajemen dan manajer handal, akan banyak lembaga pendidikan yang gulung tikar karena tidak berhasil memuaskan para stakeholders.


5. Partisipasi Manajer Bisnis
Dalam membenahi manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk memanfaatkan keterampilan menajerial para manajer bisnis. Fakta di manca negara membuktikan keefektifan pendekatan ini. Karena fungsi manajemen bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain, maka jalan pintas yang dapat diambil yaitu, sambil menyiapkan manajer pendidikan, memanfaatkan tenaga manajer bisnis yang tersedia untuk mengelola pendidikan. Kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman berbagai sekolah bisnis di Amerika Serikat yang merekrut para manajer bisnis yang ternyata berhasil meningkatkan kinerja sekolah bisnis tersebut. Hal ini selayaknya diuji cobakan pada institusi-institusi pendidikan di tanah air, untuk mencapai kemajuan manajemen pendidikan.

6. Aliansi Antarsekolah
Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk memajukan institusi pendidikan adalah melakukan aliansi antar institusi pendidikan. Melalui koordinasi asosiasi lembaga pendidikan (seperti MDPK/MPPK), suatu lembaga pendidikan dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain. Begitu juga melalui proses benchmarking, suatu lembaga dapat belajar dari pengalaman lembaga lain.

7. Kebijakan Pemerintah
Selain faktor-faktor internal lembaga pendidikan, faktor eksternal berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga sedikit banyak mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut. Misalnya pada manajemen pendidikan sentralistis. Penerapan manajemen pendidikan sentralistis sebagai kebijakan pemerintah ternyata menjadikan proses demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan terutama di daerah, menjadi kurang terdorong dan nilainilai lokal tempat institusi pendidikan kurang terakomodasi dalam pelaksanaan pendidikan. Isu-isu diatas menjadi PR bagi institusi pendidikan untuk menjadikan pendidikan yang memiliki mutu dan kualitas tinggi. Hal ini memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mewujudkannya. Semua stakeholders pendidikan mencakup orang tua, masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah nasional harus turut serta dalam penyelenggaraan aspek-aspek manajemen.
Selain itu perubahan sikap dan tingkah laku semua stakeholder yang semestinya sesuai dengan tuntutan manajemen modern, juga merupakan salah satu tantangan yag harus dihadapi. Karena hal ini memerlukan upaya penyadaran dan sosialisasi terhadap semua stakeholder untuk menerima hal yang baru. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana memasukkan nilai-nilai lokal kedalam manajemen pendidikan sehingga nantinya pendidikan akan menghasilkan keluaran yang berkomitmen untuk membangun daerahnya bukan keluaran yang malah pergi meninggalkan daerahnya hanya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya pribadi.

Penutup
Pada dasarnya manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Tetapi dalam penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus ditangani demi terlaksananya manajemen pendidikan. Tantangan tersebut tidak akan bisa diatasi jika hanya ditangani oleh individu sebagai elemen pendidikan, tetapi semua pihak harus bekerja sama bahu membahu untuk menghadapi sekaligus menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita pendidikan bisa direalisasikan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya.






SISTEM INFORMASI PENDIDIKAN TERPADU
Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Terpadu (SIMPEDU) merupakan suatu Sistem yang bekerja pada suatu Closed Network (jaringan eksklusif tertutup). Dengan menggunakan mekanisme ini, tidak seorang pun diluar sistem yang dapat mengakses data perolehan suara tanpa seijin dari administrator. Berdasarkan hasil assessment kami, Sekolah telah memiliki bisnis proses yang baku dalam penanganan Sekolah, penerimaan siswa, pengelolaan guru, manajemen mata pelajaran dan hal lain yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan di Sekolah. Aturan yang baku merupakan salah satu modal awal untuk mempercepat diimplementasikannya aplikasi ini.

Sistem yang akan dibangun adalah sistem yang memanfaatkan Teknologi Internet berbasis Web. Dalam sistem berbasis Web, seluruh proses dapat dilakukan secara online, dapat diakses dari workstation mana pun di Sekolah tersebut (yang terhubung lewat LAN) tanpa perlu installasi perangkat lunak baru di setiap workstationnya. Interkoneksinya pun lebih mudah dan murah, dapat diakses dari lokasi manapun melalui jaringan yang ada. Backroom Sistem Informasi yang dibangun dengan menggunakan teknologi Internet dapat menjadi modal awal untuk mengembangkan suatu Web Site di Internet yang nantinya dapat diakses langsung oleh masyarakat.
















Pengembangan Pendidikan Pesantren

DARI sisi sejarah, pesantren dapat dianggap sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren muncul bersamaan dengan proses islamisasi yang terjadi di bumi Nusantara pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi, dan terus berkembang sampai saat ini.
Ketahanan yang ditampakkan pesantren sepanjang sejarahnya dalam menyikapi perkembangan zaman menunjukkan, sebagai suatu sistem pendidikan, pesantren dianggap mampu berdialog dengan zamannya. Pada gilirannya hal itu telah menumbuhkan kepercayaan sekaligus harapan bagi sementara kalangan, pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan alternatif pada saat ini dan masa depan.
Persoalan yang lalu mengemuka adalah bagaimana agar harapan itu dapat membumi dalam realitas melalui serangkaian upaya dan langkah. Dengan kata lain, pendidikan pesantren sebagai alternatif perlu dirumuskan secara nyata dengan berpijak kepada nilai-nilai hakiki Islam dan konteks kehidupan yang berkembang saat ini. Inilah yang perlu didiskusikan secara kritis sehingga kekurangan yang selama ini masih ada di dunia pesantren dapat dicarikan jalan keluarnya.
DALAM perspektif Islam, pendidikan merupakan unsur elementer yang tidak dapat dilepaskan dari aspek teologis. Komitmen Islam secara teologis terhadap pendidikan dapat dilacak pada al-Qur'an surat al-Alaq (96):1-14. Ayat-ayat dalam surat ini menjelaskan tentang signifikansi pengetahuan yang benar yang harus diketahui dan disebarkan umat Islam secara khusus dan umat manusia umumnya.
Abdullah Yusuf Ali (1989: 1672) menjelaskan, ungkapan "pengajaran" dan "pembacaan" yang ada pada ayat-ayat itu mengimplikasikan, pemerintah mengajar dan membaca (meneliti dan sebagainya-Red) tidak terbatas pada penyampaian risalah Allah yang harus dilakukan Rasul, tetapi juga bersifat universal, menukik pada tugas untuk menyebarkan kebenaran oleh semua orang yang membaca dan memahami ajaran Al Quran.
Nilai-nilai dan komitmen Islam itu akan makin tampak bila dikaitkan dengan Hadits A'isyah tentang permulaan turunnya wahyu (lihat al-Bukhari, 18-24), di mana Tuhan menyuruh "membaca" kepada Muhammad. Pertama kali Nabi menolak karena dia tidak bisa membaca. Namun, Tuhan menjelaskan, "membaca" adalah kewajiban manusia; mencari dan mengamalkan pengetahuan adalah sifat intrinsik yang harus ada pada manusia. Hadits ini juga menggambarkan dengan jelas mengenai proses penyampaian pengetahuan dalam Islam, yaitu sifatnya yang sangat menekankan pada penciptaan suasana dialogis dan aktif.
Pada sisi ini batasan pendidikan Islam yang ditawarkan Naquib al-Attas (1984:52) menjadi relevan untuk diangkat. Disebutkan, pendidikan Islam pada prinsipnya merupakan proses pengenalan dan pengakuan yang ditanamkan secara bertahap dan berkesinambungan dalam diri manusia mengenai obyek-obyek yang benar sehingga hal itu akan membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan dalam kehidupan. Selanjutnya, dengan pengetahuan itu, manusia diarahkan untuk mengembangkan kehidupan lebih baik.
Berdasarkan paparan itu dapat dikatakan, pendidikan Islam dari perspektif teologis merupakan konsep yang allama ma lam ya'lam (Tuhan mengajarkan segala hal yang tidak diketahui manusia). Hal itu mengandung pengertian, Allah selalu mengajarkan suatu pengetahuan baru setiap saat kepada manusia. Karena itu, manusia dituntut untuk belajar tentang apa saja sepanjang hidupnya, dan hendaknya selalu berdialog dengan perkembangan zaman. Lebih jauh, ayat itu menjelaskan, nilai semua pengetahuan menurut Al Quran adalah sama pentingnya. Islam tidak mengenal pembedaan dikotomis antara ilmu pengetahuan "agama" dan ilmu pengetahuan "sekuler". Selama pengetahuan bernilai baik, selama itu pula ia bernilai religius.
Selain itu, konsep ilmu dalam Islam-sebagai salah satu unsur pendidikan-hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya, Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37), Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya', 21:80), umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal (surat al-Hijr, 15:82). Meski ragamnya berbeda, semua memiliki nilai yang sama, yaitu karakternya bersifat teologis-transformatif. Semuanya diarahkan untuk mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya sehingga manusia selalu merasa di dekat-Nya, dan mampu mengubah dunia sesuai kebutuhan manusia sekaligus melestarikannya. Dengan demikian, pengenalan pengetahuan itu pada saat yang sama merupakan penanaman dan pembentukan serta pengembangan nilai-nilai yang mencerahkan; mengantarkan manusia kepada kehidupan yang taqwa, dan dapat menjauhkan dari kehidupan yang transgressive dan ekstrem.
Di sini ketaqwaan-sebagaimana kata Fazhur Rahman (1989:28)-perlu dipahami sebagai konsep yang menunjukkan kepribadian manusia untuk terintegrasi secara penuh dan utuh, yaitu semacam stabilitas yang terbentuk setelah semua unsur-unsur yang positif masuk ke dalam diri seseorang. Dengan kata lain, taqwa merupakan kualitas kedirian manusia yang mampu mengendalikan manusia dari kecenderungan-kecenderungan yang berlawanan dengan nilai-nilai kebaikan universal dan perennial. Dengan ketaqwaan itu, manusia selalu berupaya berjalan di atas jalan yang dikehendaki Tuhan, tunduk secara total kepada perintah-Nya yang diekspresikan dalam bentuk menyebarkan kesejahteraan dan kedamaian bagi sesama dan lingkungan.
BERDASAR kerangka nilai-nilai pendidikan Islam itu, kita mencoba berdialog dengan realitas sistem pendidikan yang berkembang di pesantren selama ini. Sampai batas-batas tertentu, pesantren telah berperan besar mengenalkan, menyebarkan, dan mempertahankan Islam (dan nilai-nilai kemanusiaan) di Indonesia. Pola pendidikannya yang amat menekankan fleksibilitas memberi nilai-nilai positif pada pesantren untuk tetap eksis vis-avis perubahan zaman. Pendidikan pesantren muncul dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakat sekitar. Meski demikian-harus diakui-lembaga ini tidak lepas dari kekurangan mendasar, khususnya ketika berhadapan dengan perubahan sosial yang begitu cepat terjadi.
Salah satu aspek mendasar kekurangan itu-terutama dalam perspektif modernitas-adalah lemahnya pesantren untuk bersikap antisipatif dalam menangkap tanda-tanda zaman. Ketika tuntutan telah berubah dan persoalan sosial amat kompleks, pesantren-baik yang salaf maupun modern-tetap berkutat dengan kurikulum abad pertengahan. Kalaupun ada inovasi, perubahannya terkesan bersifat tambal sulam; bukan perubahan menyeluruh. Di pesantren yang salaf, masuknya ilmu-ilmu eksak dan humaniora masih sangat terbatas dan sekadar tempelan sehingga kecenderungan pemilahan antara ilmu agama dan sekuler tetap kuat. Sedang di pesantren modern pencangkokan ilmu-ilmu barat masih bersifat asal comot dan tidak sistematis sehingga agak terkesan westernized dan tercerabut dari akarnya.
Selain itu, lembaga pesantren belum merumuskan secara holistik dan sistematis mengenai penubuhan (embodiment) nilai-nilai Islam yang universal ke dalam kurikulum yang representatif. Menurut Fazlur Rahman (1984:86), strategi pembaruan yang berjalan semalam ini belum diarahkan kepada tujuan yang benar-benar positif. Ia lebih bersifat defensif; sekadar untuk menyelamatkan umat Islam dari "ketakutan", pencemaran, atau kerusakan yang ditimbulkan gagasan Barat dalam berbagai disiplinnya. Dalam kondisi kepanikan spiritual ini, strategi yang dikembangkan secara universal di seluruh dunia Islam-termasuk pesantren-adalah coraknya yang mekanis; menentukan proporsi dalam menggabungkan mata pelajaran "baru" tertentu dengan mata pelajaran-mata pelajaran "lama". Kelemahan itu masih ditambah dengan aspek metodologis yang kurang memadai. Sampai batas-batas tertentu, pola pendidikan yang bersifat penalaran agak tersingkir, sedangkan pola yang bersifat dogmatis agak dominan. Akibatnya, kebiasaan berpikir rasional menjadi berkurang di dunia pesantren (Nurcholish Madjid, 1984:14). Lemahnya pesantren dari sisi metodologis ini berkibat lebih jauh pada munculnya kekaburan antara yang bersifat dogma dan intelektual. Ilmu kalam dianggap sebagai akidah, fiqh diposisikan sebagai syari'an, dan seterusnya.
KEKURANGAN atau kelemahan dalam pendidikan pesantren adalah sesuatu yang wajar. Berangkat dari kenyataan itu orang-orang pesantren perlu membuka diri dan mau menata kembali pendidikannya, sehingga mampu menangkap nilai-nilai Islam secara utuh ke dalam suatu rumusan yang mampu berdialog dengan perubahan sosial dan perkembangan masa. Untuk mencapai ke arah itu, pertama kali diperlukan pembedaan secara tegas, tetapi komplementer antara Islam normatif dan Islam sejarah (Fazlur Rahman, 1984:14).
Melalui pembedaan ini, Islam normatif secara nilai-nilai yang bersifat absolut perlu dirumuskan sesuai konteks kekinian dalam kerangka pemahaman yang apresiatif dan kritis terhadap Islam sejarah. Sedangkan Islam sejarah sebagai khazanah intelektual Islam perlu/mutlak diberikan tempat yang selayaknya dalam pengembangan pendidikan Islam. Namun, dalam hal ini perlu ditelaah secara kritis aspek mana yang bernilai Islami dan sesuai perkembangan kehidupan, dan aspek apa yang tidak bernilai Islami serta tidak sesuai kehidupan saat ini.
Dalam kerangka itu, penggunaan metodologi yang sistematis menjadi satu kebutuhan yang cukup mendesak dikedepankan. Pada saat yang sama, semua disiplin keilmuan diletakkan dalam suatu integrasi yang benar-benar kukuh, sehingga antara satu dengan lainnya terjadi hubungan interdependensi yang kukuh di bawah cahaya nilai-nilai Islam yang genuine. * Abd A'la, pemerhati sosial-keagamaan.




MELACAK PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM

Ahmad Tafsir (1994) menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai 'pemelihara' (khalifah) pada semesta-(Tafsir, 1994). Karenanya, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan). Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan.
Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa tersebut.
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa ke-Rasul-an Muhammad). Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya (baca; umat Islam) akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan. Bahkan dalam sebuah riwayat yang sangat termashur disebutkan bahwa Muhammad menyatakan menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan.
Setelah ke-wafat-an Muhammad, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi sesuatu yang mendarah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M.
Namun demikian, seiring dengan kemunduran Islam-terutama setelah kejatuhan Bagdad tahun 1258 M--, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran dan ke-jumud-an. Sehingga, pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah 'sarana pendewasaan' umat. Dengan kata lain, sebagaimana dinyatakan Fazlur Rahman, pendidikan menjadi tidak lebih dari sekedar sarana untuk mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai 'lama' (tradisional) dari ancaman 'serangan' gagasan Barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi Islam, terutama 'standar' moralitas Islam (Rahman, 1985). Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang merekonstruksi paradigma (pola pikir) peserta didik melalui interpretasi secara continue dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan jaman (Rahman, 1994).
Akibatnya, pendidikan Islam melakukan proses 'isolasi' diri sehingga pendidikan Islam akhirnya termarginalisasi dan 'gagap' terhadap perkembangan pengetahuan maupun tehnologi. Melihat fenomena di atas, adanya upaya untuk menemukan kembali semangat (girah) pendidikan Islam tampaknya diperlukan, Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali dunia ke-pendidikan Islam sehingga kembali mampu survive di tengah masyarakat. Dan sebagai langkah awal untuk menemukan kembali semangat ini, tampaknya dapat dilakukan dengan mencoba melihat 'kilasan' perjalanan pendidikan Islam dari masa awal hingga sekarang.
Sekilas Perjalanan (Sejarah) Pendidikan Islam. Meskipun penanaman kesadaran akan urgensi ilmu sudah dimulai pada masa Muhammad, bahkan pada masa-masa akhir sebelum Muhammad wafat kesadaran akan pentingnya ilmu bagi kehidupan-dapat dikatakan-sudah mendarah daging di kalangan umat Islam (Bilgrami, 1989), namun cikal bakal pendidikan Islam (dalam sebuah institusi) baru dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab (Nasr,1994).
Cikal bakal pendidikan Islam dimulai ketika Umar, secara khusus, mengirimkan 'petugas khusus' ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara sumber (baca; guru) bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut. Para 'petugas khusus' ini biasanya bermukim di masjid (mungkin semacam ta'mir pada masa sekarang) dan mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat melalui halaqah-halaqah-majlis khusus untuk menpelajari agama dan terbuka untuk umum (Nasr, 1994).
Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama (baca; Islam), namun juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini antara lain kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana 'pendidikan', yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam (Nasr, 1994).
A-Ma'mun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah di Bagdad pada tahun 815 M--- sebuah institusi yang cukup layak disebut sebagai institusi pendidikan --(Ibrahim Hassan, 1989). Pada Bait al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang 'cukup sempurna', karena sistem pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat 'kurikulum pendidikan' yang diberlakukan di dalamnya.
Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan 'modern' baru muncul pada akhir abad X M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jendral Jauhar as-Sigli-seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah-pada tahun 972 M (Mahmud Yunus, 1990). Pada al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan sebuah 'kurikulum pengajaran'. Pada kurikulum ini diatur urutan materi beserta disiplin-disiplin yang harus diajarkan kepada peserta didik. Meski pendirian al-Azhar bertujuan sebagai wadah 'kaderisasi' bagi kader-kader Syi'ah, namun kurikulum yang berlaku dapat dianggap sebagai sebuah kurikulum yang berimbang. Pada kurikulum al-Azhar diajarkan disiplin-disiplin ilmu agama dan juga disiplin-disiplin ilmu 'umum' (aqliyyah). Ilmu agama yang ada dalam kurikulum al-Azhar antara lain tafsir, hadis, fiqh, qira'ah, teologi (kalam), sedang ilmu akal yang ada dalam kurikulum al-Azhar antara lain filsafat, logika, kedokteran, matematika, sejarah dan geografi (Mahmud Yunus, 1990) Ketika Salahuddin al-Ayyubi (seorang sunni) pada abad XI M berhasil menguasai Kairo, sebagai pusat Bani Fatimiyyah, ia memandang adanya al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan sebagai sesuatu yang sangat penting, sehingga keberadaan al-Azhar tidak diusik sama sekali, selain peniadaan materi-materi yang berbau syi'ah. Bahkan pada masa Salahuddin inilah al-Azhar berada dalam puncak kejayaan, di mana al-Azhar, menurut beberapa kalangan, dianggap mampu melaksanakan kurikulum yang berimbang antara materi agama dan pengembangan intelektual (Bilgrami, 1989).
Institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini diprakarsai dan didirikan oleh Nizam al-Mulk-perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah-pada tahun 1066/1067 M di Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk. Madrasah Nizamiyah sebenarnya didirikan sebagai upaya membendung arus propaganda syi'ah yang berpusat di Kairo dengan al-Azharnya. Madrasah Nizamiyah pun telah memiliki spesifikasi khusus sebagai sebuah institusi pendidikan dengan spesifikasi pada teologi dan hukum Islam. Dan karena spesifikasi ini pulalah Madrasah Nizamiyah sering disebut sebagai Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam (Nakosteen, 1996).
Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, test kenaikan tingkat dan juga ujian akhir kelulusan. Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana, memiliki kelengkapan fasilitas pendidikan-dengan perpustakaan yang berisi lebih dari 6000 judul buku yang telah diatur secara katalog dan juga laboratorium--, memiliki sistem perekrutan tenaga pengajar yang ketat dan pemberian bea siswa untuk yang berprestasi. Sehingga Charles Michael Stanton menyatakan bahwa Madrasah Nizamiyah merupakan Perguruan Islam modern yang pertama (Charles M. Stanton, 1992 ).
Meski Madrasah Nizamiyah memiliki spesifikasi pada kajian teologi dan hukum Islam, namun dalam kurikulum yang digunakan terdapat pula perimbangan yang proporsional antara disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fiqh, kalam dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematika, kedokteran dan lailnnya). Bahkan, pada masa itu, kurikulum Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya (Bilgrami, 1989).
Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian 'serius' dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan pribadi dan istana pun terbuka untuk umum. (Ahmad Warid Khan, Okt 1998). Namun setelah kejatuhan Bagdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami kemunduran dan kejumudan. Paradigma pendidikan Islam pun mengalami distorsi besar-besaran. Dari serbuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada.
Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas, 1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan -terutama peserta didik-- untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.
Dari gambaran masa kejayaan dunia pendidikan Islam di atas, terdapat beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif, yakni :
Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan (talab al-ilm) di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama (baca; Islam), di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridlo Allah.
Kedua, adanya perimbangan (balancing) antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan Islam adalah kecenderungan untuk lebih menitik beratkan pada kajian agama dan memberikan porsi yang berimbang pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non-agama dalam dunia pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah masyarakat.
Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal.. Karena, selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan ,minimal membuka kembali, sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang, tentunya, akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Keempat, mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu, materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi yang applicable dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu menghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan jaman dan peka terhadap lingkungan.
Kumudian, satu faktor lain yang akan sangat membantu adalah adanya perhatian dan dukungan para pemimpin (pemerintah) atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan Islam ini. Adanya perhatian dan dukungan pemerintah akan mampu mempercepat penemuan kembali paradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat.
Saya M. Khoirul Anam setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .














Komputer dan Pendidikan
Tanggung jawab sekolah yang besar dalam memasuki era globalisasi adalah mempersiapkan siswa untuk mengahadapi tantangan-tantangan dalam masyarakat sangat cepat perubahannya. Sala satu dari tantangan yang dihadapi oleh para siswa adalah menjadi pekerja yang bermutu. Kemampuan berbicara dalam bahasa asing dan kemahiran komputer merupakan dua kriteria utama yang pada umumnya diajukan sebagai syarat untuk memasuki lapangan kerja di Indonesia ( dan di seluruh dunia ). Mengingat sekitar 20-30 % dari lulusan SMU di seluruh wilayah Nusantara ini yang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi, dan dengan adanya komputer yang telah merambah di segala bidang kehidupan manusia, maka dibutuhkan suatu tanggung jawab yang besar terhadap system pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan kemahiran komputer bagi para siswa kita.
Biaya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan belajar komputer di sekolah akan mahal.
• Bagaimana pemerintah akan mampu membiayai pembangunan ini ?
• Memberikan apa yang dibutuhkan, bagaimana pemerintah dapat mengelak untuk tidak membiayai pembangunan ini ?
• Apakah pemerintah harus membiayai secara penuh untuk pembangunan ini ?
Dalam menghadapi masalah ini beberapa sekolah swasta dan negeri yang telah mengambil langkah maju. Pada beberapa sekolah mereka telah membangun hubungan yang sangat erat dengan masyarakat setempat dan melakukan sebuah lompatan yaitu dengan mengundang para masyarakat penyumbang untuk membangun fasilitas dasar komputer. Sekolah ini telah membuktikan bagaimana mengatasi salah satu masalah terbesar dalam pengenalan teknologi ke sekolah-sekolah di Indonesia secara berkesinambungan. Keefektifan system yang berkesinambungan ini sudah tumbuh lama ketika masyarakat setempat memahami bagaimana pentingnya teknologi bagi anak-anak mereka. Dalam hal ini kami telah mempelajari bahwa, sekolah-sekolah yang bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk membangun fasilitas cenderung berkembang secara teratur dan juga meningkatkan dukungan dari masyarakat setempat.
Kesinambungan adalah faktor utama. Pada program di masa lalu untuk menyediakan teknologi ke sekolah kebanyakan mencapai sedikit sukses dalam jangka waktu yang cukup lama dan jarang sekali menunjukkan perkembangan. Persyaratan mengenai laboratorium bahasa adalah contoh yang umum. Biasanya ada enam masalah utama, yaitu ;
• Anggaran untuk perawatan fasilitas awal tidak tersedia.
• Pelatihan biasanya terlalu spesifik dan tidak berhubungan dengan kebutuhan di lapangan atau perubahan sikap.
• Tidak tersedianya karyawan untuk perawatan rutin dan pengembangannya.
• Tidak tersedianya teknisi ahli atau terlalu mahal
• Materi yang sesuai untuk mengajar tidak tersedia
• Lemahnya kondisi kerja guru di lapangan mendorong bahwa mereka tidak dapat membagi waktu untuk mengembangkan materi mengajar secara kreatif.
Masalah-masalah ini menjadi lebih luas dalam hal komputer karena tingkat keahlian yang diminta untuk mengembangkan dan merawat fasilitas tersebut sangat tinggi serta kemahiran komputer mempunyai nilai jual yang sangat tinggi pula. Saran untuk memberi pelatihan karyawan di sekolah tidak berlaku dalam konteks yang ada saat ini. Karena siapa saja yang mengembangkan diri untuk mencapai posisi tingkat ahli, mereka di sektor komersil dapat menghasilkan sepuluh kali lipat dari apa yang mereka dapat di sekolah, jadi mungkin saja mereka akan menghabiskan waktu dengan pekerjaan dari luar kantor (hal ini juga menjadi masalah pada karyawan yang memiliki kemampuan di bidang jasa umum).
Bagaimana caranya di beberapa sekolah berhasil membeli komputer, yang mahal dan memerlukan biaya perawatan yang cukup tinggi?
Hanya sedikit sekolah yang berlokasi dilingkungan yang makmur, di mana kelompok orang tua-guru dapat mencapai sejumlah besar uang secara mudah. Walaupun begitu beberapa sekolah yang lain berada di tengah lingkungan di mana tingkat social-ekonominya rendah, tetapi mereka juga berhasil mencapai tingkat yang sama dalam hal pencapaian di bidang pengembangan komputer dan fasilitas lain di lingkungan sekolah mereka. Dua contohnya yaitu SMUN 2 Wonosari di Daerah Istimewa Yogyakarta dan SMUN 23 di Bandung, Jawa Barat. Pendekatan awal yang dilakukan mereka terhadap pengembangan sekolah adalah serupa tapi tak sama. Keduanya menyusun kerberhasilan mereka dengan cara kooperatif dan bekerjasama dengan masyarakat setempat. Walaupun demikian SMUN 2 di Wonosari bergantung kepada penentuan dan pengembangan dari para karyawan itu sendiri. Sedangkan SMUN 23 di Bandung berinisiatif menentukan programnya melalui peranan enterprenur dan mendapatkan sumbangan dari masyarakat dan industri.
Tanpa mengindahkan cara pendekatan yang di tetapkan, sekolah anda dapat memutuskan untuk mengambil beberapa butir penting, yaitu sekolah harus benar-benar obyektif, berkomunikasi pro-aktif terhadap tujuan tersebut, menguntungkan masyarakat setempat dan harus terbuka serta 100 % transparan. Hal ini penting sekali bahwa pengembangan harus direncanakan dengan seksama sehingga meningkatkan kwalitas lulusan pendidikan bagi siswa dapat secara mudah dibicarakan dengan masyarakat. Akan mengherankan sekali jika melihat berapa jumlah dukungan ekstra yang akan dicapai dari masyarakat apabila dibangun suatu "kepercayaan" dan mereka "memahami" akan keuntungannya bagi anak-anak mereka.
Peralatan - perangkat keras apa saja yang diperlukan?
Peraturan yang ada sekarang ini, membatasi jumlah maksimum per kelas untuk 48 siswa. Sementara itu untuk kebutuhan ideal tersebut diperlukan 48 komputer, hal ini menjadi target yang tidak realistis bagi semua sekolah di Indonesia saat ini. Beberapa sekolah telah menunjukkan kepada kami bahwa mereka memulai keberhasilan program ekstra-kurikuler sekolahnya hanya dengan jumlah komputer yang terbatas, melalui penjadwalan ketat. Penulis percaya bahwa target realistis terdekat dalam pertengahan waktu adalah menjadi 24 komputer. Pada kenyataannya hampir seluruh kelas berisi di bawah 48 siswa jadi angka perbandingan bagi siswa terhadap komputer tidak lebih dari 2 :1. Berbagi komputer selama masa awal tahap pelatihan komputer dapat memberikan keuntungan untuk membantu membangun rasa percaya diri dan juga memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir, sehingga mereka dapat membantu siswa yang lemah (meningkatkan efisiensi guru). Hal ini bukan berarti sekarang anda harus membeli 24 komputer. Anda bisa memulai program dasar ekstra-kurikuler hanya dengan 2 komputer. Yang terpenting adalah anda memiliki rencana, membuat pengaturan untuk melatih dan memepersiapkan karyawan anda, serta mulai untuk membicarakan masalah komputer tersebut. Penulis pernah mengajar kelas Internet hanya menggunakan satu komputer saja.
CATATAN :
Hampir semua supplier komputer di Indonesia akan melakukan install program apapun sesuai dengan permintaan, demi kepentingan agar komputer tersebut dibeli. Ini adalah salah satu alasan akan sangat pentingnya perencanaan matang mengenai tujuan pelatihan dalam rangka nantinya untuk mengetahui program apa saja yang diminta dan menghemat biaya program (software). Walaupun begitu saya akan merekomendasikan bahwa paling tidak 20 % (lebih disukai semuanya) dari komputer anda memiliki CD ROM drive jadi apabila program spesial yang diminta tetap, maka CD dapat dipergunakan.
Dari pengalaman kami di sekolah-sekolah kelihatannya kebutuhan printer di sekolah minimum 2 (dua).
Desain Dasar Laboratorium Komputer
Tata letak
Tidak Bagus

Tata letak laboratorium ini sangat umum, namun demikian dari sisi pembelajaran hal ini terbatas sekali.
• Jarak pandang siswa sangat rendah (khususnya dari bagian belakang).
• Gurunya tidak bisa lihat kegiatan siswa.
• Jalan bagi guru untuk bekerja dengan siswa secara individual sangat sukar.
• Pemasangan kabel sangat sukar dan perlu kabel di bawah lantai (tidak mudah diubah).
• Para siswa mudah sekali menabrak peralatan ketika masuk dan keluar (masalah kepercayan).
• Jika sala satu computer memerlukan perhatian (atau perbaikan kecil) di muka kelas hal itu akan mengganggu semua siswa.
________________________________________
Tata letak
Bagus

Tata letak laboratorium ini jauh lebih baik dari sisi pembelajaran.
• Para siswa dapat berputar di kursi mereka dan jarak pandang cukup baik.
• Guru dapat memantau kegiatan semua siswa selama belajar.
• Jalan bagi guru untuk bekerja secara individual dengan siswa sangat bagus.
• Pemasangan kable sangat mudah dan mudah pula di modifikasi.
• Para siswa tak berhubungan dengan kabel (di belakang) dan dapat di andalkan.
• Jika ada komputer yang memerlukan perhatihan (atau perbaikan kecil) siswa lain tak terganggu.
• Jika manapun ruang Anda cukup luas bagian tengah memungkinkan guru untuk mengajarkan prinsip-prinsip pada awal pelajaran atau untuk mengkaji ulang masalah umum yang banyak atau semua siswa menghadapinya, jauh lebih lewes.

Kami menyarankan apabila anda belum berpengalaman dan ingin membeli peralatan computer, software atau memasang fasilitas Internet gunakanlah Pendidikan Net FORUM untuk meminta saran dan bantuan dari pihak pendidikan yang berpengalaman. Sebaiknya peralatan dibeli dari suplier lokal supaya mudah mendapat bantuan dan servis. Bandingkanlah harga dan garansinya sebelum memesan dan membeli barang.
Phillip Rekdale





Internet dan Pendidikan
Awal dari milenium baru dan reformasi menjanjikan harapan untuk mempercepat perkembangan sektor pendidikan di Indonesia. Kunci utama yang memicu akan timbulnya harapan baru tersebut berjalan kearah desentralisasi, manajemen berbasis sekolah, dan pemberdayaan sekolah serta masyarakat untuk mempengaruhi hasil (outcomes) sekolah, juga kesatuan tujuan-tujuan dari semua sektor pendidikan.
Dimasa lalu telah dibentuk sistem komunikasi yang efisien dan efektif untuk menyebarkan informasi ke berbagai semua sektor di kalangan pendidikan. Desentralisasi pendidikan akan membutuhkan paradigma dan peran baru untuk administrasi pendidikan. Komponen utama dalam peran baru ini yaitu meliputi ; monitoring yang efisien, pengidentifikasian kebutuhan dan menempatkan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain untuk menghadapi kebutuhannya. Pada umumnya masalah-masalah utama pendidikan berdasarkan sistemnya, dan sekarang potensi sumber daya manusia disemua sektor tidak dimanfaatkan secara penuh. Kebanyakkan penelitian dan pengembangan yang dimulai pada masa transisi baru ini seharusnya diarahkan pada pengembangan sitem komunikasi yang memberdayakan beberapa sektor pendidikan untuk membantu pengembangan dan arah masa depan pendidikan di Indonesia.
Sistem komunikasi
Penekanan penting akan memaksimumkan sumber daya manusia disemua sektor, berarti kita akan membutuhkan sisitem komunikasi yang sangat efektif. Apabila kita merespons pada kebutuhan fokus awal seharusnya lebih berdasarkan penerimaan informasi daripada penyebaran informasi. Hal ini hampir memutarbalikan peran jika dibandingkan dengan peran komunikasi administrasi pendidikan yang dulu.
Penelitian mengenai pengembangan sekolah secara jelas menunjukan salah satu cara yang paling efektif bagi sekolah yang ingin berkembang secara mandiri yaitu lewat berbagi (sharing) informasi dan ide-ide. Salah satu dukungan yang terbesar untuk pengembangan pribadi dan profesi kepala sekolah yang memanfaatkan proses pembaharuan yaitu komunikasi yang terbuka dan mendukung melalui forum rutin kepala sekolah. Melalui penyampaian masalah secara kolektif diantara rekan seprofesi sudah menghasilkan solusi yang efektif dan dapat direalisasikan.
Masukan (input) dan kontribusi langsung dari para pemegang peran (stakeholders) yang lain; siswa, orang tua dan anggota masyarakat juga memberikan informasi yang sangat membantu dan meningkatkan dukungan masyarakat bagi pengembangan sekolah. Jika obyektifitas utamanya adalah memaksimalkan pendidikan sumber daya manusia maka hal itu telah meningkatkan hubungan komunikasi kita dengan seluruh sektor lingkungan pendidikan dan para pemegang peran (stakeholders). Lagipula kunci utama untuk meningkatkan komunikasi harus terfokus pada saling berbagi komunikasi terbuka dan meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan dukungkan dari segala bidang.
Tanggung jawab sekolah dalam memasuki era globalisasi baru ini yaitu harus menyiapkan siswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Kemampuan untuk berbicara bahasa asing dan kemahiran komputer adalah dua kriteria yang biasa diminta masyarakat untuk memasuki lapangan kerja baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Dan hanya sekitar 20-30 % lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi, maka dengan adanya komputer yang telah merambah disegala bidang kehidupan manusia hal itu membutuhkan tanggung jawab sangat tinggi bagi sistem pendidikan kita untuk mengembangkan kemampuan berbahasa siswa dan kemahiran komputer ( lihat bagian Pendaluan-Komputer )
Oleh karena adanya prioritas yang tinggi untuk membangun fasilitas komputer diseluruh sekolah-sekolah di Indonesia dan adanya jarak yang cukup jauh antara sekolah provinsi di Indoesia, sepertinya Internet pilihan yang cukup baik untuk mengembangkan komunikasi antar sekolah, Kanwil, Kandep, dan DEPDIKNAS yaitu dapat dilakukan lewat Internet. Beberapa sekolah telah mengambil inisiatif untuk membangun fasilitas mereka sendiri. Berdasarkan langkah yang sudah ada ini, dan membiarkan hal itu berkembang sendiri yaitu tetap konsisten akan kebutuhan belajar siswa kita, maka Internet sebagai strategi yang sesuai untuk menjadi medium komunikasi yang sah.
Internet dalam belajar dan mengajar
Kekayaan akan informasi yang sekarang tersedia di Internet telah lebih mencapai harapan dan bahkan imajinasi dari para penemu system yang pertama. Internet awalnya diciptakan untuk kebutuhan system pertahanan militer supaya dapat didesentralisasikan sehingga dapat mengurangi resiko kerusakkan total, mungkin saja hal ini bisa terjadi apabila sistem sentral komputer utama dimusnahkan.
Internet juga dapat didesentralisasikan dan diberdayakan. Dengan menggunakan internet kita dapat mengakses sumber-sumber informasi tanpa batas dan sedang berkembang secara cepat sekali. Kita dapat berkomunikasi secara masing-masing atau secara massa yang dapat dilakukan dimana saja diseluruh dunia hanya dalam waktu beberapa detik saja. Kita dapat menyebarkan (publish) informasi yang bisa di akses dari mana saja di seluruh dunia dalam waktu singkat sekali. Kita dapat berkomunikasi secara langsung (real time) melalui telepon dan unit video processing. Kita bisa melakukan "chat" melalui jaringan gratis "chat" yang sangat luas yaitu mIRC.
Bagi para guru internet menawarkan beberapa kesempatan untuk diraih:
Pengembangan Profesional
(a) Meningkatkan pengetahuan
(b) Berbagi sumber diantara rekan sejawat/ sedepartemen
(c) Bekerjasama dengan guru-guru dari luar negeri
(d) Kesempatan untuk menerbitkan /mengumumkan secra langsung
(e) Mengatur komunikasi secara teratur
(f) Berpatisipasi dalam forum dengan rekan sejawat baik local maupun internasional.

Sumber bahan mengajar :
a) Mengakses rencana belajar mengajar & metodologi baru
b) Bahan baku & bahan jadi cocok untuk segala bidang pelajaran
c) Mengumumkan dan berbagi sumber. Sangat tingginya popularitas / sangat tingginya minat untuk meningkatkan siswa lebih terfokus belajar.

Untuk siswa Internet menawarkan kesempatan untuk;
Belajar sendiri secara cepat :
(a). Meningkatkan pengetahuan
(b). Belajar berinteraktif
(c). Mengembangkan kemampuan di bidang penelitian

Memperkaya diri :
(a). Meningkatkan komunikasi dengan siswa lain
(b). Meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada diseluruh dunia
Walaupun Internet berpotensi untuk menyampaikan keuntungan-keuntungan tersebut bagi para guru maupun para siswa, pemakaian Internet di kelas hendaknya harus disusun sedemikian rupa dengan belajar mendefisinasikan secara obyektif. Kegiatan siswa juga harus dimonitor dengan baik.
Kenapa?
Seperti mana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Internet itu berisi berbagai macam informasi dan sumber-sumber informasi lain, meskipun didalamnya juga terkandung hal-hal yang tidak berguna dan menghabiskan waktu sehingga mengganggu pelajaran siswa dengan mudahnya. Padahal keikutsertaan dalam kegiatan ini diluar jam belajar siswa, mungkin saja dapat memberi keuntungan bagi pengetahuan mereka atau mengembangkan kemampuan lainnya. Waktu belajar di kelas harus tetap difokuskan pada pelajaran utama. Rencana belajar mengajar yang efektif untuk menggunakn Internet akan memerlukan beberapa kemampuan baru guru untuk dapat lebih mengefektifkan waktu.
Satu dari keuntungan yang sangat potensial dari Internet selain untuk para administrator dan kepentingan sekolah, yaitu mngkin adalah untuk memudahkan pengoleksian lembaran data-data sekolah yangdaat langsung terkirim ketujuannya baik ke perorangan maupun ke masyarakat luas.
Guru, terutama guru bahasa dan guru pelajaran ilmu sosial, dapat mengambil (down-load) berita dan kejadian terkini yang bisa digunakan sebagai bahan mengajar di kelas pada hari yang sama saat itu juga. Semua guru dapat menggunakan Internet baik untuk keperluan pengembangan pribadi maupun secara profesional bekerjasama dalam wilayah regional maupun diseluruh dunia.
Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk dibeli?
Penulis menyarankan sebagai langkah awal membeli satu unit komputer dengan modem didalamnya dan CD ROM drive. Dan komputer ini harus ditempatkan di ruang perpustakaan sekolah sehingga bisa dipergunakan oleh seluruh staf dan para siswa serta harus diawasi pemakaiannya oleh petugas perpustakaan. Petugas perpustakaan ini juga harus dilatih untuk menangani perawatan dan pemeliharaan rutin komputer. Serta mereka juga diberi wewenang khusus untuk mengatur jadwal pemakaian komputer dengan cara sistem memesan tempat.
Biaya : Antara Rp. 3.000.000,- - Rp.5.000.000,- tergantung nilai tukar rupiah.
Apabaila sekolah anda sudah mempunyai laboratorium komputer maka bentuk modem terpisah dapat dibeli dengan harga yang cukup murah untuk mengakses Internet dari laboratorium, tergantung permintaan. Bentuk modem terpisah ini juga dapat disediakan bagi pemakaian di departemen.
Apalagi yang diperlukan?
Pastinya anda membutuhkan Internet Service Provider (ISP). Ini adalah sejenis perusahaan yang menyediakan jasa sambungan/ hubungan ke Internet melalui saluran telepon. Penulis menyarankan sebagai langkah awal, sebaiknya membuka sebuah account siswa sampai mereka tahu berapa menit per bulannya yang mereka perlukan. Cobalah untuk mendaftar USER-NAME ( nama pemakai ) berhubungan dengan nama sekolah anada, contohnya SMK3PALU, karena ini juga dapat digunakan sebagai alamat e-mail anda ( lihat dibawah ). Ada daftar Internet Service Provider dalam petunjuk homepage ini.
Biaya : Antara Rp.50.000,- - Rp.100.000,- per bulan + Biaya pemasangan ringan.
E-mail Account
Biasanya ISP menyediakan paling tidak satu account e-mail dan ini menggunakan "user name" anda, contohnya diambil dari contoh diatas SMK3Palu@Sulawesi.Net. Account ini bisa juga dipakai untuk keperluan resmi sekolah.
E-mail Account Siswa
Penulis menyarankan bahwa siswa-siswa sebaiknya membuka e-mail account pribadi di http://mail.yahoo.com, http://www.hotmail.com, atau salah satu dari sekian banyak e-mail provider gratis yang ada. E-mail account tersebut diatas lebih disukai dari account servis provider karena mereka dapat digunakan secara permanen. Dan ini juga merupakan ide yang baik bagi sekolah-sekolah untuk mempunyai alamat e-mail alternatif, apabila dalam keadaan mendesak mereka mengganti servis provider. Saya akan menyarankan menggunakan Yahoo.com karena mereka memperbolehkan anda untuk POP surat anda, mengirim surat ke alamat lain (forwarding), ataupun membacanya dari situs internet mereka dimana saja ( lebih fleksibel).
Homepage dan Nama Domain
Ada banyak sekali homepage provider gratis. Penulis yakin bahwa saat ini yang terbaik adalah http://www.crosswinds.net dan http://www.geocities.com/ karena servis yang mereka tawarkan cukup masuk akal (lihat dibagian cara membuat homepage).
"Domain Name" (alamat khusus di Internet) tidaklah sangat penting terkecuali bila anda adalah organisasi yang mencari keuntungan atau untuk bisnis. Kecuali bila domain name anda mudah untuk diingat seperti "Pendidikan.Net" maka manfaatnya tidak terlalu penting. Apabila anda membuat homepage di Crosswinds.Net maka anda mempunyai alamat (atau URL) seperti htpp://www.croswinds.net/~SMK3Palu. Bila anda mengunjungi homepage link di SLTA.Net atau SLTP.Net maka anda akan menjumpai banyak homepage sekolah yang berlokasi di situs gratis seperti ini. Keuntungan utama dari situs gratis ini adalah tidak dikenakan biaya perawatan dan tidak terkait apapun ISP yang anda pilih .
Telepon dan Pulsa
Seringkali kalau guru atau Kepsek ditanya "sudah punya Internet?" Jawabannya "Belum, pulsa telepon terlalu mahal"
Apakah, kalau sekolah Anda bisa berkomunikasi dengan semua sekolah di Indonesia, dengan Kanwil, Kandep, atau Dikmenum lewat telepon selama lima menit sehari atau kurang masih merasa mahal?. Sebagai contoh, saya download e-mail dari dua provider (Yahoo dan Crosswinds) dari banyak alamat e-mail yang saya punya setiap pagi dan perlu waktu kurang dari lima menit (<5 menit). Bagaimana bisa begitu? Saya menggunakan Post Office Protocol (POP) mail. Semua sekolah bisa pakai POP mail gratis seperti ini yang disediakan di Mail.Yahoo.Com atau WWW.Crosswinds.Net. Surat-surat diPOP dari hostnya langsung ke e-mail browser kita. Setelah itu sambungan ke Internet langsung dimatikan.
Surat-surat tsb dibaca OFF-LINE (tidak sambung ke Internet) dan tidak ada ongkosnya. Surat-surat ini dapat diprint atau dicopy (blok dan copy) ke Word, Wordpad, atau Notepad untuk di bawa ke tempat line (lewat disket).
Tetapi bagaimana kalau kita mau kirim surat atau membalas surat?
Sama juga:
• 1. Membuat surat dulu di Word atau Notepad atau Wordpad.
• 2. Buka browser kalau pakai Netscape (klik mail) atau kalau pakai Internet Explorer buka Microsoft Outlook.
• 3. Buka "New Msg" di Netscape atau "New" di Microsoft Outlook.
• 4. Mengisi alamat e-mail, subject, dan isinya surat.
• 5. Kalau lebih dari satu surat mengulang step 3 & 4 sampai semua surat sudah dibuat.
• 6. Kalau sudah selesai baru sambung ke Internet.
• 7. Klik "Send" (kirim surat) di semua surat masing-masing (langsung saja).
• 8. Kalau Anda pakai Microsoft Outlook Anda juga harus klik "Send/Receive" setelahnya.
• 9. Tunggu sampai semua surat sudah dikirim (biasanya cepat).
• 10. Kalau di Microsoft Outlook Anda secara automatis menerima surat baru juga kalau ada. Kalau Anda pakai Netscape sebaiknya cek kalau ada surat baru Klik "Get Msg".
• Matikan sambungan ke Internet.
Kalau Anda pakai sistem ini pulsa telepon tidak akan mahal. Jadi, setiap pagi sambung sebentar saja. Selama waktu itu dapat mengirim surat-surat yang sudah disediakan siang hari sebelumnya dan menerima surat yang baru.
Bagaimana dengan Searching the Internet?
Terus-terang, kalau siswa/i memakai Internet di dalam waktu belajar, gurunya harus sangat berpengalaman untuk menggunakan waktu dengan hemat agar menghasilkan pelajaran yang baik. Mungkin Internet bisa dipakai dengan cara ini setelah guru-guru sudah cukup berpengalaman. Saya pernah memakai Internet untuk mengajar tetapi tujuan pelajaran dan kegiatan siswa/i harus jelas dan dimonitor terus.
Untuk guru Internet juga bisa menghabiskan banyak waktu dan uang kalau kita tidak membuat sistem yang baik dari awalnya. Maksud saya, daripada semua guru cari informasi yang sama dan menghabiskan waktu masing-masing, penting sekali bila kita membuat pusat informasi tentang situs yang bagus dan relevan. Kalau sudah ada pusat informasi guru hanya perlu kirim e-mail ke pusat dan minta URL (Universal Resource Locator - alamat homepagenya). Jadi, cuma satu orang yang mencari (lebih hemat) dan informasi ini bisa dipasang di halaman "links informasi" di Website pusatnya supaya kalau guru lain cari informasi bisa cek disitu dulu.
Sesuai dengan yang sudah sering dikatakan, sebaiknya semua siswa/i di Indonesia dapat pengalaman memakai komputer dan Internet. Kebanyakan mengenai Internet dan cara membuat homepage misalnya kita dapat mengajar dengan komputer tanpa sambung ke Internet. Kalau kita ingin membuat program keterampilan komputer biayanya bisa dinaikkan sesuai dengan ongkos bila siswa/i menggunakan waktu di Internet (sharing) dalam programnya. Lebih baik siswa dapat kenalan Internet saja di sekolah dan melanjutkan kemampuan sendiri di Warung Internet. Di banyak sekolah yang belum punya fasilitas Internet siswa/inya sudah lama memakai Internet dan pengalamannya juga banyak. Pengalaman mereka bisa digunakan untuk membantu guru atau pustakawan untuk belajar mengenai Internet. Dengan teknologi baru ini sebaiknya kita mengunakan semua kemampuan SDM di sekolah.
Kesimpulan:
Kalau kita ingin mengajar, kita perlu memperhatikan hal-hal utama yaitu rencana dan strateginya. Sama dengan Internet. Kalau kita ingin membuat sistem komunikasi yang baik dan hemat, dan meningkatkan pendidikan siswa/i dalam ilmu komputer yang sesuai dengan dana sekolah, yang penting rencana (program) yang baik, dan strategi-strategi yang terbaik sesuai dengan keadaan sekolahnya. Dengan prinsip-prinsip yang disebut di dalam "Kiat Mendapatkan Dana" kita bisa secara terus-menerus melakukan peningkatan mutu pendidikan di sekolah kita secara mandiri.
Phillip Rekdale
Kami menyarankan apabila anda belum berpengalaman dan ingin membeli peralatan computer, software atau memasang fasilitas Internet gunakanlah Pendidikan Net FORUM untuk meminta saran dan bantuan dari pihak pendidikan yang berpengalaman. Sebaiknya peralatan dibeli dari suplier lokal supaya mudah mendapat bantuan dan servis. Bandingkanlah harga dan garansinya sebelum memesan dan membeli barang.







PENDIDIKAN ISLAM ABAD 21 DAN ORDE BARU
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Merdekanya bangsa Indonesia diharapkan bisa menggali segala potensi yang ada, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Harapan ini walaupun sudah lama dicanangkan, namun belum juga terwujud sampai sekarang.
Keadaan lebih parah lagi dengan timbulnya gejala-gejala salah urus (mis management) Akibatnya pada bidang pendidikan fasilitasnya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan. Lagi pula politik dan usaha-usaha pendidikan tidak berhasil menjadikan sektor pendidikan sebagai faktor penunjang bagi suatu pendidikan. Perkembangan selanjutnya pendidikan hanya mengakibatkan benih-benih pengangguran. Lahirnya Orde Baru (ORBA) memungkinkan pendobrakan salah urus itu dalam segala bidang juga dalam pendidikan
Perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat pada khususnya sudah memasuki masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat moderen dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional,berorientasi kemasa depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif.
Sedangkan masyarakat informasi di tinjau oleh penguasaan terhadap teknologi informasi, mampu bersaing, serba ingin tahu, imajinatif, mampu mengubah tantangan manjadi peluang dan menguasai berbagai metode dalam memecahkan masalah.
Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunaan teknologi elekronika seperti computer, faximile, internet, dan lain-lain telah mengubah lingkungan informasi dari lingkungan yang bercorak local dan nasional kepada lingkungan yang bersifat internasional, mendunia dan global. Pada era informasi lewat komunikasi satelit dan computer orang tidak hanya memasuki lingkunagan informasi dunia, tetapi juga sanggup megelolahnya dan mengemukakannya secara lisan, tulisan dan visual. Peranan media elektronika yang demikian besar akan menggeser agen-agen sosialisasi manusia yang berlangsung secara tradisional seperti yang dilakukan oleh orang tua, guru, pemerintah,dan sebagainya. komputer dapat dijadikan teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasehat juga sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban sesegara mungkin atas petanyaan eksistensisal yang mendasar. Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kejiwaan dan keperibadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorintasi ke masa depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan mereka yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki masyarakat modern tersebut diatas. Dari keadaan ini, keberadaan masyarakat suatu bangsa dengan bangsa lain menjadi satu baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manuisia pasti menghadapinya. Masa depan itu selanjutnya akan mpengaruhi dunia pendidikan baik dalam dunia kelembagaan materi pendidikan guru metode sarana prasarana dan lain sebagainya. hal ini pada gunanya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan.
Memasuki abad 21 atau melenium ketiga ini. dunia pendidikan dihadapkan kepada berbagai masalah yang sangat urgen yang apabila tidak diatasi secara tepat, tidak mutahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman. Kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis bahkan suatu keharusan. Hal demikian dapat dimengerti mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat manuisia. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyipakan masa depan umat manusia adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU
Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut Abdurrahman Mas’ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang.
Prof. Ludjito menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
1. Kurangnya jumlah pelajaran agama di sekolah
2. Metodologi pendidikan agama kurang tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif daripada aspek afektif
3. Adanya dikotomi pendidikan, meterogenitas pengetahuan dan penghayatan peserta didik
4. Perhatian dan kepedulian pemimpin sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang
5. Kemampuan guru agama untuk menghubungkan dengan kehidupan kurang
6. Kurangnya penanaman nilai-nilai, tata krama dalam Pendidikan Agama Islam

Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Nasional
Melalui perjalanan panjang proses penyusunan sejak tahun 1945-1989 UU nomor 2 tahun 1989, sebagai usaha untuk mengintegrasikan pendidikan Islam dan umum. Untuk mengembangkan pendidikan Islam haruslah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi “lahan subur” tempat persemaian generasi baru. Artinya pendidikan Islam harus mampu :
1. Membedakan akar peserta didik dari semua kekangan dan belenggu
2. Membangkitkan indra dan perasaan anak didik sebagai sarana berfikir
3. Membekali ilmu pengetahuan
Di samping hal itu peluang untuk berkembangnya pendidikan Islam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat dalam beberapa pasal.
1. Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan mandiri.
3. pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.
4. Pasal 11 ayat 1, jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, keagamaan, kedinasan, akademik dan profesional.
5. Pasal 39 ayat 2, isi kurikulum setiap jenis dan jalur, serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, agama dan kewarganegaraan.
6. Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.

Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum
Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk meciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia. Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis.
Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memilki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.



B. PENDIDIKAN ISLAM PADA ABAD XXI

1. Preoritas Kegiatan Pendidikan Islam untuk Persiapan Masa Depan
Seorang kader pemimpin Islam yang berwawasan luas selain memiliki cita-cita dan komitmen untuk mewujudkan cita-cita ajaran islam sebagaimana secara terpadu dan serempak juga memiliki pandangan faham keagamaan pluralis inklusif. Fahamnya yaitu suatu faham keagamaan yang meyakini kebenaran agama yang dianutnya dan mengamalkannya secara sungguh-sungguh namun pada saat yang bersamaan ia juga mengakui eksistensinya keberadaan agama lain, disertai dengan sikap tidak merasa bahwa agamanya lah yang paling benar, sedangkan agama lain tersesat. Sikap keberagamaan yang demikian itu amat dibutuhkan dalam memasuki aba 21 atau melenium ke 3 yang ditandai dengan empat karakteristik, yaitu :
1. saling kebregantungan sosial ekonomi
2. kompetisi antara bangsa yang semakin besar
3. makin besarnya usaha Negara berkembang untuk mencapai posisi Negara maju
4. munculnya masyarakat hiperindustrial yang tidak akan pernah mengubah budaya bangsa
Sejalan dengan pemikiran diatas akan preoritas kegiatan pendidikan Islam hrus diarahkan pada empat hal, sebagai berikut :
Pertama, pendidikan Islam bukahlah hanya untuk mewariskan faham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi terhdap anak didik. Kedua, pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan menggunakan andai-andaian model yang di idealisir yang sering kali membuat kali kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan. Ketiga, bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan problematic empiric disekitarnya. Keempat, perlunya dikembangkan wawasan emansipatoris dalam proses mengajar mengajar agama sehingga anak didik cukup memperoleh kesempatan berpartisipas dalam rangka memiliki kemampuan metodologis untuk mempelajari materi atau subsatansi agama.
Itulah prioritas pendidikan Islam, yakni bagaimana agar agama Islam dapat meletakkan kerangka dasar bagi manusia sehingga mampu menunaikan tugas pokoknya sebagai khalifah dimuka bumi. Pendidikan Islam sesungguhnya adalah bagian yang sangat penting dari proses penyerapan tugas sejarah itu pada stiap anak didik. Tentulah dalam pola pedagogis yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu dan lingkungan tempat generasi itu menemukan tantangan sejarahnya masing-masing.
Selanjutnya sikap berpegang teguh pada nilai-nilai spiritual yang bersumberkan pada agama semakin di butuhkan masyarakat masa depan. Hal demikian diperlukan untuk mengatasi berbagai kegongcangan jiwa atau stress yang diakibatkan kekalahan atau keterbatasan dalam bersaing dengan orang lain, atau sebagai akibat kehidupan sekuler materialistic yang semakin meraja lela.
Untuk menjadikan manusia yang sanggup menghadapi tantangan, peluang dan kendala memasuki kehidupan masa depan itu, pendidikan Islam memiliki peluang yang amat luas, hal ini mudah dimengarti karena pendidikan Islam sebagaimana telah disebutkan diatas adalah pendidikan yang seimbang dalam mempersiapkan anak didik, yaitu anak didik yang tidak hanya mampu mengambangkan kreatifitas intelektial dan imajinasi secara mandiri, tetap juga memiliki ketahanan mental spiritual serta mampu beradaptasi dan merespon problematika yang dihadapinya sesuai kerangka dasar ajaran islam.
C. ANALISIS
Melihat alaur sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas maka penulis mengambil satu analisis bahwa pendidikan Islam pada masa orde baru merupakan tahap awal munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong masa akan datang bukan hanya dengan IPTEK melainkan juga di imbang oleh IMTAQ
Pada masa orde baru pendidikan Islam dikembangkan masih dalam batas pemahaman dan pengembangan pengetahuan saja, baru setelah masuk pada abad 21 maka pendidikan Islam lebih difokuskan pada penerapan atau aktualisasi dari Ilmu pengetahuan dan selalu didasari oleh keimanan dan ketakwaan. Hal ini sesuai dengan beberapa strategi yang diterapkan disekolah-sekolah guna peningkatan kualitas peserta didiknya baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sebagai landasan menuju pembaharuan masyarakat Islam yang maju.

1. Strategi Peningkatan kulitas dan cara mengukurnya
Agar sekolah-sekolah unggulan yang bernuansa islam tetap bertahan dan mampu merespon kebutuhan masyarakat pada setiap zaman maka ia hrus memiliki strategi peningkatan kulitas dan cara pengukurannya yang efektif. Untuk mengukur berhasil atau tidk strategi tersebut dapat dilihat melalui indicator yaitu sebagai berikut :
1) Secara academic lulusan pendidikan tersebut dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
2) Secara moral lulusan pendidikan dapat menunjukkan tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya
3) Individual lulusan pendidikan semakin meningkat ketaqwaanya, yaitu manusia yang melaksanakan segala perintah Allah SWT dan laranganya.
4) Secara sosial lulusan tersebut dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya
5) Secara cultural, ia mampu menginterpretasikan ajaran agamanya sesuai dengan lingkungan sosialnya.

Dengan kata laian dimensi kognitif itelektalnya, afektif emisionalnya dan psikomotorik praktis kultur dapat terbina secara seimbang, inilah ukuran yang dapat di bangun untuk melihat kedepan strategi pendidikan yang diterapkan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah ini tentang pendidikan masa orde baru hingga menuju pada masa abad 21 maka dapat disimpulkan bahwa, pendidikan Islam pada masa Orde Beru, masa itu banyak jalan yang ditempuh untuk menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Hal ini bisa dilihat dari SKB 2 Menteri tentang sekolah umum dan agama. Dengan adanya SKB tersebut, maka anak-anak yang sekolah agama bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bisa dilakukan dengan cara pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik yang tidak mudah untuk dihapus. Namun dengan adanya UU tentang pendidikan nomor 2 bisa diharapkan mempertipis dikotomi pendidikan.
Pendidikan yang islami adalah pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi pendidikan islam di arahkan pada upaya mensucikan diri dan memberikan penerangan jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkat ihsan yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiannya ( amal saleh).
Dengan demikian pendidikan yang islami tidak lain adalah upaya mengefektifkan aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan secara utuh kepada manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Dengan cara demikian maka seluruh aspek kehidupan manusia akan mendapatkan sentuhan nilai-nilai ilahiyah yang transcendental.
Pendidikan yang islami sebagaimana di uraikan diatas akan tetap di perlukan untuk mengatasi berbagai masalah kemanusian yang di hadapi pada masyarakat moderen saat ini dan dimasa mendatang.
Era globalisasi diabad 21 yang tahapannya sudah di mulai pada masa sekarang ini, ternyata telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap dunia pendidikan. Dunia pendidikan dimasa sekarang benar-benar dihadapkan pada tantangan yang cukup berat yang penangananya memerlukan keterlibatan berbagai pihak yang terkait.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, perlu dilakukan upaya-upaya strategis, antara lain: pertama, tujuan pendidikan dimana sekarang tidak cukup dengan hanya memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan ketakwaan saja tetapi juga harus diupayakan melahirkan manusia yang kreatif, inovatif, mandiri dan produktif mengingat dunia yang akan datang adalah dunia yang kompetitif.
Kedua, guru dimasa yang akan mendatang adalah guru yang disamping memiliki informasi berakhlak baik dan mampu menyampaikan secara metadologis juga harus mampu mendayagunakan berbagai sumber informasi yang tersebar ditengah masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar.
Ketiga, bahan pelajaran umum dan agama perlu di integrasikan dan di berikan kepada siswa sebagai bekal yang memungkinkan ia dapat memiliki kepribadian yang utuh, yaitu pribadi yang pada gilirannya dapat menimbulkan masyarakat belajar.



DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2003)
Aliwi Sihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, (Bandung: Mizan, 1998)
DJumhur, Sejarah Pendidikan, Ilmu, Bandung, 1959
Fadhil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, (Jakarta: Golden Press, 1992)
H.A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Alfa Grafikatama, Jakarta, 1998
Majalah Rindang, Pesantren Masuk Undang-Undang, Majalah Bulanan Rindang, Semarang, Edisi XXVII, 2002
Moeslim Abdurrahma, Islam Transformatif, (Jakarta: Putaka Firdaus, 19997)
Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1995
Th. Sumartana, dkk., Pluralisme Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »