BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Kondisi pendidikan di zaman VOC juga tidak melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi. Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Kondisi pendidikan di zaman VOC juga tidak melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi. Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.
B. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mempelajari tentang Sejarah Pendidikan Islam di Nusa Tenggara pada Masa
Penjajahan Belanda.
2. Untuk
memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang Sejarah Pendidikan Islam di Nusa
Tenggara pada Masa Penjajahan Belanda.
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan
Islam.
C. Rumusan Masalah
Dengan segala keterbatasan tim
penulis, maka dalam makalah kami tidak begitu rinci dalam menjelaskan tentang
kepribadian. Adapun yang kami jelaskan di sini rumusan masalahnya sebagai
berikut:
- Bagaimanakah profil singkat Nusa Tenggara itu?
- Bagaimana Keadaan Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda?
- Bagaimana Keadaan Pendidikan Islam di Nusa Tenggara Pada Masa Penjajahan Belanda?
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengna
sistematika pembahasan yang meliputi: BAB I : PENDAHULUAN Menyajikan latar
belakang masalah, tujuan penulisan, rumusan masalah dan sistematika penulisan;
BAB II : PEMBAHASAN Membahas tentang profil singkat Nusa Tenggara, Keadaan
Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda dan Keadaan
Pendidikan Islam di Nusa Tenggara Pada Masa Penjajahan Belanda. . BAB II : PENUTUP menyajikan kesimpulan
dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
KEADAAN PENDDIKAN ISLAM DI NUSA
TENGGARA PADA JA MAN PENJAJAHAN BELANDA
A.
SEKILAH TENTANG
NUSA TENGGARA
Kepulauan Nusa Tenggara atau Kepulauan Sunda Kecil (sekarang kadangkala digunakan dalam
peta-peta geografis dunia), adalah gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Jawa, dari Pulau
Bali di
sebelah barat, hingga Pulau
Timor
di sebelah timur. Secara administratif, Kepulauan Nusa Tenggara termasuk wilayah negara
Indonesia, kecuali bagian timur Pulau Timor termasuk wilayah negara Timor Leste. Di Indonesia, kepulauan ini terdiri
atas 3 provinsi, yaitu (berturut-turut dari
barat): Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Pada
tahun 1950-an Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Moh.
Yamin
menamai Kepulauan Sunda Kecil menjadi Kepulauan
Nusa Tenggara yang artinya "Nusa" (pulau,
kepulauan) yang berada di tenggara Indonesia.[1]. Saat ini nama "Nusa Tenggara" digunakan oleh dua
daerah administratif: Provinsi
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
B. KEADAAN PENDDIKAN ISLAM DI INDONESIA
PADA JAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Sejarah pendidikan yang akan
diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia.
Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik
Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak
berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih
diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat
dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk
menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana
pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus
habis karena berbagai masalah peperangan.
Kesulitan
keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830
(Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia
(1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak korban. Belanda membuat
siasat agar pengeluaran untuk peperangan dapat ditutupi dari negara jajahan.
Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan yang
maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution,
1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang praktis untuk meraup
keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu menjadi bagian yang dirugikan
karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian
bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.
Untuk
melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah
mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk
mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi
syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun
1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi para calon pegawai
yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum
ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk
menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak dari kaum
ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif,
karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang
sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan
yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan
bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah
Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak
Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor
ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya
Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia
pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan
raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai
keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang
dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar
panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan.
Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk
pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.
Pendidikan
dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis dunia, tidak
terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk,
1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan.
Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya yang lebih murah. Kebijakan yang
dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari tenaga guru untuk
sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru (Mestoko,
1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru.
Masalah lain yang paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang
sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu merupakan beban yang berat. Jadi,
pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibuat
untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yang empuk diberi
pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.
Pendidikan
dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar
biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan
penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan
kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku
dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan
penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada
tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat.
Pemerintah
Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan
atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang tua
tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan
beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik anak-anak
menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip
konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan
standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak
sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis.
Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang
mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada
perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah
Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk
mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe
sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai
sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution,
1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua,
pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan
tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.
Sekolah
desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah
yang memiliki kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan
umum. Cara tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun
sekolah dan mengeluarkan biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari
lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru
yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk mengajar di
lingkungan desa.
Masa
penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang
kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui
tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak
membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya,
kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan berbagai masalah lain menjadi
kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.
Belanda
digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang
tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat
untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi
kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan
dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan
perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko
Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran
bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran,
dan indoktrinasi yang ketat.
Sejarah
Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan
digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan
untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan
Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk
menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai
sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk
membangun negara Indonesia setelah merdeka.
C. KEADAAN PENDDIKAN ISLAM MASA
KOLONIALISME
Pada masa penjajahan Portugis
didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya
pun melakukan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh
kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap
(NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana pendidikan yang banyak dan
bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan penjajahan di
Indonesia.
Pada
masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran
yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang
diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan
siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural
seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan
islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun
bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan
membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi.
Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan
priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya,
2007:207):
a) Persekolahan
anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa
daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh
melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun.
Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4
tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk
golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School
selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS)
selama 3 tahun.
b) Untuk orang timur asing disediakan
sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch
Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS
dapat melanjutkan ke Mulo.
c) Sedangkan untuk orang Belanda
disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School
7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare
Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5
tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat
mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka mendirikan universitas untuk
kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige
Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische
Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum
inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi
itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan
orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde
oosterling alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang
lulus bersama almarhum Ir Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di
zaman pendudukan Jepang, pernah dicari 100 orang insinyur yang dibutuhkan.
Padahal saat itu belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.
Agar tidak banyak
bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, maka biaya
kuliah pun dibuat sangat besar. Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah
untuk satu tahun di salah satu sekolah tinggi itu besarnya fl (gulden) 300.
Saat itu, harga satu kilogram (kg) beras sama dengan 0,025 gulden. Maka, besar
uang kuliah sama dengan 12.000 kg beras. Bila ukuran dan perbandingan itu
diterapkan sebagai biaya kuliah di universitas sekarang, sedangkan harga beras
sekarang rata-rata Rp 3.000 per kg, maka untuk kuliah di universitas biayanya
sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun. Biaya di MULO, setingkat
sekolah lanjutan tingkat pertama, adalah sebesar 5,60 gulden per siswa per
bulan, setara dengan 224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang,
akan menjadi Rp 672.000 per siswa per bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia
yang lebih memilih masuk Ambachtschool atau Technische School, karena
biayanya agak murah sedikit. Berbekal keterampilan yang diperoleh di
Ambachtschool atau Technische School, siswa bisa langsung bekerja setelah
lulus.
Kurikulum
pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka
pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada
menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat
bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat
rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan
budayanya sendiri dan potensi bangsanya.
Ketiga, sekolah yang dikembangkan
tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara.
K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan
barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki Hajar Dewantara
mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada
budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem
pengajaran dan pendidikan nasional.
Pada masa Jepang,
pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang
Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun
Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun,
pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing
tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi
Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan
Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua pendidikan tinggi yang
ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta,
dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada masa peralihan
dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia
Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini
melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan
bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun punla
pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih
mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu
saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan
kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka.
D. KEADAAN PENDDIKAN ISLAM DI NUSA
TENGGARA PADA JAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Islam masuk ke
Nusa Tenggara seiring dengan penaklukan daerah Bone (1606 M), Bima, dan Buton
(1626 M) oleh kerajaan Goa. Dengan
ditaklukkannya daerah tersebut maka penyebaran Islam sampai ke Nusa Tenggara
yang akhirnya menyebar dari Lombok, Bima, Sumbawa,
Buton.
Pada tahun 1943
didirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah oleh K.H. Muhammad
Zainudin. Madrasah ini mempunyai bagian yaitu: Tahdliryah, Ibtidaiyah,
Mu’alimin, SMI, dan PGA. (Rukiati, 2006:53). Pada akhir 1372 H, tepatnya
tanggal 15 Jumadil Akhir (1 Maret 1953 M) Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah
Islamiyah dengan seluruh cabangnya diorganisasikan dengan nama Nahdlatul Wathan
(NW) yaitu organisasi pendidikan dan social yang berpusat di Pancor (Lombok
Timur). (Rukiati, 2006:54).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kepulauan Nusa Tenggara atau Kepulauan Sunda Kecil (sekarang kadangkala digunakan dalam
peta-peta geografis dunia), adalah gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Jawa, dari Pulau
Bali di
sebelah barat, hingga Pulau
Timor
di sebelah timur. Secara administratif, Kepulauan Nusa Tenggara termasuk wilayah negara
Indonesia, kecuali bagian timur Pulau Timor termasuk wilayah negara Timor Leste. Di Indonesia, kepulauan ini terdiri
atas 3 provinsi, yaitu (berturut-turut dari
barat): Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Islam masuk ke
Nusa Tenggara seiring dengan penaklukan daerah Bone (1606 M), Bima, dan Buton
(1626 M) oleh kerajaan Goa. Dengan
ditaklukkannya daerah tersebut maka penyebaran Islam sampai ke Nusa Tenggara
yang akhirnya menyebar dari Lombok, Bima, Sumbawa,
Buton.
Pada tahun 1943
didirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah oleh K.H. Muhammad
Zainudin. Madrasah ini mempunyai bagian yaitu: Tahdliryah, Ibtidaiyah,
Mu’alimin, SMI, dan PGA. (Rukiati, 2006:53). Pada akhir 1372 H, tepatnya
tanggal 15 Jumadil Akhir (1 Maret 1953 M) Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah
Islamiyah dengan seluruh cabangnya diorganisasikan dengan nama Nahdlatul Wathan
(NW) yaitu organisasi pendidikan dan social yang berpusat di Pancor (Lombok
Timur). (Rukiati, 2006:54).
B.
SARAN
Dari penjelasan tentang sejarah
keadaan pendidikan islam di masa penjajahna belanda setidaknya kita sudah
mengetahui sedikit tentang keadaan itu.
Kita bisa mengukur perbandingan antara pendidikan islam masa sekarang dengan
masa penjajahan belanda, akankan pendidikan kita saat ini lebih baik atau
sebaliknya. Dengan adanya penjelasan ini semoga kita semua bisa mengambil ibroh
dari sejarah yang barusan kita pelajari ini.
REFERENSI
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta
1989
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Pustaka Alhusna, Jakarta 1983
Dra. Hj. Enung K Rukiati. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Bandung:
Pustaka Setia, 2006.
Amrullah,
Drs. Sejarah Kebudayaan Islam Kelas Dua, CV.Armico, Bandung
1994.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah
SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Kepribadian dan Pengukurannya”. Tidak lupa shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam
segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen
mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam, Drs. Mahfud Salimi, M.M yang telah banyak
memberikan kepada kami berbagai ilmu tentang Sejarah Pendidikan Islam khusunya kepada
mahasiswa semester IV Reguler. Semoga apa yang beliau ajarkan kepada kami
menjadi manfaat dan menjadi amal jariyah bagi beliau di Akherat kelak. Amiin.
Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam (SPI). Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa pembahasan mengenai definisi Pendidikan,
wewenang dan tanggung jawab.
Akhirnya
penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan
pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Cilegon, 7 April 2010
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar………………………………..……………………………………i
Daftar
Isi…………………………………………………………………………..ii
Bab I : A) Pendahuluan……………………………………………………………1
B)
Tujuan Penulisan……………………………………………………….1
C)
Rumusan Masalah……………………………………………………...2
D)
Sistematika Penulisan………………………………………………….2
Bab II : Pembahasan
A)
Sekilas
Tentang Nusa Tenggara………………………………………3
B)
Keadaan
Pendidikan Islam Di Indonesia
Pada Jaman Penjajahan Belanda…………………………………………………………….......3
C)
Keadaan
Pendidikan Islam Indonesia
Pada Masa Kolonialisme….…..7
D)
Keadaan
Pendidikan Islam di Nusa Tenggara pada Jaman Penjajahan
Belanda……………………………………………………………….10
Bab III : Penutup
A)
Kesimpulan…………………………………………………………..11
B)
Saran…………………………………………..…………………..….11
Referensi…………………………………………………………………………12
MAKALAH
KEADAAN PENDIDIKAN ISLAM DI NUSA TENGGARA PADA ZAMAN BELANDA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Sejarah Pendidikan Islam
Dosen : Drs.
Mahfud Salimi, M.M
Disusun Oleh:
KELOMPOK : 06
1.
Susanto Semester IV Reguler
2.
Rufiah
Semester IV Reguler
3.
Nisa Amaliah Semester
IV Reguler
4.
Wawat Hermawati Semester IV Reguler
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
AL-KHAIRIYAH CILEGON
2010